"Habis dari mana bi?" pertanyaan dilontarkan Raden melihat sosok Abi yang baru memasuki kamarnya.

"Habis ngantar Naya ke kamar," jawab Abi kemudian mendudukkan dirinya disofa yang tersedia dalam kamar sepupunya itu.

"Naya? Kanaya yang dulu sering bareng Ares?" seorang Pria lainnya bertanya.

"Iya," timpal Ares.

"Udah lama gue enggak ketemu, dulu sering banget berantam sama Ares," lanjutnya, namanya Bian Yunanda Admadya adik dari Raden.

"Udah punya pacar enggak Res si Naya?"  lanjut Bian bertanya.

"Ngapain nanya soal itu?" tanya Ares tampak tidak suka.

"Sekedar nanya aja sih, kalau belum punya gue mau pdkt," celoteh Bian.

"Tidak boleh," ujar Ares dan Abi bersamaan membuat Raden dan Bian saling pandang.

"Maksud gue, kalau lo niat main main jangan dekati Naya. Dia itu anak kesayangan bokap nyokap kita," ujar Abi menjelaskan.

"Gue enggak niat main main kali Bi, Kanaya itu cantik, lucu, pintar dan terpenting seperti yang lo bilang dia udah diterima dikeluarga kita," jelas Bian.

Terlihat Ares mengeraskan rahangnya sebelum bangkit berdiri.
"Mau kemana Res?" tanya Raden menyadari suasana tampak canggung.

"Kebawah," balasnya langsung melangkah keluar.

Tampak Raden, Bian dan Abi saling pandang. "Menurut lo Ares aneh enggak sih?" tanya Abi dan ditanggapi anggukan bersamaan dari Raden dan Bian.

.
.
.

Keluar dari kamar Raden, langkah Ares yang hendak menuruni tangga terhenti mendapati Kanaya yang baru saja keluar dari kamar.

"Pak Ares mau turun?" tanya Kanaya melangkah mendekati Ares.

"Ganti celana gih," suruh Ares membuat Kanaya mengernyit bingung, apa yang salah dengan celana pink selutut miliknya.

"Enggak ah, lagi panas juga," tolak Kanaya hendak melangkah mendahului Ares turun namun terhenti karena Ares menarik Kanaya menghadapnya.

"Enggak baik,celana kamu kependekan. Dirumah ini banyak laki laki," nasehat Ares.

"Tapi Naya malas Pak, lagian kan sering pakai celana gini dirumah Momy sama Bunda," ujar Kanaya.

"Ganti sekarang atau sekalian kamu saya pulangin," ancam Ares.

Kanaya mendesah pasrah kemudian dengan setengah hati masuk kembali kedalam kamarnya.

Selang beberapa menit, Kanaya keluar dari kamarnya dengan celana training hitam panjang dan menatap sosok Ares yang masih menunggunya.

"Gini aja terus, jangan pakai baju dan celana kurang bahan lagi," nasehat Ares membuat Kanaya hanya berdehem malas. Ares dan mengomel adalah satu paket.

"Iya Pak, kalau gitu udah boleh turun kan!" ajak Kanaya mengerjap ngerjap semangat.

"Hm," ujar Ares melangkah turun dan Kanaya mengekori dibelakang.

"Eh Naya Ares," sapa Widya melihat keduanya yang baru saja turun.

"Iya Bun, Naya lapar," ujar Kanaya.

"Aduh lapar ya Nay? sabar ya ini lagi masak buat sekeluarga," timpal Raisa yang sedang mencuci sayur.

Kanaya tersenyum "Naya bantu aunty?" tawar Kanaya.

"Boleh boleh, ini kamu bantu cuci sayuran gih," perintah Widya.

Kanaya bergabung dengan Raisa, Widya dan Amira di dapur untuk masak. Sedangkan Ares menuju kulkas untuk mengambil air. Lalu bergabung bersama om Arkan ayah Raden dan Bian serta om Farel ayah dari Abi.

Fyi, ayah Ares sudah meninggal 3 tahun lalu saat dirinya baru saja menyelesaikan studi S3 di Oxford.

"Ares apa kabar," sapa om Arkan melihat Ares mendekat.

"Baik Om," balasnya tersenyum tipis.

"Gimana kerja kamu betah?" tanya om Farel.

Ares mengangguk "baik Om,"

"Enggak ada niatan ngurus perusahaan Res? Saham atas nama kamu di perusahaan 15% loh," ujar Farel.

"Untuk saat ini Ares percayain aja sama om, Ares juga sibuk di kampus jadi enggak ada waktu keperusahaan," jelas Ares.

Arkan dan Farel mengangguk mengerti "ya sudah, tapi kalau berubah pikiran jangan sungkan ya," timpal Arkan yang mendapat anggukan mantap Ares.

Bruak ...
Bruk...
Brak....

"Naya!"

Seruan dari dapur dengan suara teriakan ibu ibu membuat seluruh penghuni rumah terkejut.
Ares spontan berlari ke dapur mendengar nama Naya disebut.

.

.

.

.


Sarangeo Pak Dosen (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang