Dabin Sedih, Kamden Kesulitan

87 22 10
                                    

Dabin memberikan undangan acara perpisahan SMA, namun Chanyeol hanya melihat dan menyuruh memberikannya ke Seungwan tanpa membacanya terlebih dahulu. Dabin hanya menurut, dia memberikannya ke Seungwan, dibaca sih dibaca, tapi ekspresinya mengatakan kalau tidak bisa datang.

"Maaf, Eomma nggak bisa datang. Tanggal empat maret Eomma ada rapat penting buat promosi White Day."

"Eomma, tapi ini acaranya cuma jam sembilan sampai jam satu, kalau terlalu terburu-buru, Eomma bisa kerja jam sebelas." Dabin memegang tangannya Seungwan, dia sangat memohon akan hal ini.

"I'm sorry, Darling. I hope i can, but the reality, i can't. Memangnya acaranya sepenting itu kah sampai mohon kayak gitu?" tanya Seungwan tanpa memikirkan perasaan putrinya.

Dabin murung seketika, dia meninggalkan ruang kerjanya Chanyeol dan Seungwan. Dabin sangat sakit hati, sejak SD selalu saja seperti ini, padahal ini hanya acara tiga tahun sekali, itupun tidak memakan waktu setengah hari.

"Dabin?" Seungwan masuk ke dalam kamarnya Dabin bersama Chanyeol, namun kehadirannya tidak dianggap, Dabin malah menutup semua badannya menggunakan selimut tebalnya.

"Dabin marah?" tanya Chanyeol.

"Jangan marah, dong. Kita kerja juga buat Da–" ucapan Seungwan terpotong karena Dabin tiba-tiba melempar selimutnya.

"Buat Dabin atau buat image Eomma? Selama ini Dabin nahan diri biar nggak sedih atau marah di depan kalian, semuanya Dabin masih tahan. Tapi, kenapa Dabin minta kalian datang ke acara perpisahan selalu nggak bisa? Memangnya Dabin nggak penting, ya? Dabin ngerasa gitu, sih. Waktu Dabin sakit, kalian nggak sempetin waktu buat lihat Dabin, waktu operasi aja, yang nganterin Kamden, kalian cuma datang sebentar aja, habisitu sudah, balik kerja lagi. Kalian cuma kerja, kerja, dan kerja."

PLAAAAKKK!

"Kamu nggak pantes ngomong gitu, Park Dabin! Kamu bilang gitu seolah kita banyak banget kurangnya, padahal kita sudah kasih semuanya. Aahh, Eomma pusing, dari awal memang keputusannya Eomma sama Appa salah buat ngelahirin kamu."

"Seungwan...." Chanyeol menenangkan Seungwan supaya mengontrol ucapannya.

"Siapa juga yang minta kalian ngelahirin Dabin?!" Dabin mengusap air matanya, jujur kali ini ucapannya sangat menyakitkan.

Dabin tidak bisa menahannya lagi, dia memutuskan pergi dari rumah untuk sementara ini. Dabin jalan luntang-lantung melewati jalan di perumahan, sampai tidak terasa tiba-tiba sudah sampai pinggir jalan.

Malam-malam begini bahaya bagi Dabin, dia harus mengungsi di mini market sekalian mengisi perut dengan ramyeon dan kimbab. Untung saja kartu kredit selalu Dabin taruh di card wallet yang menyatu di case ponselnya, dengan begini kabur pun tidak perlu khawatir.

Ramyeon sudah selesai dibuat, tinggal menunggu matang di air hangat saja. Dabin memainkan ponselnya, Chanyeol dan Seungwan masih tidak ada inisiatif untuk mengiriminya chat, yang berarti... begitulah.

"Eh?"

Incoming Call from My Kammy ❤👀....

"Dabin ngapain ada di mini market malem-malem?"

Dabin melihat sekeliling, tidak ada Kamden atau Kade, bagaimana bisa tahu?

"HP kamu kesambung GPS aku."

"Ah, a-aku beli makan...."

"Dabin kenapa?"

Ah, sial, malah ditanyakan! Dabin jadi tidak bisa menahan tangisnya kalau seperti ini.

"Eh, Dabin nangis? Tunggu di situ, aku OTW kesana."

Sambungan telfon terputus, Dabin menutup mulutnya, sebisa mungkin dia menahan tangisnya supaya tidak dicap aneh oleh orang disekitarnya.

🏢🏢🏢🏢

Kamden sangat bingung saat ini, Dabin tidak mau berbicara sama sekali. Kamden mengajak Dabin ke mall, ditawarin ice cream tidak mau, susu sapi tidak mau, dessert tidak mau, boneka tidak mau. Karena semua cara itu gagal, Kamden beralih ke game arcade.

Nah, ternyata zonk, sama saja. Ini Kamden ajak main motor-motoran, malah dia yang mengarahkan game untuk Dabin dari belakang. Bermain basket, tembak-tembakan, pukul tikus pun juga begitu, kesannya jadi Kamden yang bermain. :")

"Ah!" Kamden menarik tangannya Dabin menuju salah satu permainan. "Kalau skor aku lebih dari sembilan ratus lima puluh, kamu harus cium aku, ya."

Dabin mengangguk, yang berarti setuju. Kamden bersiap-siap memukul, disaat sudah waktunya mulai, dia memainkan gamenya, namun pukulannya meleset. MALU BANGET, COOOYYYY!

"Ppfftttt...."

Kamden menoleh kearahnya Dabin, "Kamu ketawa?" tanyanya.

Dabin tidak menjawab, dia mendekati Kamden, kakinya jinjit dan mencium bibirnya dalam waktu satu detik. "Mission success, aku sudah ketawa gara-gara Kamden. Makasih sudah hibur aku."

Pipinya Kamden pink merona mendengarnya, ternyata hal memalukan barusan malah membuat Dabin tertawa.

"Oh iya, aku boleh nginep di rumahnya Kamden? Aku ada masalah sama Eomma... sama Appa juga."

"Boleh, kebetulan Mama kangen sama kamu. Nanti kalau kamu sudah tenang, kamu boleh cerita sama aku."

Dabin memeluk Kamden, "Eomma sama Appa nggak bisa datang ke acara perpisahan."

"Ah, se-nggak bisa itu, ya? Padahal acaranya cuma empat jam." Kamden ikut sedih mendengarnya, apalagi mengingat dulu Dabin akan operasi tanpa diantar wali, sangat menyakitkan kalau diingat.

****

Ingat, besok final Boys Planet! 😭

Di lain itu, ada berita duka secara tiba-tiba. Rest In Peace, Moonbin. 💐

[✔] Awkward (Na Kamden)Where stories live. Discover now