Helping Is Caring (Author pov)

3 1 0
                                    

"Pulang sekolah nanti kamu ada acara nggak Le?," Bella sedang berjalan menuju kelas dengan Leo. Ini hari Jum'at jadi pulangnya akan lebih awal. Bella sudah bertekad ingin mentraktir Leo sebagai ucapan terimakasih nya kemarin.

"Aku nggak ada acara. Kenapa emangnya Bell?"

"Mie ayam Mang Asep yuk. Sama Divya juga. Sam di ajak juga boleh kalo dia mau."

"Oh my dear Bella, no  thanks. Im good." Leo menarik nafas panjang-panjang. Kecewa terhadap penawaran Bella. Ok, dia menyukai gadis di sampingnya ini, dan dia selalu berusaha tulus menolong Bella. Jadi dia selalu merasa risih jika Bella merasa berhutang budi.

"Oke deh. By the way, makasih ya kemarin udah bantuin aku pas pelajaran sosiologi," kata Bella.

"Santai, helping is a part of caring. Aku selalu menghargai persahabatan kita. Tanpa kamu minta dan selagi aku bisa pasti aku lakuin kok. Kamu jangan maksain diri buat bales budi, it is not good."

"Baik banget deh, tapi aku selalu ngerasa kamu terus yang nolongin aku. Kamu boleh loh minta tolong juga. Dalam sebuah hubungan kan ada yang namanya konsep take and give."

Leo menghentikan langkah kakinya. Bella pun demikian.

"Bell, kamu itu sahabat aku dari kecil dan aku tau sifat kamu luar dalem. Aku minta tolong Bell demi kebaikanmu sendiri stop being people pleaser. Aku selalu tulus bantu kamu, tolong jangan terbebani dengan itu.  Lagian bukan tanggung jawabmu buat menyenangkan semua orang. Mau semalaikat apapun kamu, pasti akan selalu ada orang yang nggak suka sama kamu."

Setelah mengatakan hal itu, Leo berjalan meninggalkan Bella. Baginya tidak ada yang lebih menyebalkan selain melihat Bella menjadi people pleaser. Leo selalu takut jika kebaikan Bella di manfaatkan orang lain nantinya.

Sementara itu, Bella masih terdiam memandang punggung Leo yang semakin menjauh.

"Kamu tahu Le kenapa aku begini, dan nggak mudah buat berubah."

Bella memutar balik langkahnya. Menangis. Bella menuju kamar mandi anak kelas 11 karena memang itu kamar mandi terdekat. Perkataan Leo tidak ada yang salah, Bella juga merasa se-pengecut itu. Bella bukan tidak mau berubah, tapi sangat sulit. Masa lalu selalu menghantuinya. Kepingan-kepingan masa lalu itu selalu datang kapanpun Bella mencoba berubah. Pemakaman, sosok kecilnya yang duduk di kamar sendirian dengan wajah pucat, umi nya yang hampir mati bunuh diri di depan matanya, kakaknya yang berlarian di tengah hujan memohon pertolongan.

Dentingan Turkish March menyadarkan Bella dari tangisan. Dia segera membasuh mukanya dengan air agar hilang wajah sembabnya. Setelah dirasanya cukup, Bella langsung bergegas menuju kelas.

Diluar sepengetahuan Bella, Divya sangat khawatir karena tidak biasanya Bella belum sampai di kelas. Apalagi bel sudah bunyi.

"Heh pecel lele, Bella ngabarin kamu ngga? Aku khawatir deh dia belum dateng jam segini."

"Orang tadi jalan bareng kok pas ke kelas. Ngga tahu dah kemana tu anak." Setelah mengatakan hal itu Leo merangkai berbagai kemungkinan di kepalanya. Menerka Bella mungkin saja menangis, Leo jadi sedikit merasa bersalah. Leo segera bangkit dari tempat duduk berniat mencari Bella.

"Sam nitip ya, nanti kalo guru keburu masuk tolong bilangin aku ke toilet sakit perut."

Sam yang sedang membaca buku hanya melihat sekilas ke arah Leo dan menganggukan kepalanya.

"Div, ikut yuk. Bantuin aku."

Bella yang sedang fokus bercermin, memutar matanya malas menunjukan gelagat seperti 'ngapain si? Ganggu aja deh'.

"Cari Bella yuk, takut kekunci di kamar mandi atau kenapa deh. Bantuin priksa kamar mandi cewek."

Demi mendengar nama sahabatnya, kacanya di lemparkan begitu saja di laci meja.

"Yaudah yok buruan," pinta Divya setelah meminta izin kepada Sam.

Mereka segera memasuki kamar mandi perempuan kelas 12 dengan Divya yang memeriksa. Ada kecemasan di wajahnya. "Gadis bodoh itu kenapa lagi si". Begitu pikir Divya.

"Le, Bella nggak ada. Aku takut dia kenapa-napa. Kamu ngga ngusik dia kan?," Divya bertanya terus terang. Bella memang tidak pernah menceritakan apapun soal masalah pribadinya, tapi Divya tahu, Leo pasti tahu banyak karena mereka berteman dari kecil.

"Mungkin Aku ngelakuin sedikit kesalahan Div tadi, tapi sumpah Aku nggak bermaksud gitu."

"Leo kamu tahu Bella itu hatinya lembut, dia punya trauma mendalam yang entah apa itu. Aku nggak mau dia sampe ngga masuk seminggu kayak dulu lagi. Jadi please, watch your words."

"I promise Div, jadi kita lanjutin ke kamar mandi kelas 11?"

"Iya, kita ngga punya banyak waktu. Bentar lagi pasti Bu Maya masuk kelas."

Dengan tergesa, Divya dan Leo menuju kamar mandi kelas 11. Belum sampai mereka ke tempat tujuan, mereka berpapasan dengan Bella yang jalan menunduk dengan Alteo di sampingnya.

"Bell kamu kemana aja si? Kita khawatir tauuu. Mana matanya sembab lagi. Sini peluk dulu, aduhh sayangnya Divya."

Bella menghambur ke pelukan Divya. Mereka berpelukan sambil tersenyum di tengah lalu lalang siswa siswi yang sedang berjalan menuju kelas masing-masing. Alteo acuh dengan mereka dan begitu saja berlalu dari hadapan mereka, meskipun sebelumnya sempat bertatapan sebentar dengan Leo. Tatapan datar.

"Ck dasar alay." Gumam Leo. Padahal dalam hatinya terharu dengan persahabatan dua manusia yang wataknya sangat berbeda di depannya ini.

"Dih bilang aja iri ngga diajak pelukan. Minggir-minggir sana, queens mau lewat dulu. Bye!" Divya menggandeng tangan Bella sedangkan tangan kirinya mendorong pundak Leo.

"Aku yang ngajak nyari, aku juga yang ditinggal. Cewek gila. Woyy tungguin!"
Bella dan Divya tersenyum mendengar celotehan Leo.

"Jadi, gimana ceritanya kamu bisa jalan bareng sama si Atlas tadi?"

"Alteo, Divyaaa, kamu ini hobi banget ganti nama orang."

"Woy jangan ngerumpi, itu Bu Maya di belakang kita," kata Leo sembari menyejajari langkah dua perempuan di depannya.

"Bella, aku minta maaf ya yang tadi. Aku nggak bermaksud buruk kok."

Bella tersenyum tulus, "It's okay Le." 


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 14, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Like A Black Rose That Only Grows In Two SeasonsWhere stories live. Discover now