22. Support System

208 54 1
                                    

Voment ya^^

Byantara sudah mengatakan pada Janetha kalau ibunya ingin mereka makan malam bersama. Jadi seusai pulang dari kafe dan sampai di depan tower apartemennya, Byantara mengirim pesan pada Janetha untuk turun. Tadinya Janetha ingin berangkat sendirian mengingat Byantara harus putar arah jika harus menjemputnya, tapi pria itu memaksa dan disinilah mereka sekarang, di depan pagar rumah keluarga Byantara.

"Tadi disuruh berhenti dulu gak mau! Masa gue gak bawa apa-apa sih?!"

Byantara meraih tas ranselnya di jok belakang, "Di dalem udah banyak makanan. Lagian biasanya kamu juga numpang makan doang."

Mulut Janetha berkomat-kamit mencibir sindiran Byantara. Keduanya keluar hendak membuka pagar. Tapi suara yang tidak asing membuat Janetha menoleh ke arah rumahnya yang kosong penghuni.

"Eyang?"

"Nah!!" Jarel berseru lega, "Pas banget Janetha dateng."

Janetha menghampiri Jarel, Anindya dan Eyang, sang Ibu dari ayahnya. Dia terkejut mendapati wanita paruh baya itu ada di rumahnya. Momennya sangat tidak pas karena dirinya sudah ditunggu keluarga Byantara.

"Bang, masuk duluan aja. Bilangin Mama Puri ya, gue ada urusan bentar."

"Ayo bareng." Ajak Byantara menuju Eyang tanpa perduli perkataan Janetha barusan.

"Eyang kapan dateng? Sama Bang Jarel?" Tanya Janetha setelah memberikan salam, "Kok gak bilang Netha dulu?"

Alih-alih menjawab pertanyaan Janetha, wanita paruh baya bernama Rahayu itu menarik Janetha dalam pelukan erat. Tangisnya pecah memilukan. Membuat Jarel dan Byantara spontan saling melempar pandang.

Janetha mendongak pada Byantara. Tidak punya ide harus berbuat apa. Lantas tangannya mengusap punggung sang Nenek.

"Kok malah nangis sih, Eyang?"

Rahayu melepas pelukan dan menarik Jarel mendekat untuk mengusapi lengannya.

"Ayo, masuk dulu aja. Eyang biar minum." Kata Jarel sembari merangkul Rahayu untuk masuk rumah.

"Lah?" Janetha tidak bisa menahan Jarel yang sudah membuka gembok pagar, "Kan gak ada apa-apa di dalem."

"Saya beli dulu." Kata Byantara berusul.

"Ikutㅡ" ucapan Janetha terhenti saat Byantara menahan wanita itu mengikutinya.

"Gak usah. Saya aja. Kamu temuin Eyang. Masa udah jauh-jauh kesini kamu tinggal?"

"Ih, Bang!" Janetha menarik ransel Byantara, "Firasat gue gak enak tau! Eyang pasti kesini ngomongin Papi sama Mami. Gue gak selera bahas mereka."

Byantara menghela napa, "Netha, seenggaknya hargain usaha Eyang mau ketemu kamu sama Jarel. Eyang pasti khawatir sama kalian. Lihat kan? Eyang sendirian lho, Tha. Gak sama siapa-siapa kesininya."

Mendengar penjelasan sabar Byantara, Janetha berdecak tapi akhirnya menurut. Dia berbalik arah, lalu membiarkan Byantara pergi sembari melangkah masuk. Di dalam, Jarel tengah mencari sesuatu di dapur.

"Bang Byan masih beliin makanan." Kata Janetha pada Jarel lalu menghampiri Rahayu dan merangkul manja Neneknya itu, "Udah gede masih suka nangis, YEE!"

Rahayu mengusap pipi Janetha, "Maaf ya, Eyang baru bisa ketemu kalian."

"Justru Jarel yang mau minta maaf, belum nemuin Eyang di Bogor." Jarel duduk di sofa seberang, "Kok bisa ke sini gak ngabarin dulu?! Kan Jarel bisa jemput Eyang. Untung Jarel lagi bisa di telpon, kalau enggak gimana?!"

"Tau nih, Eyang. Di rumah gak ada siapa-siapa. Kecele ya tadi?!" Celetuk Janetha menyahut.

"Eyang gak boleh Papi kalian kesini. Tapi Eyang gak bisa, mau ketemu Jarel sama Netha. Jadi kesini aja." Kata Rahayu dengan raut sedihnya, "Terus, Jarel sama Netha, kalau gak disini, tempat tinggalnya dimana?"

Cover - CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang