Asavella 🍁 68 pt.2

Start from the beginning
                                    

Tentu. Ucapan yang baru saja mengejutkan Mutiara. Seolah laki-laki tersebut tahu banyak hal.

“Aku mendengar, kamu pernah mengeluh karena terus menerus pakai korset di café waktu itu. Pengakuan yang mengejutkan untuk kekasihmu juga kala itu bukan? Mau dilepas? Biar aku lepas.”

“Gak perlu,” sahut Mutiara memundurkan tubuhnya namun berhasil ditangkap oleh si topeng kelinci.

“Kenapa kamu menyiksa janin tak berdosa ini. Asal kamu tahu, Ra. Jantungnya bisa rusak dan tidak tumbuh sempurna. Kalo mau membunuh biar aku yang bantu,” tutur katanya dengan begitu santai tangan-tangan nakal itu membuka setengah kaos Mutiara hingga dada untuk bisa melepas korset yang dipakai sang gadis.

“Empat bulan,” lirihnya di kala menyentuh perut Mutiara yang sudah terlihat. “Apa ini empat bulan?”

“G-gue gak tau,” gugup dan risih Mutiara. Matanya kali ini membelalak. Di kala sebuah jarum pentul kini menyentuh perutnya.

“L-lo m-mau apa!!” gertak Mutiara yang menendang—membuat tersungkur ke belakang remaja laki-laki bertopeng kelinci.

Mutiara merasakan sakit yang seolah di dalam perutnya seperti terjadi apa-apa.

“Tenang, aku tidak akan melakukan hal jahat. Mau minum dulu?” tawar sang lelaki bertopeng kelinci yang beranjak bangun dan mengarah pada segelas air putih.

Gadis yang menawarkan hanya menggeleng—dimana ia menahan rasa sakit seolah banyak belati tengah menusuk-nusuk perutnya.

“Kamu menolak? Padahal tadi waktu tidak sadar, kamu minum banyak. Kurasa kamu suka sekali dengan obat ilegal ini.” Si Topeng kelinci memperlihatkan bekas dari bungkus pil yang sama sekali Mutiara tidak kenali.

Tapi otaknya mengarah pada tubuhnya yang sekarang bekerja merasakan kontraksi penuh. Kakinya juga mulai lemas seakan tidak kuat menopang tubuhnya.

Semua ia tahan sekuat tenaga ketika kontraksi hebat membuatnya menangis. Netranya melihat sebuah tubuh dengan tangan yang lemas tak berdaya seperti semua sendi-sendi sudah tidak bekerja. Tubuh itu ditutupi oleh kain putih.

Sang topeng kelinci juga melihat ke arah kain yang ditutupi. “Kamu berhasil menemukan, Asavella? Yah. Tidak seru,” ucap kecewa si topeng kelinci seraya berjalan ke arah kain penuh bercak darah dan kemudian ia buka.

“VELLA!!! ENGGAKKKKKK!!!” Mutiara menghentakkan kakinya penuh emosional di kala lalat-lalat merubungi tubuh gadis yang tidak lagi memiliki jiwa.

“VELLAA!! VELLA INI ARAAA!! ENGGAK!! ENGGAK!!!” Memberontak penuh amarah—menggoyangkan tubuh ke sana kemari demi untuk bisa melepaskan ikatan mati yang membuatnya tangannya terikat ke atas.

“Eng-enggak!!” Perut Mutiara mulai merasakan sakit luar biasa. Ia berulang kali mengedan dengan kepala menunduk ke bawah. Ia mendapati darah menetes mengalir sempurna pada kakinya.

“ENGGAK! ARA MOHON JANGAN!! JANGANN! KELUAR!!” Mutiara meraung—menahan untuk tidak mengedan. Namun ia merasakan seperti ada benda bulat besar dari selangkangannya.

“Apa bayimu lahir?” Sang kelinci itu mengecek. Darah yang mengalir semakin tak karuan. Ia juga berusaha menekan penuh paksa perut Mutiara.

ASAVELLA [TERBIT] ✓Where stories live. Discover now