Hanya Angan Tanpa Wujud

9 0 0
                                    

"Luka tak selamanya tentang darah dan terlihat. Kadangkala, luka hanya bisa dirasa sakitnya namun tak
berdarah juga terlihat."




"BARU PULANG?!?"
Baru saja Aga membuka pintu utama rumahnya dan hendak melangkah masuk. Bukannya salam hangat atau kekhawatiran yang ia dengar, melainkan sentakan keras dari sang kakak.
"Darimana aja? Seneng udah bisa ngelayap kemana-mana?"
Lagi, Aga hanya menundukkan kepalanya dalam mendengar perkataan yang kakaknya lontarkan pada dirinya.
"Kenapa ga jawab? Udah berani ngelawan gue sekarang lo?"
Aga mencoba mengangkat kepalanya pelan. Mata indahnya terlihat sedang menahan air mata agar tidak terjatuh di hadapan sang kakak. Ia harus terlihat kuat, karena jika dia menangis, maka ia akan semakin di marahi dan di sakiti.
"Tadi gue lama nunggu bis buat pulang."
Aga menahan rasa takut, marah, dan sakit hatinya saat melihat sang kakak yang semakin berjalan mendekat ke arahnya membawa sebuah bantal sofa tempatnya duduk tadi.
BUGH!
Lagi, suara itu. Kembali Aga rasakan perih dibagian pipinya. Ia sebenarnya sudah tau kalau sang kakak akan melayangkan bantal itu padanya. Tapi tetap saja ia kaget dan tak percaya apa yang baru saja ia lihat dan ia rasakan.
"Mau jadi apa lo? Setidaknya lebih berguna sedikit jadi manusia!"
Rasa sakit yang semakin membuatnya sesak berusaha ia tahan meskipun kini buliran air mata itu telah berhasil lolos membasahi pipinya.
"Nangis? Cuma itu yang lo bisa? Lo mau cari simpati dengan air mata lo itu?"
Aga sudah tak kuat lagi, ia terisak karena dadanya semakin sesak. Ia mencoba melangkahkan kakinya berjalan menuju kamar dan berusaha tak menganggap keberadaan sang kakak.
"LARI LAGI LO? CUCI PIRING TRUS BERESIN RUMAH BARU LO BOLEH ISTIRAHAT!"
Teriakan kakaknya tak lagi ia hiraukan. Saat ini ia hanya ingin menumpahkan segala sesaknya dalam tangis di dalam kamarnya itu.
Aga sedikit berlari menuju tangga lalu menaikinya dengan tergesa agar cepat sampai ke kamarnya.
Sesampainya di kamar ia segera melemparkan dirinya ke kasur kesayangannya yang selalu menemani setiap tangisnya.
Aga menengelamkan wajahnya pada bantal hello kitty yang terlihat tak lagi baru.
Tangis pilu terdengar memenuhi ruang kamarnya yang bernuansa biru muda dan putih.
Aga mengangkat sedikit kepalanya. Ia perhatikan foto keluarga yang tergantung di dinding kamarnya. Ia lihat dengan seksama dirinya didalam sebuah foto yang berbingkai putih itu.
"Ngapain lo disana? Lo bahagia ada disana?" tanya Aga pada gambaran dirinya yang terlihat tersenyum indah didalam foto.
"Apa lo pernah ngerasain benar-benar ada diantara mereka selain difoto itu?" lanjutnya sembari terisak.
"Kapan kita pernah ada diantara mereka sebagai keluarga? Bukankah kita hanya orang asing saja sejak dulu?"
Kita, Aga menyebut dirinya semasa kecil dan dirinya yang sekarang. Dirinya yang berada di foto itu adalah gadis kecil berusia 13 tahun.
Aga mencoba mendudukkan dirinya lalu beralih melihat foto dirinya yang berusia 4 tahun yang ia letakkan di meja sebelah tempat tidurnya.
Aga mengambil foto tersebut lalu mengusapnya pelan.
"Kenapa lo bertahan sampai hari ini? Bukankah sakit menahan semua sendiri sejak lahir? Bukannya semua orang udah ngasih tau bahwa sejak lo lahir, lo itu ga pernah diharapin? Terus kenapa lo bertahan dan memasang senyum palsu selama bertahun-tahun lamanya? Kenapa lo nekat jalanin semuanya sendirian sampai hari ini, Aga? KENAPA?!?"
Aga kembali terisak karena ia mengingat betapa dalam sakit yang ia rasakan sejak ia masih sangat kecil.
Sejak ia berumur satu hari, ia sudah harus mengalah pada kakanya yang kata orang-orang saat itu kakaknya lebih membutuhkan perhatian lebih.
Ia kembali mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamarnya, melihat foto-foto dirinya yang sengaja ia pajang di setiap sudut kamarnya guna mengingatkan dirinya bahwa ia telah bertahan sejauh ini dan tumbuh sebesar ini sendirian.
Bukan karena ia hidup sebatangkara, tapi ia harus mengalah dan selalu sendiri untuk menjalani apapun yang menjadi bagian dari perjalanan hidupnya selama 16 tahun.
"Apa yang lo harapin, Aga? Kasih sayang? Perhatian? Harapan untuk menjadi bagian dari mereka secara nyata? Itu cuma angan lo aja, Agatha. Angan yang ga bakal terwujud sampai kapanpun."






BERSAMBUNG.....

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 22, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AGATHAWhere stories live. Discover now