Karena jendela mobil Subuh terbuka jadi Asmara bisa mendengar dengan jelas percakapan antara Subuh dengan sepupunya. Awalnya dia berniat ingin mengageti mereka tetapi justru Asmara sendiri yang merasa tidak nyaman dengan ucapan Rubina walau kenyataannya memang demikian. Dia belum bekerja.

Subuh dan Rubina saling memandang ketika mereka mengetahui Asmara sedang melamun di dekat mobil mereka. Refleks Subuh segera membuka pintu yang membuat Asmara terkejut.

"Buh, ngagetin anak orang saja kamu!" kata Asmara.

"Lagian kamu, ngapain melamun di luar nggak buru-buru masuk mobil? Mama sudah menunggu kita di rumah." Subuh membuka pintu belakang mobilnya dan menyilakan Asmara masuk.

Sepanjang perjalanan Asmara hanya diam. Sesekali dia bicara jika Subuh atau Rubina bertanya. Selebihnya Asmara hanya akan diam tanpa suara. Dia lebih menikmati pemandangan di luar jendela sambil melamun. Bagaimana nanti jika, kalimat tanya yang selalu membuat hatinya menciut seketika.

Subuh sendiri cukup mengerti, Asmara terlihat sangat gugup dengan rencana mereka. Wajar karena dia dan mamanya belum pernah bertemu sebelumnya. Sampai akhirnya laki-laki itu memberikan kode kepada Rubina untuk tidak mengganggu Asmara sampai dengan mereka tiba di rumah.

Sesampai di depan rumah mamanya, Subuh menghentikan mobil. Asmara masih takjub seperti pertama kali Subuh memperlihatkan rumahnya waktu itu.

"Mbak Mara, ayo turun," ajak Rubina.

Asmara tersentak, dia baru ingat pesan ayahnya untuk membawa buah tangan sebagai oleh-oleh untuk mamanya Subuh. Namun, karena sepanjang perjalanan dia melamun dan berpikir dengan semua yang membuatnya insecure. Kini dia hanya bisa menggigit bibir ketika Subuh juga memintanya turun.

"Mar, mau sampai kapan kamu betah di dalam mobil? Mama sudah menunggu kita di dalam."

Bukannya menuruti perintah Subuh, Asmara justru berkata kalau dia melupakan sesuatu.

"Ayolah, Buh."

"Memangnya apa yang lupa kamu bawa?" tanya Subuh Heran.

"Aku belum membelikan buah tangan untuk mamamu," jawab Asmara dengan rasa bersalah.

"Sudah nggak usah pikir begitu. Mama hanya ingin bertemu dengan kamu." Subuh meminta Asmara segera turun dari mobil.

Namun, setelah Asmara mengikuti langkah Rubina, Subuh justru memilih untuk membuka bagasi mobilnya. Dia mengeluarkan sebuah parsel buah dan sebuah guddie bag dari sebuah toko kue terkenal di kota Serah.

"Asalamualaikum, Bude Esti. Nih, Bina bawain calon mantu idaman." Suara Rubina menggelegar ketika memasuki rumah mewah tiga lantai itu.

Seorang wanita paruh baya keluar dengan senyumnya yang merekah. Menatap bergantian ke arah Rubina dan Asmara.

"Asalamualaikum, Ma." Tiba-tiba Subuh mendahului langkah Asmara dan Rubina untuk meraih tangan wanita yang telah melahirkannya ke dunia.

"Waalaikumsalam. Kamu ini bawa apa? Kok kerepotan begini?" Tangan Estini terulur mengambil satu batang yang ada di salah satu tangan putranya.

"Nggak repot kok, Ma. Idenya Mara tadi katanya buat Mama, kan Mama suka sekali dengan klepon cake. Makanya tadi dibelikan dulu di toko kue favorit Mama. Begitu kan, Mar?"

Asmara gelagapan sendiri mendengar penuturan Subuh di depan mamanya. Rasanya begitu tersanjung, Subuh telah mempersiapkan semuanya tanpa dia tahu untuk menjaga nama baik Asmara di mata mamanya. Bahkan Asmara sendiri tidak tahu kalau mama Subuh sangat menyukai klepon cake.

Setelah Subuh meletakkan bingkisan yang ada di tangannya di meja begitu juga dengan Estini, dia segera memperkenalkan Asmara kepada mamanya.

"Jangan dilihatin begitu, Ma, nanti Mara jadi takut kemari lagi." Subuh merangkul mamanya yang tidak lebih tinggi darinya.

Asmara SubuhWhere stories live. Discover now