03 - Alan Mode Curcol

9.6K 386 86
                                    

Jangan lupa buat vote dan komentar juga, ya!
Biar gue makin rajin updatenya!

❤️❤️❤️

GIMANA rasanya hangout sama CEO dari kantor sendiri?

Kalau orangnya asyik dan enak, sih, oke-oke saja. Tapi kalau orangnya kayak modelan Alan yang selalu memasang wajah datar layaknya mau ngajak perang, sih, siapa pun pasti bakal berpikir dua kali buat mengajaknya bicara.

Bahkan Jeanne yang notabenenya sudah kenal Alan sebelumnya saja tidak mau mengajaknya bicara. Garing banget ngajak ngomong si Alan itu. Cuma bikin emosi sendiri, apalagi setelah kejadian siang tadi.

Jeanne mengembuskan napas berat. Teman-temannya yang sudah mulai mabuk satu per satu pamitan untuk joget-joget di lantai dansa. Sisanya pamit pulang karena sudah kangen anak istrinya. Jeanne mau pergi dari sana juga, tapi dia tidak enak hati sama Alan yang dari tadi cuma diam di tempat saja.

Alan duduk di sofa paling ujung. Dia cuma berdiam diri sembari menikmati bergelas-gelas alkohol di depannya. Memang bukan hanya Alan saja yang melakukan hal seperti itu, tapi nyaris semua teman-teman kerjanya yang masih jomlo itu pun melakukan hal serupa.

Pasalnya mereka sudah tahu, pas masuk ke sini Jeanne pakai card legendaris yang tidak akan diberikan secara cuma-cuma oleh pihak kelab. Harga card yang mahal itu sudah sepaket dengan minumannya yang harganya mahal juga. Jadi mereka tidak mau buang-buang waktu selain langsung minum saja mumpung lagi ada kesempatan, kan?

"Nggak mau turun, Pak?" tanya Jeanne yang berusaha menjaga sopan santun, karena tidak enak juga kalau teman-teman barunya di kantor mendengar sapaannya pada Alan. Apalagi dia memang biasa memanggil Alan langsung dengan namanya saja tanpa embel-embel kesopanan.

Setelah siang tadi dia ditanyai macam-macam oleh teman-teman di kantornya. Bahkan dia sampai dituduh kalau punya affair dengan CEO di kantor mereka. Jeanne akhirnya bisa menjelaskan pada teman-temannya soal asal muasal perkenalannya dengan Alan. Dia juga menyangkal hubungan affair dengan Alan, karena pacarnya itu Fredy alias si bebek sawah kesayangan.

Alan menoleh ke arah Jeanne tanpa menunjukkan sedikit pun ekspresi. "Enggak, lo sendiri nggak pengen turun?"

Jeanne tersenyum masam. Dia sangat ingin melakukannya, tapi dia tidak enak membiarkan Alan sendirian. "Kenapa nyuruh gue turun? Lo mau cosplay jadi sad boy di sini, ya? Eh salah," Jeanne menutup mulutnya kemudian meralat ucapannya, "karena lo udah bukan boy lagi, jadinya sad man, ya?"

"Mungkin. Sejujurnya gue cuma mau minum aja malam ini. Lo mau nyoba?" Alan menunjukkan gelasnya pada Jeanne yang langsung mengernyit memandanginya. "Dari tadi lo nggak minum, nggak ikutan turun juga. Kalau lo mau sok alim di depan gue, jelas nggak guna karena gue udah tahu lo bisa minum di pesta pernikahan Alva sebelumnya."

Jeanne berdecak kesal. Dia mau minum. Sangat mau, tapi sebagai orang yang disambut malam ini, dia menjadi layaknya sosok pemilik acara tersebut. Apalagi dia yang akan membayar semua biaya yang akan mereka habiskan malam ini.

Walaupun dia berhutang dulu pada Alan melalui card miliknya, tapi ending-endingnya dia juga yang akan membayarnya. Alhasil sebagai pemilik acara itu, dia harus tetap menjaga kewarasan ketika semua teman-teman kantornya sudah setengah sadar.

Kalaupun dia ingin mabuk, dia akan melakukan bagiannya terakhir. Saat semua teman-temannya sudah pulang. Karena dia mau menjadi pemilik acara yang baik dan tidak mengecewakan teman-teman barunya.

One Night Disaster (COMPLETED)Where stories live. Discover now