Mrs. Seven

8K 231 57
                                    

Gadis itu mengerutkan keningnya sempurna, tampak berpikir keras. Kemudian jemarinya dengan lincah dan sangat bersemangat kembali mengetik di laptopnya. Sesekali terlihat gadis itu menyapu poninya ke belakang, membetulkan letak kacamatanya kemudian kembali mengetik di laptopnya.

Aku selalu penasaran, apa sebenarnya yang sedang ditulisnya. Gadis itu tak cantik tapi menarik setidaknya menurutku, kulitnya tak putih namun tak bisa juga di bilang hitam. Wajahnya bulat telur, matanya sangat menarik, tajam dengan bulu mata tebal dan alis yang pas dengan matanya.

Seven Eleven, disini pertama aku melihat gadis itu. Entah kenapa, aku seperti kecanduan untuk melihatnya. Apa ini yang namanya cinta pada pandangan pertama?

Arrrrrrrrghhhh, sepertinya aku sudah gila.

Apa gadis itu tak bosan datang ke tempat ini, karena bisa dipastikan setiap hari tanpa jeda selalu ada di tempat ini. Dengan posisi yang sama dan kegiatan yang sama pula. Hari ini gadis itu memakai kemeja kotak-kotak tampak kebesaran di badannya, celana pensil biru tua dan sepatu converse kombinasi hitam dan putih. Ada yang beda pada tatanan rambutnya yang biasa digerai berantakan, hari ini di kuncir kuda.

Dengan segelas kopi ditangan, aku mulai berjalan keluar untuk mencari tempat duduk tapi sepertinya hari ini Seven Eleven sangat penuh. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling tempat ini, tapi tak ada satupun kursi kosong.

Hanya ada satu kursi, tepat di depan gadis tomboy yang sudah membuatku selalu pulang dari kantor dengan terburu-buru. Mungkin memang benar aku sudah gila. CEO perusahaan bonafit, nongkrong di tempat anak-anak ABG biasa ngumpul demi Wi-Fi dengan kemeja dan jas lengkap seperti ini.

Aku menarik kursi di depannya tanpa permisi. Hey ini tempat umum, aku tak harus meminta izinnya walau seberapa tertariknya aku padanya. Yah aku memang terlahir dengan perangai yang kurang ramah dan tak suka berbasa-basi.

Gadis itu mengangkat kepalanya, memandangku datar. Hey kenapa tak ada pandangan terpesona. Wanita yang biasa melihatmu dari jarak dekat seperti ini biasanya akan memandang kagum bahkan memuja tapi gadis itu memandangku tak ada minat.

Entah kenapa aku kesal, seorang Orlando Reeves tak dihiraukan oleh seorang gadis. Banyak model bahkan dengan gampang aku kencani. Aku menyesap minuman yang ada di meja perlahan, berusaha melenyapkan kekesalan. Rasa segar membasahi kerongkonganku, tunggu bukannya kopi rasanya tak seperti ini.

Bukan kopi yang ada digenggamanku, sebotol cimory mix berry dingin yang sudah hampir habis ada di tanganku. Benar, aku memang sudah gila karena wanita yang bahkan belom aku kenal.

"Kalau Bapak mau, Bapak boleh meminumnya. Saya tak akan meminum bekas orang asing." Suara gadis itu.

Dia memanggil cowok tampan sepertiku, BAPAK!

Dan apa yang dimaksud orang asing itu aku?

Aku merasa tak dihargai, ketampanan dan pesona ku sia-sia di hadapan gadis ini. Bahkan dia tak memandangku, matanya tak memandangku. Harga diriku jatuh ke titik terendahnya.

"Maaf, akan saya ganti." Ucapku datar.

"Saya harap ini cukup."

Aku mengeluarkan dompet dan meletakkan beberapa lembar uang pecahan seratus ribuan di depan gadis itu. Gadis itu memandangku sedikit mengerutkan keningnya kemudian mengambil uang itu memasukkannya di saku kemejanya.

Wow,matre.

Anehnya ini tak membuatku ilfil, aku semakin tertarik dengan sikap gadis ini yang sangat jauh dari kata mainstream. Bagaimana mungkin dengan gampangnya dia menerima uang dari orang asing.

Gadis itu menutup laptopnya, memasukkannya di tas selempang kumal yang terbuat dari bahan jeans.

"Apa kau sudah mau pergi?" Tanyaku, hey kenapa aku menanyakan pertanyaan basi seperti itu, ya tentu dia mau pergi. Bodoh!

"Apa Bapak ada perlu dengan saya?" Tanya gadis itu

"Mungkin nanti." Jawabku.

"Apa Bapak suka dengan saya?" Tanyanya.

Aku memandangnya lekat berusaha menyelami apa yang ada dipikiran gadis ini.

"Saya perhatikan sejak 4 hari yang lalu Bapak selalu memperhatikan saya." Tambahnya

Aku mengusap daguku pelan, dia tau aku memperhatikannya.

"Apa kau sebegitu menariknya sehingga saya ingin memperhatikanmu." Jawabku.

"Baiklah, kalau begitu, senang bertemu anda."

Gadis itu sudah akan melangkah meninggalkan tempat itu, kalau aku tak mencekal pergelangan tangannya.

"Siapa namamu?" Tanyaku.

"Seven, namaku Seven." Jawabnya sambil memandang manik mataku sedikit kesal.

"Oh, perkenalkan namaku Eleven." Jawabku mencemooh.

"Senang berkenalan dengan anda Mr. Eleven." Jawabnya tak terpengaruh dengan tatapan ku yang mengintimidasi.

"Me too, Mrs. Seven." Jawabku.

Gadis itu melangkah pergi meninggalkanku, aku menatap punggungnya yang mulai perlahan menghilang.

"Dia milikku."

***

SEVEN ELEVEN Where stories live. Discover now