Pukul sembilan lebih dua puluh lima menit, motor Jian akhirnya mendarat di depan rumah Nindi. Setelah gadis itu turun dari jok belakang, Jian juga turun dari motornya dan memarkirkannya disana sebentar.
Keduanya berdiri berhadapan, dengan tatapan Jian yang tak bisa lepas dari wajah Nindi, dan Nindi yang menatap kesamping karena menghindari untuk saling bersitatap dengan Jian.
Adegan ciuman pertama di Taman Menteng beberapa menit lalu berputar-putar di kepala Nindi sampai ia tersipu bukan main. Rona di pipinya menjalar sampai ke telinga disertai rasa hangat. Rasanya sekarang dia mau lari melompati pagar rumahnya saja dan segera berteriak di balik bantal untuk melepas kegugupan yang tak mau luluh. Tapi sayangnya, untuk bergerak saja sekarang sulit. Tubuhnya seakan dikukung padahal Jian hanya berdiri dan menatapnya.
Sampai pemuda itu berdehem sekali guna memecah keheningan yang hadir selama beberapa detik itu.
"Nin," Panggilnya pelan,
Nindi tentu reflek menoleh, namun yang pertama kali dia lihat adalah bibir Jian, yang sukses membuat pandangannya menjadi tidak fokus. Gadis itu lantas memekik pelan sembari memejam dan menutup mulutnya. Tak tahan jika harus menunggu sampai kamar, akhirnya dia lepas teriakannya disini. Membuat Jian terkejut namun sesaat kemudian pemuda jangkung itu terkekeh, seakan paham apa yang membuat Nindi bersikap aneh begitu.
Untungnya, teriakan Nindi berhasil memecah hawa tegang, dan akhirnya mereka berdua sanggup bertatapan.
"Masuk gih, Ibu Jena pasti udah nungguin anak gadisnya. Gue liatin dari sini," Setengah hati Jian mengatakannya sebab tak tahu harus berkata apa, otaknya tiba-tiba buntu sampai akhirnya dia mengatakan sesuatu yang berlawanan dengan kata hatinya,
"Gitu doang?" Tanya Nindi memastikan,
Sontak Jian tersenyum lebar sambil menggigit bibir bawahnya, setelahnya ia mendesis sebelum menyahuti,"Lo maunya gimana emang?"
Nindi kembali menatap kearah lain lalu menggaruk pipi kanannya dengan jari telunjuk,"Ya... gak gimana-gimana sih,"
Hening lagi. Mereka berdua benar-benar kehabisan topik. Padahal sebelumnya, rumput bergoyang pun bisa mereka bicarakan sampai merembet ke drama perceraian artis. Tapi sekarang, mereka sama-sama bungkam seribu bahasa.
"Y-yaudah, gue masuk ya?"
Jian yang sedang fokus memandangi wajah gadis dihadapannya itu tersentak mendengar pertanyaan tersebut, sejurus kemudian dia mengangguk.
Baru saja satu langkah Nindi menjauh, Jian teringat sesuatu,
"Nindi," Panggilnya seraya menahan pundak gadis itu sampai si empunya berbalik dan menatapnya penuh tanya,
Jian mengambil kantong plastik yang berada di gantungan motor, lalu menyerahkannya pada Nindi,
"Nih, martabak lo ketinggalan," Katanya,
YOU ARE READING
CEREBRAL PALSY ; Jisung x Ningning ✔️
Fanfiction[COMPLETE] Tentang Jiandara, Nindiya, dan banyak hal hebat serta penyesalan yang terjadi atas sebuah kehilangan. Jika bertahan hanya membuat daging semakin dalam tersayat, bukankah pulang adalah jalan yang terbaik? "Kadang, yang indah justru tak nya...