❇ | 20.

17.5K 998 1
                                    

‧°𖦹。⋆After Night That⋆。𖦹°‧

Seperti mimpi. Andai bisa, Senna ingin sekali menganggapnya begitu. Terbangun di atas tempat tidur di mana sudah ia katakan sebelumnya, bahkan sekalipun-ia tidak akan pernah bermimpi untuk tidur di sana.

Tempat milik sang kakak.

Senna sungguh tidak pernah ingin menyentuhnya.

Tidurnya nyenyak, tubuhnya bersih, yang benar-benar masih tersisa adalah ingatan juga bekas kecup lelaki itu. Di lehernya-pun rasa yang masih tertinggal di bibirnya.

Matahari telah hampir naik di atas kepala saat ia terbangun sendirian. Melupakan putra kecilnya yang harus di urus. Tubuhnya hangat, kepalanya pusing. Kendati begitu masih ada untung yang kemudian ia syukuri, mengetahui bahwa Janu tidak benar-benar mengambil langkah jauh keluar dari zona aman.

Namun tetap saja, rasa sesal yang berkecamuk baru saja di telan habis-habisan.

Sudah dua malam ini Janu tidak menampakkan muka. Lelaki itu tanpa kabar meninggalkan rumah. Menyibukkan diri sebagai bentuk penghindaran. Lagi. Kali ini olehnya.

Untuk dua orang yang pernah mencintai dan menghormati Fayazana, mereka berdua benar-benar telah di timpa rasa bersalah, bingung oleh perasaan rancu yang berkecamuk-memenuhi rongga dada.

Malam itu adalah sebuah kesalahan. Mereka lebih suka menyebutnya begitu, pun debar tidak biasa yang mulai dirasakan oleh keduannya.

🕊💭

Janu jelas menyadari ada yang salah pada dirinya, tapi kali ini sungguh tidak bisa ia pahami dengan mudah.

Telinganya berdengung sementara pikirnya melalang buana entah kemana. Penjelasan yang sedang diterangkan di depan sana tidak satupun berhasil tertangkap otaknya.

Satu persatu orang yang hadir di pertemuan siang hari ini mungkin menyadari ketidakfokusan nya itu.

Sampai getar pada ponsel berhasil menarik perhatiannya. Janu terkejut saat nama Senna muncul sebagai pemanggil.

Untuk pertama kalinya dia menjeda jalannya pertemuan hanya untuk terburu-buru keluar dari ruangan guna mengangkat panggilan dari adik iparnya itu.

Setelah tiga hari berlalu, siapa yang menduga bahwa Senna akan menghubunginya tiba-tiba seperti ini.

Baru saja akan menjawab Janu tercengang begitu panggilan sudah lebih dulu di akhiri. Dia benar-benar mematung selayaknya orang dungu memandangi ponselnya sampai kemudian satu notifikasi masuk dari orang yang sama.

Senna:
Ibu mengirimi ku pesan pagi ini, katanya beliau sedang sakit. Karena itu aku akan pulang.

🕊💭

Waktu terbenamnya matahari sudah lewat beberapa menit yang lalu tapi bekasnya masih saja tertinggal di kaki langit sana; tampak merah keunguan memantul di awan Altocumulus. Itu sungguh indah sekali.

Setelah tiga hari meninggalkan rumah, Janu memutuskan untuk pulang malam ini. Lagi-lagi merenung meratapi ketidakjelasan hatinya.

"Mereka sudah pergi sejak siang tadi." Adrian yang sedang fokus menyetir buka suara.

"Dia membawa Ajiel bersamanya?"

"Ya." Lelaki paruh baya itu mengangguk. Sesekali matanya melirik dari kaca depan, memperhatikan kegundahan Janu yang tidak ada habis-habisnya belakangan ini.

"Paman kau ingin mengatakan sesuatu?"

"Ya?"

Kali ini kepala Janu tertoleh ke depan, tidak lagi memperhatikan langit yang telah mulai kebiruan di atas sana.

Pria tua itu terkekeh, "Bolehkah aku mencampuri urusan tuanku?"

Janu mendengkus. "Kau bahkan banyak turun tangan di beberapa momen hidupku. Di banding Ayah, kau yang paling mengenali bagaimana aku."

Adrian hanya tersenyum simpul.

"Itu saat kau masih di usia awal dua puluhan, masih belum terlalu matang. Tapi kini, Tuan muda sudah dewasa. Aku pikir, keputusan yang kau ambil itu adalah pilihan terbaik."

Kepala Janu kembali tertoleh ke arah luar. Termenung, meresapi apa yang baru saja di katakan oleh pria paruh baya itu.

"Kalau begitu-"

Adrian kembali melirik dari kaca depan.

"-Haruskah kita pergi menyusul mereka?"

Tbc.

Double update! Suka tidak?

Replace[END]✔Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz