8. Pengakuan

264 61 24
                                    

"Kita kemana lagi abis ini?" Tanya Tian, begitu mereka selesai makan.

"Mau pulang aja." jawab Yafa, setelah menghabiskan sisa minumannya.

"Nggak mau belanja, atau jalan-jalan kemana dulu gitu, kak? Kamu nggak butuh baju baru? Tas? Topi? Kacamata? Buku? Atau kebutuhan yang lain?" Tawar Tian.

Mata Yafa mengerjap beberapa kali. Merasa bingung, dengan sikap ayahnya yang tidak biasa. "Ayah kenapa, sih?" Tanyanya memberanikan diri.

"Emang ayah kenapa?" Tian balik bertanya.

"Ya, nggak kayak biasanya aja! Ayah aneh tau! Tiba-tiba ngajak makan di luar cuma berdua, makannya juga dipinggiran jalan gini lagi! Biasanya selalu mau yang higienis, maunya di restoran, hotel atau cafe bintang lima. Walaupun di tempat-tempat itu juga nggak bisa menjamin makanannya higienis." Yafa memutar bola matanya. "Terus sekarang, ayah mau ngajak jalan-jalan juga." lanjutnya.

"Udah ayah bilang, ayah mau ngabisin waktu berdua sama kamu. Emang kenapa? Kamu nggak suka? Nggak seneng jalan-jalan berdua sama ayah sendiri? Nggak kangen sama ayah? Adek aja kangen, masa kamu enggak, kak?"

"Adek kan, masih bayi." gumam Yafa.

"Emang kamu enggak?"

Pandangan Yafa terlihat tidak suka dengan ucapan Tian, yang terkesan meremehkannya. "Ya, enggaklah! Aku bukan bayi atau balita! Umurku udah legal! Aku udah punya KTP! Emang ada bayi atau balita yang udah punya KTP? Nggak ada!"

"Segitunya kamu nggak mau dibilang anak kecil." cibir Tian.

"Kenyataannya, aku emang bukan anak kecil lagi!" Tandas Yafa.

Tian memajukan tubuhnya, dengan bertopang dagu di atas meja. Hingga Yafa memundurkan tubuhnya, merasa terintimidasi dengan tatapan Tian yang penuh selidik. "Biasanya, cewek seumuran kamu, kalo udah nggak mau dibilang anak-anak, pasti punya pacar. Kamu punya pacar?" Tanyanya langsung.

Yafa berusaha menguasai dirinya, karena pertanyaan Tian membuatnya gugup, juga takut. "Eng ... enggak. Enggak! Nggak ada pacar! Ayah sok tau!"

"Beneran? Terus, kenapa kamu salting gitu jawabnya?" Ungkap Tian.

"Ya ... soalnya ayah tiba-tiba aja nanya gitu! Aku kaget." elaknya. "Lagian, ayah sendiri yang selalu bilang, kalo aku masih sekolah, dan nggak boleh cinta-cintaan! Dan, aku turuti kemauan ayah!"

"Beneran?"

Yafa mengangguk. 'Aku cuma lagi suka sama cowok, tapi, aku nggak pacaran sama dia, walaupun mau.'

"Terus ... Arhan itu siapa?"

Mata Yafa membulat sempurna mendengar nama itu keluar dari bibir Tian secara tiba-tiba.

Berbagai pertanyaan hinggap di kepalanya. Bagaimana Tian bisa tau tentang laki-laki itu? Seberapa banyak yang ia tau? Lantas, apakah ayahnya itu akan marah, jika dia menyukai Arhan?

"Kakak! Ayah lagi nanya! Arhan itu siapa?" Ulang Tian.

Kepala Yafa menunduk takut. Tidak berani menatap langsung mata Tian, yang memicing penuh selidik.

"Kakak! Kalo ayah lagi ngomong, liat mata ayah!" Tegas Tian.

Yafa menurut, dan menatap Tian.

"Jadi, Arhan itu siapa?" Tanya Tian lagi.

"Darimana-"

"Nggak perlu tau! Yang jelas, bukan dari bunda, atau siapapun!" Sela Tian.

Yafa menghela nafas, pasrah. Merasa percuma, jika harus menutupinya dari sang ayah untuk saat ini. "Aku ... aku emang lagi suka sama cowok. Namanya, kak Arhan."

My Youth (Side Story Miss Independent Series)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu