18

115 18 3
                                    

bugh

Sing kerahkan kekuatan terbesarnya guna memberi jayyan pukulan dirahang. Luapan emosi Sing telah mencapai ubun-ubunnya, dia marah bukan hanya ucapan belaka.

Disaat ia membayangkan akan seberapa lebam dan ngilunya muka Jayyan akibat bogeman mentah yang diberikannya, sosok tinggi justru mengambil alih tempat eksekusi pemuda berkacamata itu.

Barangkali takdir membuat ketiganya berpapasan sampai akhirnya Wain yang menggantikan kesakitan Jayyan, pukulan tadi Sing timpakan untuknya dan Jayyan pun selamat dari ancaman beruntun.

"wadidaw! ngapa malah kena orang lain, sih?!" Sing terbelalak. Dirinya sungguh terkejut kala menangkap tubuh penuh otot itu terhuyung namun tidak sampai jatuh karena tindakannya barusan.

Jayyan menatap Wain tanpa kedip. Pikirannya bercabang lantaran pemuda tinggi berotot itu laksana perompak kapal yang telah membebaskannya dari sebagai seorang tawanan. Pertama, Jayyan terselamatkan oleh pukulan Sing yang geram terhadapnya. Kedua, melihat Wain dalam jarak sedekat ini seketika mengobati mood Jayyan yang tadinya kesal jadi melumer.

"lo--- siapa?" Tanya Sing.

Jayyan terjingat. Ah, dia melupakan tabiat bocah curut itu yang kerap bicara dengan nada cempreng. Jayyan mengamati perubahan dari raut wajahnya. Sing terlihat ketakutan saat Wain memangkas jarak diantara mereka.

"hah?!" Dengan culasnya, Wain mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi kemudian mendorong tangan terkepal tadi ke arah wajah Sing.

bughh

Tubuh cungkring yang mendampingi tinggi tak seberapa Jayyan sontak terjerembab jatuh ke lantai. Dengan posisi tengkurap Sing meringis menahan malu dihajar seseorang tepat dihadapan Jayyan yang beberapa saat lalu juga ia tumbangkan.

"sekarang impas,"

"kuat juga pukulan lu," Sing bangkit berdiri. Sing memijat dagu berpura-pura jika pukulan tadi tidak memberi dampak apapun.

"mau bertaruh?" Wain memberi penawaran. Tentu disertai senyum miring yang tampak menggemparkan seluruh dada Sing.

"GAK-GAK! APA LU GAK LIHAT MUKE GUA AMPE BONYOK BEGINI, HUH?" Sing lantas mengakui kesakitannya. Buat apa ia bertahan kalau ujung-ujungnya kena tonjok untuk kedua kali. "sini bang jay!" Ucapnya sambil mengulurkan tangan membantu Jayyan.

"GAK!" Jayyan menolak kebaikan Sing.

Mungkin uluran tangan Sing bukan bermaksud mengajukan permintaan maaf pada Jayyan melainkan untuk menutupi rasa malunya saja.

"LUPA LU BARUSAN NONJOK GUA AMPE KACAMATA GUA PATAH, CIL?! DASAR BOCAH EDAN!!" Sungut Jayyan sembari memperbaiki seragamnya. Dia tidak sudi melihat Sing. Alangkah bagusnya tatapan Jayyan melongok ke pemuda dengan tindik dialis kanannya itu.

Muka dia kayak gak asing. Gue pernah lihat, tapi dimana...

"lu syapa abang gamtenk? kenalan dungs." Sapa mendayu-dayu Sing.

"geli tuyul!" Maki Jayyan.

"apa lu nyaut-nyaut!" Sing melengos dan mendekati Wain mau cari muka. "hehehe, emang tuh orang agak lain dari yang lain. maklumin aja bang,"

Jayyan mengamati Wain dengan teliti. Bola matanya melotot memindai dari ujung kaki hingga kepala cowok kekar itu. Wain bergidik saat Jayyan mengendus-endus macam anjing pelacak. Apa gerangan cecunguk itu?

"Gue kek pernah ketemu lo sebelumnya. kita saling kenalkah?"

"menurut lo?" Wain menjeling galak. Jayyan otomatis mundur selangkah. "sok asik!"

"astagfirullah, gini amat cobaan jayyan, ma. gak sing, gak tales, gak lu, semua pada ngeselin. emang yang paling bener, tuh, cuma gua ama mbak dita karang." Gerutu Jayyan.

Rungu Sing saat mendengar nama calon bininya disebut-sebut langsung sensi. Tidak menghiraukan Jayyan adalah kakak kelasnya, Sing lantas menampar lengan pemuda itu dengan kuat.

"dita punya gua!"

"punya gua! lu sama talos aja sana! sodaraan ama di---"

"mphhh!" Sing segera menyumpal mulut yang gemar selca melet-melet itu menggunakan dasi pemiliknya sendiri. Jayyan memberontak. "ihhh! apaan sih, lu, mak susi lestari, maen bekep mulut gue segala? situ caper??"

"IDIH!" Pekik Sing. "tadinya sih ya, tapi pas tahu kalau kita kemusuhan jadinya gak."

"terus kenapa lo gak bolehin gue ngomong?"

"nanti si--- noh," lidah Sing mendorong gusinya ke arah cowok yang dari tadi menyinak. "Bisa tahu terus kepo."

"bener juga, sih, apa yang lo bilang." Jayyan ikut-ikutan mencuri pandang.

"gue udah tahu semuanya." Ungkap Wain dingin. Sebenarnya dia tidak tahu apapun. Wain hanya ingin menambah durasi tontonan adu mulut mereka.

"eh?! maksud lo soal talos?!!" Tanya Jayyan karena latah.

"te ... pos?" Wain mengkorek-korek kupingnya.

"TALOS!" Gereget Jayyan. "hantu aki-aki yang menjabat jadi duda karena selalu muncul mendadak tanpa pasangan itu."

"oh, namanya tostos?"

"TALOS ATUH AKANG KASEP EUY!" Sing menggaruk-garuk rambutnya merasa kesal sekaligus karena belum keramas sejak bulan lalu. Jangan ditanya sebau apa, Sing itu anak dekil. "gemes gue sampe mau mencumbu."

Wain langsung menatapnya secara menusuk.

"ampun, bang. canda."

Wain lalu mendesah panjang. "gue juga beberapa kali dikejar hantu itu. sempet hampir kena, tapi berhasil lari."

Jayyan dan Sing mangut-mangut.

"wain." Tiba-tiba cowok kekar itu mengulurkan tangannya.

Tidak ingin membuat Wain menunggu, Jayyan segera mengusap telapak tangannya ke blazer sebelum bersalaman. "Gue jayyan. ini sing. tapi gue suka panggil dia, cil, bocil. atau gak panggil singkong aja."

"ngadi-ngadi. jangan rusak citra gue didepan abang ganteng ini, dong, bang!" Gertak Sing.

"bodo amat!"

"BANG JAY!"

"SINGKONG!"

Keduanya berseteru untuk kesekian kalinya sementara pada lain sisi Wain diam-diam mengukir secarik smirk.

jayyan. namanya jayyan. dia salah satu temen deketnya hyunsik, bisa gue manfaatin.

***

Petak Umpet || Xodiac Where stories live. Discover now