Chapter 14 : He's Just my Friend?

1K 108 7
                                    

Setelah sampai di rumah sakit dan masuk ke dalam ruang perawatannya, kondisi Jaemin sudah terlihat sangat baik dibanding hari kemarin lantas aku mendekat ke arahnya bahkan senyum merekahnya mengembang disana begitu melihatku. 

Kuusap kepalanya pelan dan ia mendongak tepat dihadapanku.

"Aku— nyusahin kamu lagi." Wajahnya jelas terlihat sangat sedih.

"Iya." Jawabku.

"Jadi kapan kamu berhenti membuatku khawatir?" Dia malah terdiam.

"Berapa biaya operasinya? Pasti sangat besar, aku akan menggantinya." Aku tak percaya Jaemin akan mengatakan hal itu. jika aku mengatakan itu satu perak pun bahkan aku tahu dia tetap tak bisa membayarku.

"Itu sangat besar Nana, kau hampir menghabiskan sisa tabunganku." Matanya melotot lebar seakan percaya pada omonganku.

"Kenapa kamu setuju untuk membayarnya? Aku bahkan tak ingin melakukan operasi ini."Sekarang aku yang terdiam.

"Kenapa?"— aku bertanya. "Kau sudah menderita bertahun-tahun karena penyakit itu. Atau kau sengaja ingin selalu membuatku repot dengan terus mendengar ringisan sakitmu itu setiap saat?"

Wajahnya memberikan isyarat menyangkal. "Tidak bukan seperti itu Jen."

"Ah sudahlah aku tak ingin mendebatkan hal ini yang penting sekarang kau sudah sembuh."

Aku menyimpan parsel buah di atas nakas lalu mengambil satu untuk dikupas untuk Jaemin makan.

"Kau ingin buah yang mana? biar aku yang mengupasnya untukmu."

Jaemin tersenyum kecil dihadapanku setelah aku duduk. "Yang manapun, aku suka semuanya."

Mendesah pelan lantas aku mengambil jeruk dan menyuapi Jaemin dia terlihat menikmati makanan yang kuberikan.

Namun di satu sisi selama kami bercengkrama Jaemin selalu menatapku curiga, mungkin dia menganggap ada sesuatu yang aneh dengan tingkah lakuku dan aku juga merasakan hal itu.

Cih aku juga bahkan tidak tahu mengapa aku tiba-tiba jadi seperti ini. Aku hanya ingin lebih berhati-hati padanya, lebih tepatnya setalah aku menyadari hal apa yang telah kulakukan pada tubuh Jaemin kemarin. yah meskipun aku tidak tahu pasti apa yang sebenarnya kulakukan pada tubuh kurusnya itu.

Mungkin ini adalah rasa bersalah.

Semua luka yang tergores dalam setiap lekuk tubuhnya membuatku trauma terutama pada kejadian masa lalu yang pernah dilakukan ayah terhadap Ibuku.

Ibu selalu menunjukkan padaku titik-titik luka yang diberikan ayah pada tubuh mulusnya dan itu serupa dengan yang kulihat pada tubuh Jaemin.

"Jen kenapa penderitaan ini harus Ibu terima?" Ibu menangis tepat dihadapanku, dia membuka pakaian atasnya. Dan aku terkejut saat melihat bagaimana tubuh ibuku yang penuh dengan luka.

Air matanya saat itu mengalir deras. Ibu langsung mendekapku dan menyimpan dagunya dibahuku.

"Tolong nanti hiduplah dengan baik. Ibu— percaya padamu."

Itulah kata-kata terakhirnya sebelum keesokan harinya beliau memilih untuk mati dan meninggalkanku.

Lalu saat ini aku kembali menatap kedua tangan kosongku. Jika memang benar aku melakukannya pada tubuh Jaemin itu berarti aku telah menjadi duplikat dari ayahku sendiri.

Tanganku mengepal—sangat kuat, aku sangat membenci ayah tapi aku malah melakukan hal yang serupa dengannya.

Aku malah membenci diriku sendiri, aku memang ingin melakukan balas dendam pada anak itu, tapi bukan hal yang seperti ini. Mungkin malam itu aku berada diluar kendaliku. Maaf Na Jaemin.

Rainbow in the Rain : NoMinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang