Romeo terdiam sejenak, lalu menunduk pelan tertawa mendengar ucapan gadis itu. "Teman? Apa pentingnya peran itu?" Romeo menaikan sebelah alisnya.

"Dengan kekuasaan aku akan mendapatkan segalanya. Jadi aku tidak perlu teman. Sebab itu hanya akan merepotkan. Seperti kau yang menjadi bodoh hanya karena seorang teman."

Naomi menatap pria itu kian berang. Benci teramat sangat pada pria rupawan di hadapannya. Pria yang sudah menjerat Evelyn— yang sudah ia anggap sebagai saudaranya itu— ke dalam sebuah jebakan yang hanya mengutungkannya. Memberi makan obsesi gilanya itu.

"Aku akan membuat Evelyn pergi darimu. Sejauh mungkin. Sampai kau menangis frustasi karena tak lagi mendapatkannya!"

Romeo menatap kian lekat ke arah Naomi. Mengedip pelan diam beberapa waktu tanpa langsung memberikan jawaban. Hanya rona ketenangan yang tertampakan. Seakan pria itu tidak takut dengan ancaman yang diberikan gadis lemah ini.

Karena jika pun Evelyn lari darinya suatu saat nanti. Maka ia akan mengejarnya tak akan membiarkan gadisnya meloloskan diri barang selangkah pun darinya. Sebab apa yang menjadi miliknya akan selamanya menjadi miliknya.

Romeo bangkit dari posisi berjalan ke arah Naomi, memutari kursi gadis itu. Berdiri ia dibelakang Naomi dengan tangannya yang bergerak menyusuri leher mulus gadis itu lalu mencengkramnya cukup erat di sana. "Kau ingin kuberitahu sesuatu sebelum menerima pemerkosaan itu, Noami?" bisik Romeo.

Naomi bergerak-gerak memberontak kala cengkraman Romeo di lehernya menguat, merenggut oksigen yang hendak masuk ke paru-parunya membuat nafasnya tersendat-sendat.

"Emily— ibu dari Evelyn adalah perempuan yang selama ini kau cari. Perempuan yang menjadi simpanan Ayahmu." Pemberontakan Naomi terhenti, membatu tubuhnya melemas mendengar kalimat itu.

Romeo sedikit merenggangkan cengkramannya sebab tak mau gadis itu cepat mati. "Menurutmu— apa yang akan ibumu itu lakukan saat ternyata kau berteman baik dengan putri dari wanita yang dibencinya?" Tangan Romeo bergerak naik, mendongakan dagu Naomi agar gadis itu menatap ke arahnya.

"Apakah dia akan membunuh Emily? Atau— makin menggilai Ayahmu hingga kian rela menjilat telapak kakinya agar pria itu tetap tinggal bersamanya seperti yang telah lalu?"

Naomi menelan saliva. Matanya sedikit bergetar menatap pria tirani di hadapannya. Romeo ternyata jauh dari praduganya.

"Jangan mengarang cerita." Naomi mendesis tak terima. Bukan. Bukan ibu dari Evelyn yang menjadi benalu kehancuran keluarganya. Bukan ibu dari Evelyn yang membuat ibunya kehilangan akal hingga terus membersamai Ayahnya yang gila wanita itu.

Romeo menyeringai, ia memiringkan wajahnya hingga posisi mereka nyaris seperti orang berciuman. "Apakah selama ini kau pernah melihat bagaimana rupa ibu dari Evelyn?" Pria itu menggeleng pelan. "Tidak, kan?"

Bibir Romeo mendekat ke telinga Naomi, lalu berbisik, "Mau tunjukan rupa Emily? Mungkin kau sendiri akan percaya ucapanku setelah menyamakannya wajahnya dengan wajah perempuan yang kau cari itu. Perempuan yang ingin kau habisi seluruh keluarganya sebagai pembalasan dendammu atas kehancuran keluargamu."

Romeo tersenyum banyak arti lalu menjauhkan kepalanya, dari Naomi. Dan setelahnya muncul sebuah gambar dari sorotan proyektor di dinding. Menampilkan potrait yang begitu mirip dengan sosok perempuan yang amat dibencinya.

Romeo AlmaheraWhere stories live. Discover now