Chapter 19 : All About You

1K 119 15
                                    

Sulit kupercaya! Hal yang tak pernah kuduga dalam hidupku adalah bahwa detik ini aku bisa berada diatas tubuhnya. Menindihnya- merasakan hangat tubuhnya dan membiarkan Na Jaemin tak bisa berkutik dalam kungkunganku.

Sedekat ini aku bisa melihat jelas kedalam matanya, merasakan kepolosannya yang bisa kulihat dalam jarak yang begitu dekat. Matanya yang sebening embun pagi dan tatapan teduhnya yang ajaib membawa ketenangan dalam diriku. Kuakui dirrinya begitu menawan dan menakjubkan. Dan sungguh! cantiknya sudah melebihi cahaya rembulan di malam ini. Keindahannya bahkan tidak bisa ditandingi dengan segala ciptaanNya.

Suatu hal yang lambat kusadari, maafkan aku Na Jaemin.

Dan aku tak ingin melepaskan diri! merasa diri ini semakin berambisi untuk menyelaminya dan merasakannya jauh lebih erat lagi, seakan bahwa aku memang benar-benar tak ingin melepasnya pergi. 

Lalu— biarkan Na Jaemin menjadi milikku untuk malam ini. 

Bahkan saat ini aku tak tahu sejak kapan aku sudah bertelanjang dada diatas tubuhnya, satu yang pasti kusadari saat ini adalah tanganku yang tengah melepaskan kancing bajunya satu persatu. Dan Jaemin sama sekali tak berontak dengan apa yang kulakukan terhadapnya, dia seolah membiarkanku bebas untuk melakukan hal apapun yang kusuka padanya. Dan tentu saja hal itu menjadi sebuah tanda bahwa dia memberikan lampu hijau padaku.

Dan saat itu aku tersenyum. Aku ingin berterima kasih padanya.

"Terimakasih ya nana."

Aku mengecup keningnya sebagai tanda rasa terimakasihku padanya.

kami pun lalu berciuman lagi, kali ini dengan sedikit tambahan sensasi. Bibirnya bahkan terasa pas dengan bibirku. Rasanya sangat manis melebihi gula dan itu membuatku terasa semakin mabuk olehnya.

Aku menjauhkan wajahku hanya demi melihat wajah merona merah yang semakin membuatnya cantik saja. Gemas sekali, dia cemberut karena aku menyudahi ciumannya.

Pipinya kucubit dia mengerang sakit dan langsung kuciumi bekas cubitanku dipipinya itu. Eh tapi Jaemin malah asyik dengan meraba kedua otot bisepku.

"Kamu suka?" Tanyaku. Jaemin tersenyum mengangguk pelan. Tak sia-sia aku membentuk otot-ototku.

Tiga puluh menit kemudian dia jadi lebih berisik, Na Jaemin menjadi lebih sering mengerang, suaranya bahkan sudah terlalu serak. Untung saja Ruangan kamarku kedap suara jadi tak akan ada tentangga rumah yang mendengarnya. Syukurlah karena hanya aku yang boleh mendengar  suara merdunya.

"Ti-tidak Jen, jangan lanjutkan! Ini sakit." Sahutnya. Tangan rampingya menahan kedua dadaku memintaku untuk berhenti.

Aku mengusap kepalanya pelan, lalu diciumilah kedua kelopak matanya agar Jaemin tenang.

"Tanggung Na, ini sudah setengah jalan. Tenang ya! Kita berusaha sama-sama. Aku gak bakal nyakitin kamu."

Aku berusaha lebih keras lagi, masuk dengan satu kali hentakkan agar Jaeminku merasa tak kesakitan lagi hingga akhirnya berhasil. Tapi Jaeminku malah menangis—dan aku jadi merasa bersalah.

Air matanya mengalir bagaikan mutiara. Kuelus sekali lagi untuk menenangkannya.

"Maaf ya maaf." Aku memeluknya.

"Uhm, lanjutkan Jen!"

"Eh?"

"Ayo cepat."

"Eoh? O-oke oke."

Sesuai intruksi dari Jaemin aku kembali melanjutkan aktivitasku yang sempat tertunda. Melakukan gerakan pelan sampai di titik Jaeminku akhirnya merasa keenakan. Tangisannya kini berubah jadi desahan nikmat yang membuat libidoku naik dua kali lipat.

Rainbow in the Rain : NoMinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang