Alteo's Pov

13 3 0
                                    

“ Allah ingin aku mengenal kebesaran_Nya melalui dirimu. Lantas katakan, bagaimana caranya melupakanmu jika setiap melihat kebesaran_Nya mengingatkanku padamu? Pada pertemuan-pertemuan dan perbincangan kita yang telah lalu.”
~Alteo Claflin
🍁🍁🍁

Aku heran kenapa gadis takdir itu menjadi orang yang berbeda sama sekali hanya dalam hitungan detik. Sesaat dia menjadi gadis polos yang sepertinya taat agama, lantas sesaat kemudian dia berubah menjadi gadis yang bucin pada laki-laki tampan. Ini aneh, aku yakin aku tidak menyukai gadis itu namun aku tidak suka melihat dia tertawa lepas dengan laki-laki lain. Mungkin aku memiliki penjelasan yang logis mengapa aku begini.

Aku tersihir dengan sorot matanya. Aku pernah membaca kalimat pepatah dari Novelis asal Brazil yaitu Paulo Coelho. Kurang lebih dia mengatakan bahwa melalui mata kita dapat melihat kedalaman jiwa seseorang. Bella tidak memiliki mata seindah itu. Bentuk matanya biasa saja. Tidak besar tidak juga terlalu kecil, bola matanya berwarna hitam kecoklatan. Mungkin bulu mata lentik dan alis tebal yang membingkai cukup membantu memperindah matanya. Namun heyy lupakan, bukan itu juga yang membuatku tersihir. Sorot matanyalah yang berbicara banyak hal, bahwa si pemilik adalah orang yang tulus, sedikit naif, banyak menyimpan kesedihan, kasih sayang dan mimpi yang begitu besar.

“Eh tuan Al, sudah pulang rupanya. Gimana hari pertama di sekolah barunya? Oh iya mau bibi buatin minuman apa tuan?” Sebuah suara yang mengagetkanku ketika aku sedang duduk di ruang tamu dan memikirkan Bella.

“Ya ampun Bik Siti ngagetin aja. Kan saya udah bilang jangan panggil tuan, panggil Al aja ya bik. Sekolahnya seru. Minumannya biar saya bikin sendiri, kan mama udah pesen jangan manjain Al. Tanggung jawab Bik Siti disini Cuma bantu jagain rumah sama beres-beres aja. Kalo gitu saya ke dalem dulu ya bik.”

Namanya Bik Siti. Umurnya sudah separuh abad kata mama. Dia mama pekerjakan dirumah buat membantuku, karena aku sibuk tentu saja. Selain sekolah aku juga memiliki kerja part time sebagai model. Aku tahu, tidak hanya sekedar itu, pasti Bik Siti juga ditugasi untuk memata-mataiku, dasar mama. Diluar sana juga ada Pak Usman, suami Bik Siti yang mengurusi taman dan mengurusi pekerjaan yang membutuhkan tenaga pria.

“Kalo gitu saya panggil Mas Al aja ya, ndak enak eh kalo panggil nama aja.”

Aduh aku sungguh lelah dengan tabiat orang-orang yang tidak enakan begini. Maksudku santai sajalah.

“Boleh deh bik.”

Setelah mengatakan persetujuan, aku segera mengusung tas gendongku memasuki kamarku.

Kamar adalah tempat favoritku. Karena disinilah aku menyimpan banyak hal yang menyenangkan. Suasananya netral dan tidak terlalu serius. Aku mendesign nya sesuai keinginanku sendiri, jadi suasana seperti inilah yang bisa membuatku nyaman. Suasana yang multifungsi menurutku. Bisa ku gunakan untuk bersantai, dan juga melakukan hal-hal produktif.

Kamarku bernuansa abu-abu senada dengan penerangannya. Tidak terlalu banyak furnitur disini. Bahkan tidak ada lemari baju karena aku menggunakan ranjang multifungsi yang dilengkapi penyimpanan baju di bagian bawahnya. Namun untuk baju-baju formal tidak kusimpan disini, mereka ada diruangan lain. Disudut kamar ini terdapat lemari untuk menaruh alat-alat sekolah yang juga dilengkapi meja belajar. Aku sudah meletakan peralatan sekolahku disana. Di sebelahnya tergeletak gitar kesayanganku.

Aku segera menukar seragamku dengan baju santai. Setelah itu aku minum air dingin yang tadi kuambil saat hendak memasuki kamar. Aku duduk ditepi ranjang sembari memainkan ponselku karena aku belum lapar.

Ada notification dari whatsapp bahwa aku telah ditambahkan kedalam group kelas 12 IPS 2. Kimmy yang telah menambahkanku, karena dia tadi sempat meminta nomorku. Kami hampir melakukan transaksi yang menyenangkan andai saja si ketua kelas tidak menganggu kami.

Aku segera membuka participants, entahlah aku begitu saja ingin melihat kontak Bella. Setelah menemukannya aku segera menyimpan kontaknya. Profilnya kosong, bah sok misterius atau mungkin seseorang yang tidak dia save kontaknya tidak bisa melihat profilnya? Sudahlah kenapa aku begitu penasaran dengannya hanya karena 2 pertemuan yang sedikit..hmmm berkesan?

Flashback on
~pertemuan pertama

Aku baru pindah ke kota ini seminggu lalu. Tepatnya karena mama khawatir di Jakarta aku lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja daripada sekolah. Padahal meski tidak masuk sekolah, aku juga bisa belajar sendiri di sela-sela waktu kerjaku. Aku tidak merasa tertinggal sama sekali.

Ngomong-ngomong ayahku manager hotel yang hidupnya berpindah-pindah negara untuk mengurus pekerjaannya, mama tentu saja menyertainya. Terpaksa aku terbiasa tinggal sendiri sejak kecil.
Hari ini aku ingin sekali melihat-lihat kota Jogja apalagi setelah hampir mati bosan tinggal di rumah. Aku belum beradaptasi dengan baik disini, karena suasananya sangat berbeda dengan Jakarta meskipun keduanya sama-sama kota sibuk yang penuh hiruk pikuk.

Aku memutuskan untuk datang ke Malioboro. Tempat ini sangat padat. Banyak anak-anak yang sedang melaksanakan study tour dan tentu penjual yang tidak bosan menawarkan dagangannya kepada setiap wisatawan. Daripada pusing berkerumun di cuaca yang terik, aku akhirnya memutuskan untuk mencari tempat duduk didepan museum benteng vredeburg. Sial, semuanya penuh.

Hanya satu tempat tersisa, itupun disebelahnya sudah diduduki gadis seumuranku. Gadis itu mengenakan pakaian semi hitam dan berekerudung hitam. Tangannya memegang gelas plastik berisi  telur gulung, tatapannya sedang fokus mengarah ke langit. Bah gadis indie rupanya. Aku akan tetap duduk disana daripada mati berdiri.

“Excuse me, boleh gua duduk disini?”
Gadis itu masih diam, takzim sekali dia memandangi langit.

“Halooo,” aku sampai harus melambai-lambaikan tangan didepan matanya untuk mendapatkan fokusnya. Usahaku berhasil, dia segera menoleh. Kami bertatapan sebentar, dia menatapku dengan tatapan bingung dan penuh selidik. Alisnya sampai terangkat satu.

“Sorry, gua tadi nanya. Apa tempat duduk sebelah lu berpenghuni? Semuanya penuh kecuali ini.”

“Oh, ngga. Saya sendiri kok. Silahkan” gadis itu mengmbil tas dari tempat kosong itu dan beralih memangkunya.”

“Thanks”

Aku segera duduk di sebelahnya. Dia melanjutkan kegiatannya tadi, sedangkan aku melihat lalu lalang kendaraan didepanku dan para wisatawan yang hilir mudik berjalan. Sudut mataku menangkap gerak gadis itu yang sepertinya tidak nyaman aku duduk disebelahnya. Aku mengabaikannya, yang penting aku bisa duduk santai. Ada penjual minuman dingin yang lewat dan menawarkannya padaku.

“Would you like to buy these beverage sweet boy?” Hahaha dia pasti mengira aku turis asing. Hal yang lumrah, aku sering disalahpahami karena postur badan dan mukaku yang kuwarisi dari ayahku yang seorang Amerika. Aku lancar berbahasa Indonesia karena sudah tinggal lama disini. Tapi baiklah, aku menghargai usahanya.

“Sure. Give me a glass of ice tea please," kebetulan aku memang sedang haus-hausnya karena telah berjalan lama.

“There you go. Fifteen thousand rupiah.”

Aku segera mengeluarkan uang pas meskipun agak ragu, apa harganya semahal itu karena ini tempat wisata? Setelah si penjual itu pergi, aku melihat gadis di sebelahku menatapku aneh.

“What’s wrong?”

“Mmm sebenarnya harga minuman yang kamu pegang itu lima ribuan. Ada beberapa pedagang yang tidak jujur. Dia pasti mengira kamu turis asing yang tidak tahu banyak soal Jogja. Saya hanya memberi tahu biar lain kali kamu tidak tertipu.”

“Wait, what???...."

Bersambung

Like A Black Rose That Only Grows In Two SeasonsWhere stories live. Discover now