02. Zahllos

4 2 0
                                    


---   ---

Aula utama Sapphirus memang tidak pernah sepi. Aula yang sekaligus menjelma sebagai tempat makan dan belajar ini selalu menjadi salah satu tempat favorit penghuni Sapphirus.

"Renee!" Hana. Dia sahabatku sejak tahun pertama aku memasuki Frosmos. Beruntungnya, saat pembagian kamar, kami diletakkan di kamar yang sama. Saat tahun pertama pun kami selalu berada di kelas yang sama. Namun, sejak tahun kedua, kami mengambil kelas yang berbeda, sehingga bisa dibilang kami hanya dapat bertemu saat jam makan dan saat selesai sekolah. Seperti saat ini.

"A—"

"Hei, ada apa dengan wajahmu? Kau juga terlambat datang kemari. Jadi... biar kutebak. Si Kax dan Winy. Mereka mengerjaimu lagi, 'kan?" Tepat sekali.

"Hahhh, bukankah itu sudah terlalu jelas?" Sahutku sembari memutar kedua bola mataku malas.

Hana mengangguk-anggukkan kepalanya menyetujui. "Ya, ya, aku sampai sudah bosan mengetahuinya.

"Apa menu hari ini?" Tanyaku begitu duduk di sampingnya.

"Seperti biasa, ayam panggang rempah dan pan de muerto. Oh, mereka kali ini juga menyajikan sup ikan dan puding!" Jawab Hana dengan antusias.

Aku melirik mangkuknya yang sudah dihabiskannya setengah. "Apa sekarang dapur juga menyajikan nasi?"

Hana tertawa renyah, "Kau tahu, makan sup tanpa nasi itu belum makan namanya. Kau harus mencobanya,"

"Tidak untuk saat ini. Aku akan makan pan de muerto dan puding saja," kataku seraya beranjak pergi.

Suasana hatiku sedang tidak baik. Aku benar-benar ingin segera mengambil makananku dan menghabiskannya secepat mungkin. Jadi, kemungkinan untuk bertemu dengan si blonde itu berkurang.

Beruntung antrian sedang tidak panjang. Mungkin karena banyak yang sudah mengambil makanan terlebih dahulu atau mungkin juga karena sedang banyak yang memilih diet. Hal yang biasa dilakukan para gadis.

"Apa kau tidak bosan makan pan de muerto terus?" Tanya Hana begitu aku kembali duduk di sampingnya.

"Pan de muerto enak," balasku singkat, fokus makan.

Hana menggelengkan kepalanya seraya menghembuskan napas panjang. Lelah dengan pilihan menu makanku yang tidak pernah dan mungkin tidak akan berubah hingga beberapa abad ke depan.

"Omong-omong, Ren, aku dengar dalam waktu dekat kita akan berkumpul di Frosmos," kata Hana mengubah topik pembicaraan. "Wah, aku sungguh tidak sabar untuk bertemu para lelaki! Hei, apa menurutmu mereka lelaki yang tampan? Oh, ayolah, katakan iya! Aku perlu menyiapkan diriku kalau begitu,"

Aku menelan suapan terakhir pan de muerto-ku. "Murid-murid dari Chrysos maksudmu?"

"Tentu saja! Tidak mungkin Sapphirus memiliki murid lelaki, bukan," balas Hana.

Oh, sungguh. Membuatnya kesal adalah kesenanganku. Inilah kesempatanku.

"Aku tidak berpikir begitu. Paling mereka terlihat kurang lebih sama seperti Profesor Leuchten," Teruntuk Profesor Leuchten—seorang profesor muda yang mengajar kelas Hewan Buas yang perawakannya pun sama 'buas'-nya—yang dibenci oleh Hana, aku sungguh minta maaf.

"Menga—"

"Maaf, tapi apakah tadi ada seseorang memanggilku?" Tiba-tiba Profesor Leuchten muncul di belakang kami. 

Sungguh mengejutkan, tetapi memang sudah menjadi rahasia umum bahwa Profesor Leuchten memiliki pendengaran yang luar biasa tajamnya. Bukan itu saja, bahkan penglihatannya pun sama tajamnya, dan juga jangan lupakan perihal ingatannya yang juga tak kalah tajamnya. Mustahil sekali bagi kami untuk membolos atau berpura-pura tidak mengenalnya di luar kelas.

Lady Of The MythWhere stories live. Discover now