Chapter 26 : Like a Dream

859 65 5
                                    

Dalam bilik kamar yang selalu terasa dingin ini, aku mencerna setiap kalimat ayah tadi. Dia bahkan sudah merencanakan sejak jauh hari ingin memberikan posisi untuk Jaemin di perusahaan keluarga.

Satu hal yang yang tak bisa kumengerti dan membuatku berpikir keras, bukankah ayah terlalu gegabah untuk membawa anak lemah itu? Bagaimana jika keluarga tahu bahwa ayah memiliki anak lain dari perempuan simpanannya.

Na Jaemin akan berada dalam bahaya. Dan kemungkinan buruknya kakek akan segera menendangku dari perusahaan dan tentunya ayah juga akan kehilangan hak warisnya.

Iya hal itu pasti akan terjadi jika paman dan bibi beserta anak-anaknya mengetahui segalanya. Tapi semua akan aman jika informasi tentang latar belakang Na Jaemin dirahasiakan. Mereka tidak boleh tahu bahwa Jaemin adalah adik tiriku.

"Ayah sudah renta, yang ayah pikirkan saat ini adalah masa depan kalian berdua. Kamu maupun anak itu memiliki hak yang sama sebagai anak ayah."

"Setidaknya ayah juga harus memberikan kehidupan yang baik untuk Na Jaemin."

"Tapi— dia bahkan tak lulus SMA ayah." selaku memberhentikan ucapannya.

"Semua akan curiga termasuk paman dan bibi. Apalagi mereka selalu mengawasi pergerakan ayah yang berambisi menyingkirkan kita dari hak waris perusahaan." 

"Itu yang sebenarnya ingin kuberitahukan pada mereka semua, sudah terlalu lama ayah menyimpan rahasia dan dosa ini, bagaimanapun juga Jaemin adalah putraku dan tak ada yang bisa menghapus itu, ayah ingin mereka mengakuinya juga sebagai keluarga. Tapi sebelum Na Jaemin mendapatkan haknya Setidaknya jangan sampai mereka tahu jadi kau harus merahasiakan ini sampai waktu itu tiba."

"Ayah—" 

"Jangan menentangku nak, aku tahu kau adalah anak yang patuh."

Lantas Beliau beranjak dari tempat duduknya.

Aku mengusap wajahku kasar. Ayah memberiku saran sebelum dia beranjak di perbincangan kami siang tadi.

"Suruh anak itu melalukan ujian paket C setelah itu pilih kampus mana yang dia inginkan biarkan dia kembali melanjutkan pendidikannya"

Helaan napas berat akhirnya keluar, sepenting itu ayah memikirkan kehidupan Na Jaemin.

Apakah itu bentuk rasa bersalah ayah karena sudah menelantarkannya.

Lantas apa bentuk rasa bersalahnya padaku juga Ibu karena dia berhasil mengkhianati kami?

Ayah—memikirkannya saja sudah membuatku semakin terus membencimu.

Dan pada anak itu—kenapa aku tak pernah bisa membencinya?

Tok tok tok

Perhatianku lalu berpaling pada pintu yang diketuk dari luar kamar.

Aku membukanya dan mendapatkan Jaemin yang berdiri didepan pintu kamarku.

Jaemin terlihat ingin mengatakan sesuatu.

"Ada apa?" sahutku.

Dia tampak gelagapan.

"Kenapa? Tanyaku lagi.

"Aku ingin pamit untuk bekerja."

"Kau masih bekerja ditempat itu?"

Wajah kecilnya mengangguk.

"Kenapa tak berhenti saja?"

Secepat itu dia langsung menggelengkan kepalanya.

"Aku harus mendapatkan uang."

Rainbow in the Rain : NoMinजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें