Chapter 2; Keinginan Violetta

67 11 1
                                    

Dua hari berlalu. Lionello semakin cemas saja karena tidak mendapat kabar apapun dari Teofilo. Ia bahkan memundurkan jadwal kepulangannya ke Italia. 

Pikiran Lionello tidak berhenti menggerutu sepanjang hari. Terlebih lagi usai mendapat kabar kalau Violetta justru hanya ingin bertemu dengan Gustavo. Entah apa yang ada di dalam pikiran istrinya. Apakah Violetta lupa momen-momen terakhir mereka sebelum dirinya jatuh koma? Padahal Lionello masih ingat dengan jelas kalau dirinya sudah mengutarakan isi hatinya pada Violetta.

Lionello tidak berhenti menunggu kepulangan Gustavo. Ia akan menanyakan sedetail mungkin alasan mengapa Violetta mengabaikannya. Jujur saja, ia paling benci jika diabaikan. 

Kepala Lionello terasa pusing akibat terlalu memikirkan Violetta. Ia mendesah kasar lalu bangkit dari sofa. Langkahnya menuju pintu keluar hotel. 

"Signore, Anda akan kemana?" tanya seorang pengawal yang melihat Lionello. 

"Ke rumah sakit," jawab Lionello dan langsung melangkah keluar hotel saat pengawalnya membuka pintu. 

Mereka berdua berjalan menyusuri koridor hotel lalu masuk ke dalam lift. Hingga tak berselang lama, mereka pun sudah berada di dalam mobil. Pengawal yang duduk di kursi pengemudi segera melajukan mobilnya menyusuri jalanan kota Barcelona. 

*** 

Sepasang manusia itu sedang duduk berdampingan. Suasana di dalam ruangan cukup hening karena keduanya saling diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. 

Sedangkan seorang pria yang duduk jauh dari mereka tidak berhenti mendesah kasar. Teofilo melipat kedua tangan sambil memandangi sepasang kakak beradik tersebut. 

"Sudah satu jam kalian saling diam seperti itu. Kasihan sekali Lio yang hanya ingin melihatmu saja tidak kau ijinkan," sindir Teofilo membuat Gustavo dan Violetta menoleh ke arahnya. 

"Itu karena kau terus menatap kami," ujar Violetta berusaha membela diri. 

Teofilo tersenyum lalu berdiri. "Baiklah. Kalau begitu aku keluar saja. Satu atau dua jam lagi aku kembali," ucap seraya melenggang pergi. 

"Menyebalkan!" gerutu Violetta sambil menggulingkan bola matanya usai mendengar suara pintu tertutup. 

Gustavo mengangkat kepalanya. Ia menatap lekat wajah Violetta yang masih terlihat sedikit pucat. Ingin rasanya memeluk adiknya tersebut sambil mengucapkan permintaan maaf. Tetapi Gustavo tidak memiliki keberanian untuk melakukannya. 

"Bagaimana … keadaanmu?" Gustavo bertanya dengan nada pelan tetapi cukup menarik perhatian Violetta. 

"Aku sudah tidak apa-apa," jawab Violetta sambil tersenyum tipis. 

Sebelah tangan Gustavo meraih telapak tangan Violetta, lalu menggenggamnya dengan lembut. Kepalanya kembali tertunduk seraya menatap tangannya. 

"Maaf. Aku tidak berniat melakukan itu," gumam Gustavo. 

"Aku tahu kau melakukannya karena demi menjaga Lio. Lagipula … saat itu aku tidak mendengarkan ucapanmu untuk menurunkan senjataku," gumam Violetta. 

"Tapi tetap saja. Karena ulahku, kau harus kehilangan—" 

"Sudahlah," potong Violetta. Ia menggenggam tangan Gustavo. "Tolong jangan dilanjutkan." 

"Aku minta maaf." 

Violetta tersenyum. Ia menangkap wajah Gustavo agar menatapnya. "Ternyata kau hanya butuh waktu tiga bulan agar menjadi pria yang hangat," sindir Violetta lalu tertawa membuat Gustavo ikut tersenyum. 

Between Lust And Lies Where stories live. Discover now