Bab IV

485 105 17
                                    

A/N : semua yang ada di cerita ini hanya fantasi! Jadi kalo ada yang tidak masuk akal, ingat ini hanya fantasi dan khayalan semata!

.
.
.
.

Pantulan sinar matahari tampak mengarah lurus untuk memperjelas lembar-lembar kata yang tengah dipegang Kakashi. Sinarnya memancar melalui sebuah jendela berlapis kaca. Suasana itu nampak menjadi tempat strategis baginya untuk menekuni buku tebalnya.

Tak selang berapa lama, munculah sosok pemuda yang timbul dari balik rak tinggi yang dipenuhi berbagai macam buku. Langkah tegasnya satu per satu mendekati kursi kosong di depan sang paman yang sejak tadi fokus membaca.

"Seharusnya kau menampakan wajah tampanmu itu di aula barat, untuk memberikan sepatah dua patah kata selamat bagi para kandidat."

"Apa yang kau harapkan dariku, Paman? Jangan berpikir aku akan antusias dengan acara yang bahkan tidak aku taruh minat sedikitpun."

Bola mata Kakashi berputar. "Aku berharap istrimu kelak tidak mendapat perlakuan seperti ini."

Sang Pangeran berlagak santai dengan merebahkan punggung di sandaran kursi. "Tenang saja, aku masih ingat bagaimana Ibu mendidikku untuk menjadi lelaki sejati."

Kakashi melemparkan arah fokusnya beberapa detik pada keponakannya itu sebelum kembali bergulir menekuni lembar-lembar buku. "Selain tanggung jawab dan kewajiban, kau juga harus mengenal yang namanya cinta."

Kini giliran Pangeran Uchiha yang memutar mata. "Jangan mulai," bosannya.

"Aku akan terus memperkenalkan yang namanya cinta padamu sebelum kau mengenalnya sendiri. Percayalah, hatimu itu tidak akan bolong jika kau punya cinta, dia akan terisi dan kau tiba-tiba akan merasa lengkap."

"Paman, kau mulai tidak masuk akal dengan mengatai hatiku bolong. Jangan membuatku melihatmu seperti omong kosong." Sasuke membuang muka ke arah jendela, berusaha untuk mengabaikan wajah pamannya yang mulai bermimik menyebalkan.

"Kau mulai kurang ajar padaku sekarang?" Mata Kakashi memicing.

"Lalu apa masuk akalnya perkataanmu barusan yang membahas perkara hati yang bolong?"

"Kau tidak pernah mendengar ibarat kata?"

"Lupakan!" Napas pasrah mulai terhembus dari hidung bangir Si Pangeran.

"Sasuke ... kau bisa mengartikannya sebagai hati yang kosong, perasaan yang hampa, dan cinta adalah solusinya."

"Paman ... aku akan berkonsultasi padamu jika aku merasakannya." Lagi-lagi Sasuke memutar matanya dengan wajah datar.

"Kau hanya tidak tau apa yang kau rasakan, tapi aku tau betul alasan mengapa selama ini matamu selalu redup, dan aku tau mengapa terkadang kau merasa tidak puas meski apapun yang kau raih selalu tercapai."

Untuk sederet kalimat terakhir itu, Sasuke tak berniat mengelak. Melainkan pemuda itu menggulirkan manik hitamnya untuk menatap sang Paman yang tengah menggeluti kembali isi buku.

"Apa ini sejenis 'kau juga merasakannya di usia sama sepertiku?'"

Sudut bibir Kakashi terangkat. "Dan kau hanya belum meraih sesuatu bernama cinta."

Untuk yang ke sekian kalinya Sasuke memutar mata. "Lupakan." Lantas pemuda itu berdiri.

Kakashi hanya terkekeh sebelum ia menutup bukunya dan ikut berdiri mengikuti sang keponakan yang berjalan menuju pintu keluar.

Ketika Sasuke hendak menarik gagang pintu, mendadak kepalanya menoleh pada sang paman di belakangnya yang mengekor. "Kenapa kau mengikutiku?" Mata pekat sang Pangeran memicing.

THE MISSING QUEENWhere stories live. Discover now