03 🕷️ Tortured by Feitan Portor

137 10 7
                                    

Sudah tidak diragukan lagi bahwa kedudukan Feitan Portor sebagai tangan kanan pimpinan Genei Ryodan sekaligus tukang siksa bukanlah isapan jempol belaka. Duduk di sebuah kursi dalam keadaan terikat dengan rantai, aku dibuat terus berteriak sejadi-jadinya kala menerima siksaan dari manusia yang selama ini aku idolakan.

"Penjahat sama saja penjahat, Reist." Ucapan Deefy sebelumnya pun terngiang-ngiang di pikiranku saat ini. Tidak salah memang. Feitan Portor adalah seorang penjahat yang apatis dengan segala hal kecuali jika mengenai Genei Ryodan. Baginya sekarang, aku hanyalah orang asing yang menargetkan Genei Ryodan dan patut dimusnahkan. Namun, tentunya tidak akan segera dibunuh. Mengumpulkan informasi sebanyak mungkin juga tugas dari organisasi mereka. Dan tugas Feitan untuk melakukan penyiksaan agar korban bisa dikeruk informasinya.

".... Jika saja kau bertemu dengan mereka dan melihat kebengisan mereka secara langsung, rasa kagummu mungkin akan berubah menjadi rasa benci."  Ucapan Deefy lagi-lagi terdengar di dalam otakku.

Sial. Apa yang ia katakan memang benar adanya. Feitan Portor bengis, tak punya hati, penyiksa. Sedikitpun ia tidak berkedip ketika mulai mengiris-iris kulitku dan membiarkan darahnya merembes keluar secara perlahan. Tidak luput juga kuku di tangan yang dicabut olehnya satu persatu.

Dalam kondisi ini otakku tidak bisa dibuat berpikir. Terlalu sakit hingga aku hanya mampu berteriak nyaring dan menangis terisak. Ingat, mungkin aku memang sudah hidup puluhan atau bahkan ratusan tahun jika digabung dengan usia lamaku sebelum berpindah dimensi. Namun, tubuhku saat ini adalah tubuh anak perempuan dengan usia dua belas tahun. Rasa sakitnya menjalar ke seluruh tubuh karena Feitan mengiriskan ujung pisaunya ke banyak tempat di tubuhku. Lengan dan punggung, perut dan paha, kaki dan betis. Hampir semua kulitku sudah dijamah oleh ujung pisaunya.

"Aku akan mulai menguliti tubuhmu jika kau tidak memberikan alasan yang benar." Feitan mengancam.

Tidak, itu bukanlah ancaman. Ia akan benar-benar melakukan hal itu seperti yang sudah terjadi pada diriku saat ini.

"B-Bagaimana ... dengan Deefy?" Aku bertanya, terbata-bata karena hembusan napas yang tidak beraturan.

"Deefy?" Feitan bertanya.

"Te ... man y-yang–"

"Oh, jangan khawatir. Gadis itu juga akan mendapat giliran."

Aku menangis lagi. Bukan karena rasa sakit di tubuhku, melainkan rasa bersalah yang terpupuk di dalam hati. Karena salahku yang terobsesi pada Genei Ryodan hingga membuat Deefy terbawa dalam masalah ini.

"S-Sudah kubilang, bukan? Aku tidak tahu–Ah, mungkin aku tahu. Namun, tujuanku mencari informasi tentang kalian bukanlah untuk menjadi musuh. Aku ingin menjadi bagian dari kalian." Kali ini, aku mengucapkannya dengan sungguh-sungguh sambil menahan rasa sakit di sekujur tubuh.

Wajah Feitan tampak tidak menarik. Jubah yang menutup area mulutnya dan hanya menyisakan bagian hidung ke atas itu memberikan ekspresi yang tidak dapat tergambarkan. Keningnya berkerut, tatapan matanya memicing, menyipit dan memandangku yang posisinya lebih rendah darinya dengan kepala sedikit terdongak. Posisi yang benar-benar memperlihatkan keangkuhan dirinya. Seakan diriku begitu rendah dan tak ada harganya. Jelas, itu bukan hanya seakan. Bisa kubak bahwa isi otaknya memang demikian.

"Anak kecil sepertimu menjadi bagian dari kami?" Feitan berkata. Suara pria itu memiliki volume yang rendah. Namun, tetap bisa terdengar jelas. Persis seperti suara Feitan yang pernah kudengar di dunia lamaku. Aku tersenyum. Feitan ini benar-benar adalah Feitan.

Sekali lagi aku mendongak, menatap wajah Feitan yang sama sekali tidak tertarik untuk membiarkanku hidup. "Jangan mengejek sebelum kau tahu kekuatan asliku bagaimana."

Listen To Me, Fei! (Hunter X Hunter FF | Feitan X OC)Where stories live. Discover now