15

10 2 0
                                    

"Beberapa orang terlahir seperti halnya laut, dalam dan sulit ditebak perasaannya seperti apa"
--Lavender--


Januartha menutup kedua telinganya menggunakan dua tangan, tubuhnya pun dibalut selimut tebal dari ujung kaki sampai kepala, lumayan meredam suara Pradipta yang amat sangat menggangunya.

"Bang ayo dong Bang," rengek Pradipta.

"Bilangin Ibu nih gak mau nganterin gue," ancamnya.

"Pergi sendiri aja, gak usah rusuh!" geram Januartha.

"Gak mau, gue maunya sama lo," kekeh Pradipta.

"Lo juga nanti ketemu Ibu di sana! minta antar Ibu aja sekalian ke poli giginya, itu juga kalau gak malu, badan segede kuda nil giliran ke Dokter minta ditemenin," cela Januartha. Karena kesal dengan sikap Januartha, Pradipta memilih menghubungi nomor tantenya, yang tidak lain adalah Ibu dari Januartha.

"Halo Ibu, Bang Janu gak mau nganterin Dipta nih ke Dokter gigi, padahal waktu itu dia bilang sendiri depan Ibu katanya mau nganterin," adu Pradipta.

"Gila emang!" desis Januartha, dia membuka selimutnya menatap tajam Pradipta yang ternyata sedang memperhatikan dirinya, Januartha memberikan isyarat berupa hitungan mundur dengan jari-jarinya, membuat Pradipta ketar-ketir seketika.

"Ibu kayaknya gak jadi deh, tadi Dipta salah paham aja hehe, udah dulu ya Ibu sampai ketemu nanti di sana," tutur Pradipta, segera menutup sambungan telepon. Pemuda itu menarik kedua sudut bibirnya, menampilkan senyuman kaku.

"Cepat sana keluar kamar, kalau gak gue tendang lo!"

Dengan terbirit-birit Pradipta lari saat itu juga, meninggalkan singa yang berhasil dia bangunkan dari tidurnya. Januartha sendiri hanya bisa mengacak-acak rambutnya kesal, kepalanya terasa pengar karena tidur yang terganggu Pradipta.

"Bang gue tunggu di mobil ya, mandinya jangan lama," kata Pradipta yang menyembulkan kepalanya dari balik pintu yang dia biarkan terbuka sebagian.

Januartha yang kepalang emosi, melempar bantal miliknya tepat mengenai jidat Pradipta.

"Lo kalau banyak ngomong mulu gue cabut sendiri nih giginya pakai linggis!" ancam Januartha, membuat Pradipta yang ketakutan segera pergi menutup pintu kamar Januartha pula.

Januartha yang berniat pergi ke kamar mandi malah teralih fokusnya, kini mata dia menatap tanaman kaktus dalam pot bunga berukuran kecil, yang sengaja disimpan dimeja depan pintu kaca menuju balkon, agar terkena pancaran sinar matahari.

"Udah lama banget, akhirnya gue ketemu Dyah lagi," gumam Januartha.

Januartha mendekat ke arah kaktus sukulen yang hanya ada satu-satunya tanpa ditemani tanaman lain.

Saat itu, beberapa hari sebelum dirinya dan Pitaloka bertengkar lalu memutuskan berpisah, keduanya sempat mendatangi toko bunga bersama, dalam keadaan baik dan masih saling mengasihi satu sama lain. Meskipun secara bersamaan juga sebenarnya Januartha tengah menjalani hubungan tanpa status yang tidak menentu bersama Kinanti, memberi perhatian lebih kepada teman baik Pitaloka pada masanya itu, tanpa pengetahuan sang kekasih.

Januartha ingat betul, kala itu Pitaloka bilang menginginkan bunga lavender namun sayangnya bunga tersebut cukup sulit ditemukan lantaran masih jarang orang yang membudidayakannya.

Akhirnya karena tidak tega melihat kesedihan yang tersirat di wajah gadis itu, Januartha pun berinisiatif membelikan Pitaloka bunga lain, saat Pitaloka sibuk mengelilingi toko bunga dengan tujuan mencari bunga selain lavender yang dapat menarik perhatiannya.

Lavender Where stories live. Discover now