9. Frustasi

269 62 19
                                    

"Udah bangun? Mau minum dulu?" Tawar Donita, begitu melihat suaminya sudah sadar.

Tian duduk. Laki-laki itu hanya diam, seolah sedang mencerna apa yang ia alami sebelumnya. "Aku ..."

"Kata kakak, kamu pingsan, karena shock."

Donita membantu Tian minum. "Inilah kenapa, kakak nggak mau kamu tau. Aku juga awalnya kaget, begitu dia bilang, dia lagi suka sama cowok. Dan, begitu tau, siapa cowok itu ... perasaanku juga campur aduk, walaupun nggak sampai pingsan."

"Arhan itu anak buahnya Wanda. Kakak bilang, dia udah mulai suka sama dia, pas pertama kali ngeliat Arhan dinikahan Wanda." lanjutnya.

"Dari sekian banyaknya laki-laki, kenapa dia harus milih sama yang usianya beda lima belas coba? Dimana itu artinya dia seumuran sama kamu."

"Beda tiga tahun." Donita mengkoreksi ucapan suaminya.

"Kalo kalian berjejer juga keliatan seumuran."

"Terus gimana? Si kakak juga udah terlanjur suka banget sama Arhan. Kamu mau ngelarang dia?"

"Kalo sampe cowok itu main-main! Awas aja! Selesai karirnya!" Mata Tian berkilat marah, hanya dengan membayangkan putrinya bisa saja disakiti.

"Mana boleh ngelakuin kayak gitu sama orang? Nggak baik!" Tegur Donita.

Tian hanya mendengus dingin. Donita yang duduk dipinggiran ranjang, mendekatkan tubuhnya, agar bisa memeluk laki-laki itu. Kepalanya bersandar di dada Tian, dengan kedua tangan yang memeluk pinggang laki-laki itu.

"Kita cuma perlu pantau mereka dari jauh aja. Kalo mereka udah diluar batas, baru kamu bisa kasih peringatan. Tapi, selama itu baik-baik aja, mending jangan gegabah. Karena, bisa aja nanti kakak kecewa sama kamu."

'Seandainya kamu tau, kalo anakmu sendiri yang ngejar-ngejar Arhan. Kayaknya kamu bakal lebih shock dari ini.' lanjut Donita. Namun, wanita itu hanya bisa mengutarakannya dalam hati.

Tian balas memeluk istrinya tersebut. Wajahnya bahkan ia benamkan di bahu Donita.

Donita semakin mengeratkan pelukannya, ketika merasakan bahunya sedikit basah. Laki-laki ini menangis.

Cukup lama keduanya bertahan di posisi itu. Hingga Tian melepaskan pelukannya lebih dulu.

"Aku cuma takut, dia kenapa-napa. Dua tahun terakhir adalah pengalaman pertamanya mulai berani dengan dunia luar setelah sekian lamanya dia cuma ada di rumah, dan nggak pernah jauh dari aku."

Tangan Donita terulur mengusap lembut air mata Tian yang membasahi pipinya.

"Dan sekarang, aku harus berhadapan dengan kenyataan dimana dia suka sama cowok, yang usianya bahkan hampir setara sama usia dia sekarang."

Donita hanya diam, bersiap mendengarkan semua keluh kesah suaminya itu.

"Gimana kalo seandainya, si Arhan itu punya niat yang nggak baik sama Yafa? Gimana kalo seandainya, si Arhan itu cuma mau manfaatin Yafa?"

"Kenapa kamu mikir gitu?"

"Itu udah jelas, kan? Cowok mana yang mau-mau aja suka sama cewek remaja, kalo bukan karena dia mau manfaatin si cewek?"

"Kata Wanda, dia itu salah satu anggotanya yang paling bisa dipercaya. Dia juga-"

"Setiap manusia itu pasti punya dua sisi. Dan kebetulan, yang diliat Wanda adalah sisi baiknya. Kita nggak pernah tau, apa yang ada di dalam hati sama pikirannya. Dan hal itu, cuma dia yang tau." sela Tian.

"Terus, kamu berubah pikiran? Mau ngelarang kakak?"

"Aku nggak setega itu bikin dia kecewa. Aku inget dia senyum lebar banget tadi, begitu aku kasih kelonggaran. Hidupnya udah terlalu berat dari kecil. Aku sayang dia, dan aku sayang kalian semua. Bener-bener, aku sayang." Tian mendesah frustasi.

My Youth (Side Story Miss Independent Series)Where stories live. Discover now