Sang Jentera Limbah (pt. 2)

Start from the beginning
                                    

"Saudaraku," sahut pemuda itu, "maukah kau memperkenalkan diriku dengannya? Sangat jarang bagimu memiliki seorang tamu wanita."

Pucat pun menjadi tersipu, Nobert terdiam untuk sesaat. Untungnya dia menguasai diri, meski berkata agak kaku, "Mademoiselle Jesse Dumond, perkenalkan ... adik laki-laki saya, Gabriel."

Jesse mengangguk hormat. "Saya senang bertemu denganmu, Monsieur," sambutJesse, bersungguh-sungguh, "saya mungkin terlalu menikmati obrolan dengan saudaramu sampai ke tingkat yang tidak pantas."

Tampaknya, pikiran mereka menuju ke arah yang sama, sebab Gabriel pun tersenyum pada Jesse dan berkata, "Kuharap, saudaraku ini tidak mempermalukanmu dengan menunjukkan temperamennya yang terkenal, Mademoiselle. Dia lebih pandai memperlakukan tabung vakum dan gawai-gawainya daripada berhadapan dengan wanita. Sungguh mengkhawatirkan."

Nobert mencoba menyangkal, "Hey, ini tidak seperti yang—"

"Tidak sama sekali," sela Jesse dengan lancar. "Kami sebetulnya sedang mendiskusikan poin-poin kimia, dan saudaramu, sebagai orang yang sangat terpelajar," Jesse sambil melirik Nobert, "baru saja menyampaikan maksudnya dengan agak tegas."

"Kimia? Wah, saya suka kimia!" Mendengar topik ini, sorot mata Gabriel seakan langsung tercerahkan. Bicaranya lebih cepat dan terengah-engah. "Apa masalahnya, jika aku boleh tahu? Permisi ... bolehkah saya duduk?"

Seketika itu, Jesse terpesona oleh betapa indahnya mata pemuda itu—indranila kecokelatan—mengungkap terai yang tidak dapat diucapkan. Tumbuh di negeri revolusi di mana kulit gelap menjadi kebanggaan, Jesse tak pernah menyukai penampilan orang-orang kulit putih berdarah campuran. Namun, ketika Gabriel membicarakan kimia, sesuatu dalam sikapnya memercikkan tatapan aneh yang berbinar. Jesse pun menakar kembali penilaiannya terhadap pemuda itu, boleh jadi dia tampan, bukan cuma polos.

"Ehm, Gabriel merupakan satu-satunya anggota keluargaku yang meminati sains," jelas Nobert. Suaranya terdengar bangga. "Dia belajar di Paris sepertiku. Aku selalu mengirimkan semua buku-bukuku kepadanya, dan dia mengkritik semua prototipe buatanku."

Jesse mengerjap karena terkejut. Kemudian, dia tersadar bahwa Nobert sudah tidak berminat untuk bekerja sama lagi dengannya. Jesse beralih menghadap stan minuman, mengambil kembali toples limbah. "Saya khawatir, saya tidak mungkin berlama-lama di sini, Monsieur, tetapi sebelum itu, barangkali Anda punya pendapat mengenai hal ini?" Dia pun menawarkan toples berisi limbah itu pada Gabriel.

Norbert mulai menyadari niat Jesse, tetapi Gabriel sudah lebih dulu mengambil toples itu sebelum Nobert sempat mengajukan protes.

Gabriel membuka sumbat penutupnya dengan cekatan, kemudian menghamburkan aromanya ke wajah ketimbang mengendusnya secara langsung. "Uhuk!" Gabriel meringis. "Jelas hidrogen sulfida, dan mungkin juga sejumlah gas lain, jika ini adalah produk dari suatu bentuk pembusukan." Dia menutup kembali toples itu lalu memeriksa lumpur yang berputar-putar di dasarnya dengan tatapan kritis. "Menarik ... kupikir tadinya, ini kotoran, tapi sepertinya substansi yang lebih seragam. Seseorang membuat ini? Proses apa yang bisa menghasilkan sesuatu yang begitu berbahaya?"

"Distilasi rum," jawabJesse, menahan keinginan untuk tertawa saat melihat wajah polos Gabriel yang seperti merasa sedang dibodohi.

"Tidak heran," balas Gabriel, tampak muram, "mengingat apa yang bisa dihasilkan produk akhir bagi jiwa manusia." Dia menyerahkan toples itu kembali kepadaJesse. "Terbuat dari apa itu?"

Sekali lagi, Jesse terpaksa menjelaskan. Namun, sebelum dia melakukannya, hal aneh kembali terjadi. Mata polos Gabriel kembali berbinar. Jesse hanya mengangguk dan bergumam Mmm-hmm dalam sesekali. "Seperti yang kubilang pada kakakmu," Jesse mulai menyimpulkan, "kami sedang menyusun formulanya."

"Formula cuma permainan anak-anak," oceh Gabriel, menjentikkan jari tanpa dia sadari. "Proses ekstraksinya cukup simpel, jika saja metana bukan merupakan zat berbahaya yang mudah terbakar. Bahkan, meledak dalam kondisi tertentu ... yang mana dalam kebanyakan kasus akan selalu tercipta. Sudah jelas kalau metode mekanis apa pun perlu memperhatikan dirinya sendiri, terutama dengan menstabilkan produk akhir, bukan sekedar dipisahkan. Dibekukan, atau mungkinkah ...." Gabriel tiba-tiba tercerahkan. "Kakak, barangkali kita bisa menyempurnakan proses distilasi vakum yang sedang kau kembangkan."

"Ya, iya, iya," sahut Norbert yang sedari awal sudah menghabiskan sepuluh menit terakhir memandangi interaksi Jesse dan Gabriel dengan rasa takut yang semakin meningkat. "Aku akan mempertimbangkannya. Akan tetapi, Mademoiselle Dumond benar-benar harus pergi; Aku khawatir kita hanya akan menunda urusannya." Dia memelototi Jesse saat Gabriel terlihat bersemangat.

"Benar sekali." Jesse tersenyum anggun. Dia meletakkan toples lalu menyelipkannya ke dalam tas brokat, mengambil topinya dari sandaran kursi. Dia harus bersikap ramah untuk saat ini, meskipun Norbert Châtillon terbukti keras kepala. Memang lebih baik untuk pergi, dan mengejar masalah dari sudut pandang yang sama sekali berbeda.

Ketika Norbert menuntun Jesse ke pintu ruang tamu dengan kedua tangan berkacak pinggang, Jesse menoleh ke belakang dan tersenyum pada Gabriel, sementara Gabriel membalas senyumnya dengan penyesalan yang menawan berserta lambaian kecil nan malu-malu.

Bukan hanya tampan dan menawan, pikir Jesse akhirnya memutuskan, dan itu berarti sudut pandang baru ini akan sangat menyenangkan untuk dikejar.

───✧❅ ❅✧───
• Bersambung •



Aequitas 14052023
"Prompt: cerpen berlatar di 1800-an"
ᴅᴇᴅɪᴄᴀᴛᴇᴅ ᴛᴏ Blackpandora_Club

Jurnal RambangWhere stories live. Discover now