37. Lamaran dan Pertunangan

Start from the beginning
                                    

Sang ibu mangungkapakan pikirannya saat mereka sedang berkutat di dapur menyiapkan pesanan kantin. Dia baru tahu putrinya sempat mendapatkan penolakan dari nenek Fadil, sehingga perlu baginya mengkonfirmasi ulang apakah perasaan putrinya itu berubah.

"Aku setuju kok bu, lagian juga baru tunangan, kami sudah sepakat akan nikah saat sudah mapan secara mental dan finansial, semoga dengan adanya ikantan baru ini kami makin semangat berjuang."

"Terus nenek Fadil bagaimana, kau yakin beliau sudah benar-bebar menyetujui hubungan kalian.?" Tanya ibu masih merasa cemas. Menurutnya jika ada satu orang dalam pihak keluarga tidak setuju apalagi itu adalah tetua maka pihak yang menjalani hubungan dalam hal ini Ida dan Fadil akan merasa tidak nyaman.

"100% yakin bu, doakan saja semuanya lancar ya." Jawab Ida menutup pembahasan soal rencana pertunangannya.

Sebenarnya sesekali ada selipan rasa ragu di hatinya. tahun 2023 nanti banyak wanita memilih tidak menikah karena menganut paham feminisme, karier yang mapan apalagi meningkatnya kasus perceraian. Perselingkuhan, KDRT dan masalah ekonomi adalah sebagian besar pemicunya.

Ida pernah memiliki pikiran yang sama, menurutnya buat apa menikah kalau hanya untuk menderita dengan menjadi pelayan seumur hidup, belum lagi kalau bertemu mertua resek yang suka ikut campur. Ditambah melihat kisruh rumah tangga adiknya yang tidak juga mandiri bahkan setelah punya dua anak. Menikah hanya membuat hidup seseorang makin kacau.

Diapun terlena dan tidak lagi tertarik menjalin cinta, hanya fokus bekerja hingga tidak terasa usianya semakin bertambah. Pandemi yang melanda merenggut semua kesibukannya dan memaksanya berdiam di rumah. Minim aktifitas membuatnya sadar selain pesangon yang jumlahnya tidak seberapa dia tidak punya apapun, meski masih ada orang tua, namun pada akhirnya dia akan sendiri.

Kali ini Ida akan mengambil pilihan yang berbeda. Kebaikan Fadil dan keluarganya membuatnya yakin. Bukankah seru saat anaknya kelak beranjak remaja dirinya masih muda dan segar.

"Apa yang kupikirkan." Rutuknya sambil memukul kepalanya sendiri demi mengusir pikiran liar di kepalanya, nikah saja belum, bagaimana bayangan punya anak sudah mampir di benaknya.

"Kenapa, kepalamu sakit,? Kalau begitu istirahat saja biar Ibu sama Ira yang lanjutkan, ini juga tinggal sedikit." Titah sang Ibu setelah melihat Ida menyentuh kepalanya sendiri dengan wajah yang memerah, dia berpikir mungkin putrinya itu terserang gejala demam.

Namun Ida menolak dan memilih meneruskan pekerjaannya, tetap melalukan rutinitas seperti biasanya. Pikiran absurd tidak akan menghalanginya mencari cuan.

🍀🍀🍀

Tinggal seminggu lagi lebaran Idul Adha dengan kata lain tinggal seminggu lagi acara lamaran dan pertunangan akan dilansungkan. Namun tidak ada kegiatan berarti di rumah Ida, semuanya masih seperti biasa. Meski ada sedikit perubahan. Perubahan lebih baik tentunya.

Daripada kulkas, yang mampu terbeli adalah frezeer kecil meskipun bekas. Ida mulai mencoba membuat frozen food meski sementara hanya dipakai sendiri, namun tidak menutup kemungkinan kelak akan dijualnya.

Pelanggan pun makin banyak. Jika tidak dibantu adiknya Ida pasti kewalahan, belum lagi pesanan-pesanan jika ada acara, sesekali dia menggunakan jasa Pak Dullah untuk membantu mengantarkan.

Sebagai bentuk rasa syukur, Ida membagikan gorengan dan minuman gratis setiap hari Jumat yang tentu saja disambut antusias. Jika waktunya tiba, maka tidak butuh waktu lama semuanya ludes. Warungnya jadi cepat tutup dan dia jadi punya waktu untuk berbelanja dan restock ulang bahan mentah.

🍀🍀🍀

Ida dan keluarganya merayakan Idul Adha seperti biasa, setelah shalat mereka makan bersama dan bersilaturahmi dengan beberapa tetangga. Sanak family yang lain kebanyakan ada di kampung, jadi tidak banyak yang datang bertamu.

Selepas shalat Zuhur, Pak RW  dan Pak RT datang karena di undang sebagai saksi acara. Sambil menunggu kedatangan keluarga Fadil mereka berbincang dengan sang Bapak, sementara Ida dan ibunya menyiapkan sajian di dapur.

Sekitar 15 menit menunggu, keluarga Fadil tiba, mereka sekeluarga berjumlah tujuh orang dan Nenek Mariani ada di antaranya. Kakak Fadil dan keluarganya yang ada di Kalimantan urung datang karena tidak mendapatkan izin cuti dari tempatnya bekerja.

Karena rumah Ida sempit, jadi sejak awal mereka sudah mengeluarkan semua kursi di ruang tamu dan memilih menggelar karpet agar semua bisa duduk dengan nyaman.

Fadil tampak gagah seperti biasanya, namun sedikit berbeda karena bibirnya tak berhenti menyungginkan senyum. Pakaiannya senada dengan anggota kekuarganya yang lain baju koko dengan warna cream lembut.

Acara pun dimulai setelah makanan dan minuman sudah disajikan dan masing masing sudah mengambil tempat untuk duduk.

Ayah Fadil Pak Fahri dengan lugas dan mantap menyampaikan maksud kedatangannya sekeluarga. Namun baru saja selesai berbicara, lansung disambung celetukan dari ibu Wahyuni, istrinya.

"Sebenarnya putra kami yang sudah tidak tahan dan terus mendesak, bahkan dia ingin lansung menikahi Farida, ungtunglah kami bisa menasehatinya dan menyarankan pertunangan ini. Kami harap niat kami bisa diterima dengan baik."

Gelak tawa segera memenuhi ruangan ketika Ibu Fadil selesai berbicara semuanya menatap ke satu objek yang kini hanya bisa menunduk malu.

Pak Salim selaku bapak Ida berdahem untuk kembali menenangkan suasana. Setelah melihat sebentar ke arah putrinya yang memberikan anggukan. Beliau menerima lamaran  keluarga Fadil dan mempersilahkan agar acara dimulai ketahap selanjutnya.

Nenek Fadil lalu mendekat ke tempat di mana Ida duduk sambil mambawa kotak cincin di tangannya.

"Ini adalah cincin pernikahanku dengan suamiku dahulu, sekarang kuwariskan pada kalian berdua." Ujar nenek Mariani sendu seraya mengeluarkan satu cincin dari kotaknya dan kemudian dipasangkan ke jari manis kiri Ida.

Setelah cincin itu terpasang sempurna, Ida menyalim tangan sang nenek yang dibalas dengan usapan lembut dikepalanya. Ida tidak dapat menahan rasa haru, beberapa tetes air mata berhasil lolos ke pipinya, dalam hati dia berdoa semoga pertunangannya ini tetap kokoh sampai ke pernikahan.

Nenek Mariani kemudian beringsut ke tempat Fadil duduk lalu memasangkan cincin yang satunya.

"Ini cincin kakekmu, nenek harap kau bisa sama sepertinya, setia dan bertanggung jawab sampai ajal menjemput." Lirih nenek Mariani menahan isakannya sambil mengusap lembut kepala cucunya yang sedang menyalim tangannya.

Semua yang ada di ruangan itu tampak larut dalam suasana karena keikhlasan nenek Mariani mewariskan lambang cintanya.

Kedua pasangan yang sedang berbahagia juga tidak bisa berkata-kata hanya mampu saling memandang penuh makna.  bahkan sampak acara hampir selesai mereka tidak saling bertegur sapa. Sepertinya mereka malu dan sungkan pada para tetua.

Namun sebelum benar-benar pergi, Fadil mengambil kesempatan untuk mendekati gadis yang sudah menjadi tunangannya. Meraih tangan dimana cincin itu berada kemudian mengecupnya singkat.

"Sampai ketemu lagi istri masa depanku, dan selamat ulang tahun."

Fadil tidak sadar, hampir semua orang yang hadir sedang menyaksikan kebucinannya.

"Eheem"

🍀🍀🍀

  Makassar 13 Juni 2023

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

 
Makassar 13 Juni 2023

Fix My Past (End)On viuen les histories. Descobreix ara