Chapter 1; Sebuah Rindu

382 20 11
                                    

Pria itu berdiri di depan sebuah pintu ruangan dengan penuh harapan. Hatinya tidak tenang, rasanya ingin menerobos masuk ke dalam. Tetapi ia berusaha menahan diri. 

Pertemuan terakhirnya dengan istrinya tidak berlangsung baik. Pertemuan terakhirnya sejak tiga bulan lalu, menyebabkan istrinya harus melewati masa kritis dan kehilangan janin di dalam kandungannya. 

Pria yang dikenal dengan nama Lionello itu langsung menatap intens pada seseorang yang membuka pintu, lalu melangkah keluar. Tak lupa pria itu menutup pintu itu kembali, seolah tidak mengijinkan Lionello mengintip sedikit pun. 

"Bagaimana keadaannya?" tanya Lionello dengan suara cepat. Ia sudah tidak sabar untuk mendengar kondisi istrinya. 

"Dia tidak mau bertemu denganmu, untuk sekarang," jawabnya dengan tempo suara pelan. 

Wajah Lionello berubah seketika. Tersirat rasa kecewa yang mendalam. Apakah Violetta tidak merindukannya? 

"Tunggu dua atau tiga hari, aku akan membujuknya agar bersedia bertemu denganmu," ucap sang kakak ipar. 

Lionello tidak menjawab. Hanya desahan napas kasar yang merespon ucapan Teofilo. Rasa kecewa membalut hatinya, tak menyangka Violetta menolak untuk menemuinya. 

"Apa dia marah padaku? Katakan padanya, aku siap menerima amarahnya. Hanya ijinkan aku untuk bertemu dengannya," pinta Lionello. Ia harus mengubur dalam-dalam arogansinya sebagai pemimpin keluarga mafia terkenal di Italia, Leone Nero. 

"Aku hanya mengikuti permintaannya," jawab Teofilo. "Maaf." 

Lionello menundukkan kepalanya. Ia sama sekali tidak merespon ucapan Teofilo. Dirinya diam cukup lama sampai akhirnya kembali menatap pria di hadapannya. 

"Apa dia baik-baik saja? Bagaimana keadaannya sekarang?" tanya Lionello. 

Teofilo mengangguk sekilas. "Kondisinya sudah membaik. Kau tidak perlu mencemaskan keadaannya lagi. Dan," Teofilo menggantungkan ucapannya. Ia menoleh ke arah dua pria yang berdiri jauh dari mereka. Dua pria itu adalah anak buah Lionello yang ditugaskan untuk bergantian menjaga ruangan Violetta. "Anak buahmu tidak perlu lagi ada di sini." 

"Apa dia menginginkan sesuatu?" tanya Lionello. Sorot matanya menusuk tajam ke dalam mata Teofilo. Firasatnya menyebutkan kalau Violetta hendak melakukan sesuatu yang tidak disukainya. 

Teofilo hanya mengecilkan bahu sebelum menjawab. "Aku tidak tahu. Kami belum memiliki banyak waktu untuk saling bicara karena dia baru siuman." 

Lionello menarik napas panjang. "Baiklah. Aku harap kau segera mengabariku jika dia sudah bersedia bertemu denganku," pinta Lionello. 

Lionello pun memutuskan hendak pergi dari rumah sakit tersebut. Ia akan tinggal sementara waktu di hotel yang sudah disewa Gustavo sebelumnya. Saat ini Gustavo sedang berada di hotel karena pria itu belum memiliki keberanian untuk bertemu dengan adik angkatnya tersebut karena insiden tiga bulan lalu. 

Tiga bulan lalu, sebuah insiden besar terjadi di keluarga mafia Leone Nero. Violetta yang menjadi istrinya Lionello, telah dimanfaatkan Teofilo untuk mencuri semua data informasi mengenai keluarga Leone Nero. Sedang Teofilo sendiri adalah anak buah mendiang Vitaliano yang menjadi pemimpin keluarga mafia Pietra Focaia di Spanyol, yang merupakan musuh Lionello. 

Violetta adalah wanita keturunan asli dari Spanyol, tetapi dirinya diasuh oleh keluarga Gustavo sehingga menjadi adik angkat pria itu karena sebuah insiden yang terjadi ketika Violetta berusia tujuh tahun. Sedangkan saat itu Violetta mengalami amnesia dan tidak mengenali keluarganya hingga ingatannya kembali muncul tepat empat bulan yang lalu. Saat itulah, Teofilo mulai masuk ke dalam kehidupan Violetta dan meracuni pikiran adiknya tersebut atas perintah Vitaliano. 

"Lio." 

Lionello menghentikan langkahnya. Ia mengabaikan kedua anak buahnya yang hendak menunduk hormat padanya, lalu menoleh ke belakang. Lionello berbalik arah menghadap Teofilo yang menghampirinya. 

"Masa lalu adalah kesalahan kita semua. Tidak ada yang lebih bersalah di sini selain Vitaliano. Katakan itu padanya," ucap Teofilo. 

Lionello hanya diam sambil menatap Teofilo sebelum akhirnya melanjutkan langkahnya. Ia tidak mendengarkan permintaan Teofilo yang menginginkan agar dirinya berhenti menyuruh anak buahnya untuk mengawasi di rumah sakit. 

Setelah bayangan Lionello tak dapat dijangkau oleh matanya, Teofilo kembali masuk ke dalam. Kini ia melihat posisi Violetta sedang duduk melamun di atas tempat tidurnya. 

"Vio, kau tidak perlu terburu-buru," ucap Teofilo lalu menghampiri adiknya. Ia berdiri di samping Violetta. 

"Jadi, dia datang dari Italia setelah mendengar aku sadar?" tanya Violetta. Suaranya masih terdengar sangat pelan meski sungkup oksigen sudah ia lepaskan sendiri. 

"Dia sudah pergi. Kau tidak perlu memikirkannya," timpal Teofilo. 

Violetta tersenyum tipis. Ia tidak tahu apa yang sudah membuat Lionello sedikit berubah. Sejujurnya ia pun sangat merindukan sosok pria itu. Tetapi Violetta belum berani untuk bertemu langsung dengan Lionello. Entahlah, Violetta merasa ada salah satu tempat di hatinya yang menyalahkan Lionello karena membuatnya harus kehilangan janinnya dan jatuh koma. 

"Aku ingin dia kembali ke Milan," gumam Violetta seraya menundukkan kepala.  

"Kita bicarakan masalah ini nanti saja. Kau harus banyak istirahat." 

"Aku sudah tertidur selama tiga bulan. Itu lebih dari cukup," balas Violetta lalu mendesah pelan. "Aku ingin menjalani hidup yang normal. Aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu disini bersamamu untuk menebus saat-saat berharga yang sudah kulewatkan puluhan tahun." 

"Kau masih memiliki banyak waktu," sahut Teofilo sambil mengelus puncak kepala Violetta lalu duduk di depan adiknya. "Jangan terburu-buru. Kesehatanmu yang paling penting saat ini." 

Violetta menggelengkan kepala. "Tidak. Keberadaan Lio yang lebih penting bagiku sekarang. Aku tidak ingin bertemu dengannya. Aku ingin dia segera kembali ke Italia. Karena kalau aku sampai melihat wajahnya, aku pasti …. " Violetta tidak sanggup melanjutkan ucapannya. Tiba-tiba kedua matanya meremang, "Aku sangat merindukannya, Teo. Aku sangat merindukannya setelah mendengar suaranya. Tapi, kalau aku sampai bertemu dengannya, harga diriku pasti akan dihancurkan olehnya. Karena, aku akan kehilangan akal setelah melihatnya." 

Teofilo menarik Violetta ke dalam pelukannya membuat wanita itu tidak lagi menahan isakan tangis yang semakin menyesakkan dada. 

"Ya. Aku akan pastikan dia kembali ke Italia secepatnya," ucap Teofilo sambil mengusap punggung Violetta. 

"Aku membencinya, tapi aku juga masih sangat mencintainya," bisik Violetta di sela tangisan. 

Teofilo hanya diam. Ia menarik napas panjang sambil terus menenangkan adiknya. 

"Bagaimana dengan Gustav?" tanya Teofilo saat pelukannya terlepas. "Apa kau bersedia bertemu dengannya? Dia juga ada di sini." 

"Gustav?" gumam Violetta mengulangi sebuah nama yang diucapkan Violetta. 

"Iya. Aku yakin sebenarnya dia juga sangat mencemaskan keadaanmu." 

Violetta diam sejenak seolah sedang berpikir. Kenangan itu seolah kembali terputar di dalam ingatannya. Ia masih ingat dengan jelas saat Gustavo menodongkan senjata ke arahnya. Dan Violetta tahu, Gustavo pasti sangat menyesal karena perbuatannya tersebut. Ia sangat mengenali sosok kakak angkatnya itu. Gustavo begitu menyayanginya. 

"Ya," jawab Violetta sambil menganggukkan kepala. 

Teofilo tersenyum lalu menggenggam tangan Violetta yang masih tersambung selang infus. "Aku akan mengabarinya untuk datang ke sini," ucap Teofilo membuat Violetta mengangguk kecil. 

***
Mohon maaf ya cerita sebelumnya gak aku publish di sini karena udah dikontrak sama lapak sebelah.
Terus kenapa sekuelnya publish di sini dan gak di lapak sebelah aja? Soalnya aku udah jarang banget nulis di lapak sebelah😁😂😂eh

Semoga cerita ini menarik ya. Sebenarnya iseng bikin sequel Violetta hidup karena buat mengobati hati para pembaca yang kecewa di cerita sebelumnya wkwkwk

Makasih,
Dii

Between Lust And Lies Where stories live. Discover now