🌸CHAPTER 32🌸

22 9 0
                                    

32. Kenyataan Pahit

"Aku tidak tahu bagaimana perasaanmu yang sebenarnya padaku. Tapi meski begitu kamu harus tahu bahwa aku benar mencintaimu."

Yang dilakukan Nana sekarang hanya duduk diam di meja belajar, mengabaikan buku tugas yang ia letakkan sembarangan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Yang dilakukan Nana sekarang hanya duduk diam di meja belajar, mengabaikan buku tugas yang ia letakkan sembarangan. Karena ia benar-benar tidak bisa fokus mengerjakan karena pikirannya sedang memikirkan banyak hal. Nana menarik nafasnya dalam-dalam, sampai kini Maya belum juga pulang. Karena kemarin setelah bertengkar Maya pergi lagi tanpa berpamitan. Jujur saja Nana merasa bersalah dan menyesal telah menaruh curiga tanpa mau mendengarkan penjelasan, dan wajar saja bila Maya sampai kecewa hingga demikian.

Meraba kembali ponsel yang ia letakkan di samping buku paket kimia, Nana memeriksa pesan yang ia kirim kemarin malam. Ternyata sampai sekarang Lio belum membalas pesan yang ia kirimkan. Tentu Nana penasaran dimana lelaki itu berada, tidak mungkin Lio meninggalkan ia tanpa alasan. Tapi Nana tidak bisa bohong jika kini pikirannya benar-benar bercabang hingga kemana-mana. Entah kenapa perasaannya jadi tidak enak secara tiba-tiba. Nana mengacak-acak rambutnya hingga berantakan, begitu lelah memikirkan masalah yang tidak pernah ada penyelesaian.

Lantas Nana teringat akan satu hal, kejadian di kantin tadi tidak bisa ia lupakan. Nana pun menolehkan kepala ke belakang menatap jaket Febryan yang ia gantung di dekat seragam. Lalu teringat kembali ucapan yang ia lontarkan. "Gue juga nggak butuh dia." Entah kenapa kalimat itu terus terngiang di kepala.

Apakah Rescha merasa kecewa, karena ketika Nana ada masalah selalu datang padanya dan kemudian mengatakan hal yang tidak seharusnya. Nana benar-benar meruntuki kesalahan yang ia lakukan, lalu harus bagaimana Nana menghadapi Rescha sekarang. Padahal hari ini lelaki itu sudah bersikap baik dengan mendengarkan segala keluh kesah yang ia rasakan, bahkan lelaki itu sampai meminjamkan pundak hanya untuk dijadikan sandaran.

Namun lamunan Nana langsung buyar kala suara bel pintu terdengar. Kira-kira siapa yang malam-malam seperti ini datang berkunjung. Dengan langkah lunglai Nana tetap saja turun ke bawah membukakan pintu, siapa tahu ada tamu penting. Nana benar-benar dibuat terkejut kala tahu siapa yang kini berdiri di hadapan, ia diam sebentar. Orang itu, yang punya senyum paling menenangkan. Sosok yang ia rindukan sampai seharian, dan sosok yang tiba-tiba saja tidak ada kabar. Sekarang telah berdiri tepat di depan. Nana tersenyum lalu memeluk orang itu erat-erat. Kekasihnya datang, dan itu berhasil membuat ia merasa tenang.

"Na, kok-"

"Sebentar ... cuma sebentar." Entah kenapa akhir-akhir ini Nana sensitif sekali, ia jadi mudah menangis. Melihat Lio yang kini berada di rumahnya membuat perasaan haru dan juga senang. Hanya melihat sosok itu saja rasanya masalah yang Nana rasakan langsung hilang. Jika boleh Nana ingin sekali Lio tetap berada di sini saja, tidak perlu pulang. Karena kehadiran lelaki itu berdampak sangat besar bagi Nana. Berkat lelaki itu Nana tidak takut sendirian karena kini dia punya teman.

Different FeelingsWhere stories live. Discover now