20. Tertawan Restu

Start from the beginning
                                    

"Ya emang bener kan?" Ejek Puri terkekeh. "Anak Mama satu ini bikin Mama resah, Tha. Adek-adeknya udah curhat naksir sana-sini, nunjukin poto pacar, Abangnya diem-diem bae. Kirain yang enggak-enggak, pas dibilang ada feeling sama Netha, Mama suruh gas aja. Kita team suksesnya. Jadi gimana-gimana? Netha suka sama Mas Byan juga gak?"

Jenetha melirik Byantara yang mengusap tengkuknya salah tingkah. Sementara kedua adik pria itu kompak menggoda sang kakak.

"Jangan buru-buru kalau emang belum. Netha juga berhak bilang enggak kalau emang gak ada perasaan sama Byantara." Kata Heru menyela, "Nanti gara-gara kita, malah jadinya Netha terpaksa nerima Byantara. Jangan, ya."

"Iya juga sih." Kata Puri lesu.

"Gak langsung dinikahin kan?"

Byantara menoleh pada Janetha cepat. Dia memastikan pendengarannya tidak salah. Melihat semua mata tertuju pada wanita itu, sepertinya yang dia dengar adalah benar.

"Ya enggaklah. Tapi kalau mau, nanti Om temuin orang tua kamu."

"Lho, jangann!" Seru Janetha mengayunkan tangan di depan dada, "Biar mastiin perasaan Netha ini karema cuma nyaman doang apa beneranㅡudah sayang."

"CIAAAAWW!" Salwa berlagak mencakar wajah Byantara yang merona.

Jati mendorong bahu Byantara dengan barbar, "Kayang, Mas, Kayang! Buruan!"

"Iya, PDKT aja dulu. Dipastiin lagi. Udah pada dewasa. Orang tua ini disuruh lamarin, ayo aja." Heru menunjuk Janetha, "Satu lagi, mulai sekarang belajar panggil Om, Papa juga ya."

Janetha menggigit pipi dalamnya merasa gamang. Ada sebuah kelapangan yang gerasa di dalam dadanya. Seolah-seolah, ada himpitan yang terlepas ketika sebuah kalimat berarti penerimaan itu terlontar dari mulutnya untuk Byantara. Entah ini keputusan impulsif semata atau karena keyakinannya yang tertahan saja, Janetha tidak yakin pasti. Yang dia tahu, hatinya memintanya bersuara.

Untuk Byantara, Janetha mau mencobanya.

***

Hari ini tidak banyak mata kuliah yang harus di hadiri Janetha dan para pengikut setianya. Ada beberapa dosen yang mengikuti seminar di aula utama sehingga kelas diganti tugas dan hanya mengisi absen saja. Karena malas kemana-mana, Janetha menolak ajakan Ghina yang berniat pergi ke mall. Lagi pula, Janetha harus berhemat dan menuju mall jelas bukan pilihan tepat.

"Sama cowok lo sana!"

"Gak ah, ntar lo kesian sendirian."

"Dih, songong. Gue doain putus, mampus!"

"Congornya, J! Gue tabok lo, ya!" Ghina mendengus kesal pada Janetha, "Lo tuh buruan nyari cowok kenapa sih?! Look! Pakai mata lo tuh buat ngescan cowok-cowok disini! I mean, lo tuh not bad, J! Yah, walaupun kelakuan lo kadang-kadang abnormal, tapi gue lihat, banyak kok yang naruh perhatian."

"Yaelah, buat apa banyak yang naruh perhatian tapi gak ada yang J perhatiin. Yang suka J bakal kalah sama yang J suka. Ya gak?" Goda Wafda tengil sembari menyikut lengan Janetha.

"Selera lo Om-om jangan-jangan?" Celetuk Sabit yang dihadiahi toyoran gemas Janetha.

"Iya, bapak lo yang gue taksir. Mau lo!!"

"Gak, makasih! Mbatin mulu emak gue punya madu kayak lo!"

Wafda dan Ghina tertawa sementara Janetha mendumal.

Cover - CompleteWhere stories live. Discover now