[ Chapter #6.2 ]

1 0 0
                                    

Seharusnya sesore ini, hantu masih sibuk berdandan dan belum mulai menakut-nakuti manusia tapi Arestha mendengar ada suara-suara aneh dari gudang. Tempat yang beberapa bagiannya tertutup ilalang itu terletak tak jauh dari halaman parkir sepeda. Arestha ingin segera mengayuh sepedanya untuk pergi pulang tapi apa daya sudah dua hari ini Zeth yang mengantarnya pulang pergi sekolah karena sepedanya rusak.

"Kenapa, Tha?" Zeth muncul dan menangkap gurat kecemasan di wajah Arestha, gurat yang kemudian berubah menjadi raut terkejut ketika dia mendapati Zeth berjalan bersama satu-satunya orang yang paling ingin dihindarinya, Ahzarel. "Rumah kalian searah, kan?"

Zeth ini pura-pura bodoh atau memang benar-benar tidak tahu, Arestha gagal paham. Suara-suara aneh itu terdengar kembali oleh Arestha. Bukan lagi suara berdentam seperti orang terjatuh tapi isak tangis. Suara orang menangis. "Ada yang denger suara orang nangis?" tanyanya membuat kedua cowok itu terdiam.

"Eh iya, ada."

Ahzarel tidak menjawab sekalipun dia juga mendengar suara itu.

"Suara perempuan, dari gudang sana."

Zeth tersentak. Suara itu seperti suara perempuan yang ditemukannya pingsan di sebuah jalan. Suara itu mengingatkannya pada seseorang. "Jangan-jangan," desisnya tertahan.

"Kenapa, Zeth?"

Arestha dan Ahzarel memandang Zeth dengan waspada.

"Sebaiknya kalian berdua pulang duluan. Aku nggak tahu ini akan lama atau sebentar." Dia bergegas pergi tapi bukan ke gudang melainkan ke koridor sekolah. Urung. "Tha, ruang UKS belum dikunci, kan? Oh ya, kamu pulang boncengan sama Ahzarel aja ya, aku bakal butuh sepeda itu."

Arestha hanya mengangguk tanpa bertanya apa-apa lagi. Semua pertanyaan tentang kondisi yang serba salah ini memang muncul di benaknya tapi mulutnya mendadak kelu ketika menyadari pacar rahasia yang sudah lama tidak saling tanggap dengannya itu berdiri tepat di sampingnya.

"Aku nggak tahu apa yang terjadi."

"Nggak nanya," sahut Arestha ketus sambil berlalu.

"Tha, sepedanya di sini."

"Angkot."

"Dua kali naik, jalannya memutar."

"Bodo!"

"Tha, aku yang salah."

Langkah kaki Arestha berhenti. Dia enggan menoleh tapi dengan hanya melihat mata Ahzarel, Arestha tahu apakah cowok itu sedang berkata dengan tulus atau tidak. Ketika berbalik, Ahzarel tersenyum padanya. Senyum yang sudah lama tidak menyapanya. Dia rindu wajah itu.

"Aku bonceng!" tawarnya.

"Aku yang kayuh, kamu yang duduk di belakang."

"Tha," Ahzarel memprotes.

"Naik!" tapi Arestha terlanjur naik di sepedanya. Mau tidak mau, Ahzarel naik di jok kedua tapi dengan posisi tubuh membelakangi Arestha.

Sepeda mereka mulai berjalan, melewati jalanan utama yang ramai dan mulai memasuki daerah perumahan. Tak ada percakapan apa-apa di antara mereka tapi keduanya saling mengembangkan senyum tanpa diketahui satu sama lain.

"Bodoh!" di halaman parkir sekolah, Zeth menatap cewek yang mengintip dari jendela gudang itu dengan kasihan. Di tangannya, ada kotak P3K baru yang pagi tadi digunakan orang yang akan menggunakannya lagi sore ini.

***

Ada Zeth yang duduk sendirian di kursi berwarna merah itu, yang refleks menoleh ke arah Arestha tiba. Wajah itu tersenyum dan senyum itu sering kali mengingatkannya pada Ahzarel.

Bring Me Back To YouWhere stories live. Discover now