[ Chapter #7.1 ]

1 0 0
                                    

Pagi ini Ahzarel bangun tiga menit sebelum jam bekernya menyala dan tersenyum ketika melihat ada pesan masuk dari Arestha di ponselnya, bukan untuk menyuruhnya mencoret tanggal di kalender tapi bertanya apa tidurnya nyenyak. Selepas membalas pesannya, dia memakai sandal rumahnya lantas turun ke bawah dan menemukan ibunya sedang mempersiapkan sarapan di dapur.

"Pagi, Bu!"

"Ada kabar dari Arestha? Akhir pekan ini bisa ikut makan malam di rumah?" tanya Ibu sambil menyiapkan beberapa lembar pancake di piring saji.

"Beres, Bu. Dia bilang udah kangen sama masakan Ibu."

"Jadi, kamu akhirnya milih yang mana, Rel?"

Ahzarel mengulum senyum sambil melumurkan selai cokelat di atas pancake­-nya. "Kira-kira yang mana?"

Ayah baru tiba dari kamar dengan wajah lusuh dan duduk di kursinya, kemarin tugas liputannya cukup berat. Ibu selesai memasak dan ikut duduk setelah menuang susu di atas tiga gelas di meja. Mereka sudah siap untuk sarapan dan saling berbagi cerita soal hari masing-masing termasuk keputusan Ahzarel untuk menghentikan hubungan backstreet bersama Arestha, mereka bisa menjadi sepasang kekasih yang bebas sekarang. Dan tentunya, mempertahankan jabatannya sebagai ketua Jurnalitik. Track record-nya yang bagus selama setengah semester membuatnya mendapat persetujuan forum untuk berpacaran.

Syarat yang konyol. Aletha yang dulu mengajukan syarat itu, sudah beberapa hari ini tidak bisa ditemuinya di sekolah.

"Tha, bekal buat Arestha jangan lupa!"

Ahzarel kembali masuk ke dapur setelah selesai memakai sepatunya. Ibu geleng-geleng karena anak semata wayangnya itu malas membuka kembali sepatu yang dibalas dengan kekehan singkat.

"Ingat janji akhir pekan?"

"Siap, Bu!" dia melesat ke halaman, mengayuh sepedanya pergi menjemput Arestha untuk berangkat bersama ke sekolah.

Cewek itu sudah siap di depan gerbang rumah kostnya dengan senyum merekah di wajah. Saling bercerita tentang tugas-tugas mata pelajaran, guru killer, rencana makan siang dan Aletha. Keduanya tiba di halaman untuk memarkir sepedanya dan berjalan menuju ruang UKS.

"Satu minggu dia nggak keliatan mondar-mandir ke ruangan UKS."

Ahzarel duduk di tepian tempat tidur. "Aneh, dia juga tidak keliatan di basecamp bahkan setelah forum menghilangkan syarat konyol ketua Jurnalistik itu."

"Kamu percaya Aletha bikin syarat konyol itu buat bikin kita...?"

"Entah." Ahzarel tersenyum menanggapi pernyataan Arestha.

Brugk!

Suara pintu ruangan UKS terbuka lebar dan mereka seperti sudah bisa menebak siap yang membukanya. Tapi tidak ada Aletha di sana, melainkan Zeth Althaf dengan wajahnya yang penuh kecemasan.

"Sorry, nggak maksud," napasnya yang memburu membuat dia tidak bisa menjelaskan apa maksudnya, tapi tangannya menunjuk pintu dan jelas dia tidak bermaksud membukanya dengan kasar. "Ada yang lihat Aletha?"

Ahzarel dan Arestha menggeleng.

"Kenapa?" Ahzarel yang bertanya.

"Ceritanya panjang, yang pasti aku butuh kalian buat nemuin di mana mereka berada."

"Mereka?" Arestha tidak mengerti.

"Kalian nggak masalah kan, bolos upacara sekali ini aja?"

Keduanya ingin terkikik tapi mengangguk juga. "Ini yang kedua tepatnya."

"Tha, sepertinya kamu harus bawa antiseptik, obat merah sama kasa, atau kotak P3K-nya aja sekalian."

"Zeth!"

Bring Me Back To YouTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon