Bab Xl

389 73 20
                                    

Malam telah berganti pagi. Sinar mentari membangunkan Sakura dari alam mimpinya. Gadis itu lekas beranjak dari tempat tidur usai mendengar pintu diketuk dari arah luar.

Sosok pelayan dengan sebuah kotak di tangan menyambut penglihatan. Si pelayan menjelaskan bahwa benda yang menarik perhatian Sakura tersebut merupakan gaun yang akan dikenakan pada acara tea party siang nanti. Sakura menerima dua kotak. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk Matsuri.

Karena ukuran tubuh sudah didapat para penjahit, maka kandidat tinggal menerima begitu saja gaun yang telah jadi. Tidak perlu bertanya yang mana miliknya, sebab di atas kotak sudah ada namanya.

Jika soal warna, semua kandidat perempuan mendapat warna berbeda dengan jenis warna-warna cantik yang sesuai dengan rata-rata usia mereka. Sementara untuk para pemudanya, mereka mendapat setelan gagah.

Sakura mendapatkan warna hijau lembut yang ketika ia lihat dalam pantulan cermin, tampak merefleksikan kecocokan warna tersebut dengan dirinya.

Matsuri yang terbangun pun segera memeriksa kotaknya. Dan ia mendapat gaun yang serupa dengan warna daun maple. Gadis itu juga merasa cocok disandingan dengan warna tersebut. Nampaknya, para penjahit yang mengukur mereka mendapat tugas untuk mengamati masing-masing kandidat. Sehingga hasilnya mereka mendapatkan warna gaun yang cocok.

"Sakura, apa kau sudah siap?"

Matsuri muncul dari dalam kamar mandi sembari merapikan rambut. Ketik ia mendongkak, matanya melotot pada Sakura yang berdiri mengenakan jubah hitam.

"Sakura, kau ingat kan kita akan menghadiri pesta teh, bukan uji nyali?" Matsuri tahu Sakura terkadang sekaku papan perahu, tapi ia pikir gadis itu masih agak waras untuk tidak mengenakan jubah hitam di acara tea party yang pastinya berwarna-warni.

Tidak merasa tersinggung, Sakura tak bergeming dengan ucapan pedas temannya. "Jangan pedulikan aku."

"Jangan pedulikan dengkulmu! Kau ingin jadi bahan cemoohan dengan jubah penyihir itu!" Tak tahan lagi, Matsuri menunjuk jengah ke arah pakaian Sakura. Terlebih gadi itu bahkan menghalangi kepala dan setengah muka dengan tudungnya.

Sakura mendesah. "Sudahlah. Aku akan melepasnya jika penjaga aula pesta tak mengizinkanku masuk."

Matsuri geram. "Konyol sekali dirimu ini. Tentu saja penjaga tak akan berpikir 2 kali untuk mengusirmu."

"Matsuri, kau berisik sekali." Sakura juga jengah dengan dumelan anak itu. Memilih mengabaikannya, Sakura melenggang ke luar.

"Sakura, kau hanya akan dicurigai sebagai penyusup." Teriakan Matsuri terdengar dari dalam.

"Aku punya kartu undangan." Gadis itu ingat ada sebuah kertas tebal di atas gaun miliknya.

Nampaknya, hal itu agar tak sembarangan orang bisa masuk. Kendati hanya acara pesta teh, namun hal ini menjadi besar ketika permaisuri yang melaksanakan. Terlebih para tamunya adalah kandidat.

Merasa tak didengar bahkan ketika ia banyak berteriak. Matsuri mengembuskan napas tanda menyerah. Gadis itu berjalan satu langkah di belakang Sakura dengan tatapan mata sebal. Namun ketika ada beberapa orang yang berapapasan melirik ke arah Sakura dengan aneh, Matsuri kembali tersulut sebelum berjalan di sebelah temannya.

"Sakura, alasan apa yang membuatmu mengenakan jubah menyeramkan di pesta teh? Aku yakin cuacanya tidak sedingin itu. Lagipula jika kau tidak punya mantel, aku masih punya mantel yang tampak lebih baik dari pada jubah hitam ini." Ucapan Matsuri terdengar setengah menggeram.

Sakura melirik lelah. "Diamlah, kau ini terlalu berisik sejak tadi."

"Setidaknya aku tidak akan sekonyol dirimu!" Hilang sudah kesabarannya.

THE MISSING QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang