17

14 6 0
                                    

Bel masuk kedua sudah berbunyi, semua murid masuk ke ruang kelasnya masing-masing untuk melanjutkan pembelajaran mereka. Namun, berbeda dengan Juna dan Yardan mereka masih di luar untuk memastikan keadaan Delva dan Sirbul.

Setelah panggilan orang tua mereka ke sekolah, dikabarkan bahwa Sirbul dan Delva mendapatkan scorsing selama satu Minggu. Juna yang mengetahui kabar tersebut merasa bersalah, semua ini berawal dari Juna yang menjadi otaknya.

"Bang, kenapa mereka belum keluar?" tanya Yardan yang terjebak di tubuh Juna.

Mereka bersembunyi di balik dinding tiang untuk mengetahui kabar Delva dan Sirbul yang saat ini berada di ruang guru di dampingi orang tua mereka.

Tak lama mereka keluar bersama wali masing-masing. Juna langsung menghampiri Delva dan Sirbul, ingin tahu bagaimana keadaan mereka. Juna tahu bahwa mereka tak akan menerimanya lagi setelah ini, mereka pasti akan membenci Juna.

"Hei, kawan!" teriak Juna.

Delva dan Sirbul yang menampilkan wajah memelas, menoleh dan menatap bingung pada Yardan. Jelas mereka belum mengetahui bahwa jiwa sahabatnya—Juna tertukar dengan adik kelasnya.

"Delva, ayah tunggu di mobil," ucap ayahnya Delva dan diangguki oleh sang anak. Ayahnya Delva mengerti bahwa mungkin mereka ingin membicarakan suatu hal.

"Mama, tunggu di depan," pamit mamanya Sirbul pada anaknya, lantas mengikuti kemana arah pergi ayahnya Delva.

Yardan berada di belakang Juna, tentu yang sekarang menjadi sorotan Delva dan Sirbul adalah Yardan yang terjebak di tubuh Juna.
Delva berjalan mendekati Yardan tanpa menghiraukan Juna yang berada paling depan.

"Jangan nyebut itu, kita bukan kawan," ucap Delva dingin.

Yardan menunduk, dia tidak tahu harus membalas apa. Yardan tidak bisa menebak perasaan Juna yang berada di tubuhnya sendiri, entah apa yang dia rasakan. Namun, Juna yang berada di tubuh kucel itu merasakan sesak di dadanya. Ia sudah menduga ini.

Delva lantas menatap orang yang berada di sampingnya, menatap kebencian. "Dan kau, kenapa kau tidak melaporkan dia juga?"

"Dia yang lebih bersalah, dia yang memberi ide pembullian," tutur Delva menyudutkan Juna.

Juna semakin sesak, air matanya tak bisa dia bendung lagi. Rasa bersalahnya sangat besar, menyesali perbuatannya dulu bertingkah buruk kepada orang lain, Delva mengatakannya langsung kepada pelaku yang sebenarnya.

"Maaf." Hanya itu yang terlontar dari mulut Juna, lantas dia menunduk.

Delva mendengus, lalu mengajak Sirbul untuk segera pergi dari tempatnya. Sirbul menatap Yardan dengan tatapan yang tak bisa di artikan, hawa yang terlihat hanyalah kekecewaan.

Juna menatap nanar kedua sahabatnya yang pergi menjauh secara perlahan. Kenapa bisa dunianya seperti ini? Dunianya jadi hancur.

"Maaf, Bang," ucap Yardan saat melihat Juna yang bergeming.

Yardan serba salah, entah dia harus menampilkan perasaan seperti apa. Apakah ia harus bahagia? Ataukah sedih? Semua kejadian ini memang bukan salahnya, tetapi hinggap secuil perasaan bersalah. Bagaimana ini?

Juna pergi tanpa berkata-kata, dia meninggalkan Yardan yang juga kesulitan. Saat ini perasaan Juna masih tak karuan, kecewa, marah, dan rasa bersalahnya menjadi satu. Seperti sendiri dan tak punya lagi gairah hidup. Barangkali waktu sendirinya akan membuat perasaanya lebih baik, Juna membolos.

•••

"Entah mengapa aku tidak ingin marah, saat anakku di scors," tutur wanita paruh baya dengan wajah yang masih terbilang awet muda.

Cermin Terbalik 2Where stories live. Discover now