12 - Udah Kayak Pasutri

5.2K 295 20
                                    

JEANNE membuka matanya dan langsung merasakan sesuatu yang sedang melingkari perutnya. Perempuan berumur dua puluh lima tahun itu mengerjap pelan. Seingatnya dia tinggal sendirian? Lalu siapa yang kini sedang memberinya pelukan? Bukan setan, kan?

Jeanne menoleh ke belakang dan menemukan Alan sedang tidur nyenyak tanpa mengenakan sehelai pakaian. Jeanne pun mengembuskan napas lega, karena ternyata sosok itu bukanlah setan. Walau setelahnya dia mengerjap pelan dan lantas mengingat kembali apa yang sudah terjadi semalam hingga Alan masih di sini bukannya pulang ke apartemennya sendiri.

"Lo mau tahu gimana caranya bisa tidur cepet, nggak?" Alan bertanya tepat setelah Jeanne menyindirnya habis-habisan.

Jeanne menatapnya waspada. "Apa? Jangan bilang lo mau seks, terus nawarin gue buat tidur sama lo lagi?!"

Alan mendengkus pelan. "Gue nggak setega itu buat minta tidur sama lo sekarang, tapi kalau lo mau gue sama sekali nggak keberatan."

Jeanne menatapnya tajam. "Jangan harap lo, ya!"

Alan hanya tersenyum simpul. "Jadi gimana, lo mau tahu atau nggak?" tawarnya sekali lagi.

Jeanne berpikir sebentar. Sepertinya tidak ada salahnya kalau dia mau mencoba. Karena baik sekarang maupun tadi, Jeanne sama sekali tidak merasakan kantuk akan segera mendatanginya.

"Mau, jadi gimana caranya?" tanyanya sambil menatap Alan penasaran.

Alan berdiri dari tempat duduknya, kemudian dia mendekati Jeanne yang lantas menatapnya waspada.

"Tenang aja kenapa?" Alan tampak tersenyum tipis saat mengatakannya.

"Gerakan lo mencurigakan banget, Lan!" Jeanne berkata yang sebenarnya, karena gerak-gerik Alan sekarang terlihat sangat-sangat mencurigakan di matanya.

"Iya? Perasaan biasa aja."

Setelah mengatakan hal itu itu, Alan hanya tersenyum lebar bak seorang psikopat. Lalu dengan gerakan yang sangat cepat, pria itu kini sudah berada di belakang tubuh Jeanne dan memeluk leher Jeanne dengan erat.

"Lo lagi ngapain, Alan?"

Jeanne langsung terlihat panik, pasalnya posisi mereka kini sungguh intim sekali. Jika pria itu memang menginginkannya, pasti ... pasti dia bisa mendapatkannya.

"Tenang aja," kata Alan yang mengubah lengannya menjadi dua pasang jari tengah dan jari telunjuknya yang menekan leher Jeanne secara perlahan. "Rileks, percaya aja sama gue."

"Lo nggak berencana buat bunuh gue, kan?" Jeanne menatap ke depan dengan tatapan khawatir.

"Enggak ...." Alan sangat berhati-hati melakukannya, karena kalau dia salah sedikit saja atau malah terlalu keras melakukannya, Jeanne bisa berada dalam bahaya.

"Lo ... janji ... kan ...." Jeanne mulai kehilangan kesadarannya.

"Iya, gue janji, gue nggak akan bunuh lo atau ngapa-ngapain waktu lo tidur, Jeanne."

Setelah itu Jeanne sama sekali tidak ingat apa yang sudah terjadi padanya. Saat terbangun dia sudah berada di atas ranjang dan Alan sedang memeluk tubuhnya dari belakang.

Jangan bilang kalau semalam Alan sengaja mencuri paksa kesadarannya agar pria itu bisa menginap di sini tanpa meminta izin darinya?

Memang ada beberapa teknik bela diri yang bisa menghilangkan kesadaran lawan hanya dengan satu pukulan saja. Bahkan teknik itu bisa langsung membunuh lawan jika digunakan dengan tepat. Jadi bisa dibilang, apa yang dilakukan Alan padanya semalam cukup berbahaya.

Jeanne langsung bangun dan duduk dengan tegak. Alan yang merasakan pergerakan sebesar itu pun turut membuka mata walau hanya setengah matanya yang terbuka.

"Ada apa?" tanyanya sembari menguap lebar.

Jeanne langsung menggoyangkan tubuh Alan dan memaksa pria itu lekas membuka matanya lebar-lebar. "Bangun lo sialan!"

Alan duduk dengan keadaan masih setengah mengantuk. "Sekarang udah jam berapa?"

Jeanne refleks menoleh ke arah jam dinding yang ada di kamarnya. Baru jam empat pagi. Masih terlalu pagi untuk bangun memang, tapi Alan harus bangun dan lekas pergi dari sini sekarang.

"Jam empat pagi, bangun lo terus balik ke apartemen lo sendiri!" Jeanne mendorong Alan agar pria itu menyingkir dari kasurnya. Dia tidak peduli seandainya Alan jatuh atau bahkan sampai terluka karenanya, karena itu jelas bukan salahnya.

Siapa juga yang menyuruh Alan menginap di sini dan tidur di ranjangnya lagi?! Jadi, jangan salahkan Jeanne kalau dia sampai memperlakukannya dengan kurang ajar seperti ini.

Alan menangkap tangan Jeanne yang sejak tadi terus menerus mendorong tubuhnya untuk jatuh. Alan menatapnya tajam, karena ulah Jeanne itulah tubuhnya dibuat bergoyang-goyang dan sukses membuatnya sadar sepenuhnya sekarang.

"Lagi semangat banget lo, ya?" tanyanya sembari menahan geram.

Jujur saja Alan lebih ingin tidur lagi daripada bangun jam empat pagi. Namun, kalau melihat lawan main sedang bersemangat seperti ini, sepertinya dia tidak akan menolak jika harus terjaga pagi ini.

"Haruslah! Pokoknya lo harus balik sekarang. Gue nggak peduli mau lo masih ngantuk atau gimana, pokoknya lo harus balik saat ini juga!" Jeanne mengatakannya dengan tegas.

Dia menarik tangannya dengan paksa, sembari berusaha mendorong tubuh Alan untuk terjun dari kasurnya. Namun, baik tangan dan dorongannya sama sekali tidak bekerja.

Pria itu seperti batu yang besar. Kokoh dan tak tergoyahkan padahal tubuhnya cukup kurus alih-alih terbilang besar dan kekar.

Jeanne mengerjap, dia menatap Alan yang kini sedang menaikkan sebelah alisnya. "Lo sebenernya batu, ya?"

Alan tersenyum masam saat mendengarnya. "Gue, batu?" tanyanya yang tampak cukup syok mendengar pertanyaan seperti itu keluar dari mulut Jeanne.

"Ya gimana? Tubuh lo kurus begini, kenapa bisa punya tenaga yang kuat banget, sih? Harusnya nggak gitu, tahu!" Jeanne mencoba menarik tangannya lagi, tapi gagal.

Alan menarik Jeanne hingga perempuan itu ambruk dan membentur tubuhnya. "Terus harusnya gimana? Lo berharap gue bisa lo tumbangin dengan mudah gitu, ya?"

Jeanne menelan ludahnya susah payah begitu ia mendongak dan melihat ekspresi Alan yang terlihat berbahaya. Terlebih dia tidak bisa lari lagi sekarang, karena kini Alan sudah melingkarkan kedua tangannya dan memutus ruang gerak Jeanne dengan paksa.

"Sorry to say, Jeanne. Gue emang kurus dan nggak kekar kayak cowok kebanyakan, tapi kalau soal tenaga gue bisa menjaminnya." Alan menyeringai. "Jadi, lo mau berapa ronde pagi ini, Jeanne?"

Jeanne benar-benar panik saat ini. "Gue nggak mau—"

"Gue nggak mau penolakan, Jeanne." Alan menatap Jeanne tajam. "Gue udah nahan semalaman, jadi lo harus ngasih jatah gue sekarang. Lo juga lagi semangat-semangatnya, kan? Kenapa mau nolak?"

Jeanne menelan ludahnya susah payah. Terlebih saat Alan mendekahkan wajahnya ke leher Jeanne dan mulai menghidu aromanya di sana. "Lan, gue belum mandi!"

"Nggak apa-apa, ntar sekalian mandi bareng aja kayak sebelumnya." Alan mulai menjalankan tangannya ke tank top Jeanne yang sudah tidak keruan bentuknya. Apalagi tali yang melingkari bahunya sudah merosot sejak Alan membuka mata sebelumnya.

Jeanne hanya bisa menahan napas saat merasakan sentuhan Alan di tubuhnya. Dia ingin menolak, tapi dia punya perjanjian yang membuat Jeanne harus membayar hutang pada Alan dengan tubuhnya.

Alan menarik dagu Jeanne dan melumat bibirnya dengan lembut yang mendapat sambutan baik dari Jeanne. "Jangan terlalu banyak berpikir, Jeanne. Lo cuma perlu menikmati semua ini dan lo nggak akan merasa terbebani lagi."

Jeanne hanya bisa mengangguk pasrah, lalu mengalungkan kedua tangannya ke leher Alan yang kini kembali menciumnya dengan buas. Ciuman panas yang begitu liar dan brutal di antara mereka yang begitu selaras dalam bergerak serta bertindak.

Kalau seperti ini cara main mereka, jika dipikir-pikir lagi, kenapa Jeanne merasa kalau dia sudah seperti istri Alan saja yang akan dicerai setelah ditiduri sepuluh kali lagi, ya?

___

One Night Disaster (COMPLETED)Where stories live. Discover now