25 | Cara Untuk Membungkam

74 7 0
                                    

Hari memaksa melepaskan cekalan tangan Danar dan menatap ke arah Abi dengan ekspresi mengejek.


"Kamu itu sebenarnya kenapa bisa suka sih, sama Abi? Apa kelebihan dia? Kenapa kamu harus sekonsisten itu suka sama dia sampai detik ini? Dari luar dia kelihatan seperti anak baik-baik, Dhi, tapi aslinya dia bukan anak baik-baik," ujar Hari.

"Heh! Kamu teh ngomong apa sih, Har? Sadar! Kamu teh lagi ngomongin Abi di depanku secara langsung!" bentak Danar.

"Terus kenapa? Karena dia Adik kamu, makanya aku enggak boleh membuka semua aibnya di depan Dhisa? Gitu?" Hari menjadi semakin berani.

Ilmi tampak semakin senang saat melihat ketegangan yang sedang terjadi. Nisa sendiri justru merasa takut kalau sampai ada aib Abi yang dibuka di depan Dhisa. Dhisa mungkin saja akan marah setelah tahu atau merasa kecewa terhadap Abi. Abi sendiri saat ini hanya memandang lurus ke arah Dhisa dalam diamnya. Wajahnya jelas memucat, karena ia sadar bahwa memang ada aib yang ia coba untuk tutupi dari Dhisa sejak awal. Hari kembali menatap ke arah Dhisa setelah adu mulut dengan Danar sejenak.

"Kamu ngapain pacaran sama laki-laki bekasnya si Ilmi? Kamu tahu sendiri berapa murahannya Ilmi sejak dulu di belakang Abi. Kamu pikir, cuma selingkuhannya saja yang sering pegang-pegang dia? Abi juga pernah, Dhi! Abi sering sekali ciuman dengan sangat intim sama Ilmi selama mereka pacaran! Sekarang pikirkan baik-baik tentang hubungan kamu sama dia, sebelum kamu menjalaninya terlalu jauh," saran Hari.

Kedua tangan Abi gemetaran di bawah meja setelah Hari membuka rahasianya di depan Dhisa. Nisa menatap sengit ke arah Ilmi, sementara Ilmi membalas tatapan Nisa dengan santai karena itulah kenyataannya. Dhisa mengelap mulutnya sampai bersih menggunakan tisu, agar tidak berminyak setelah makan mie ayam. Wanita itu juga meminum es jeruk dari gelasnya sampai tandas. Tatapan Dhisa pun jatuh pada Ilmi yang sedang tersenyum mengejek ke arahnya.

"Oh, ya? Kak Abi benar-benar sering sekali ciuman sama Ilmi saat masih pacaran? Di mana ciumannya? Pipi? Kening? Bibir?" tanya Dhisa, dengan suara setenang biasanya.

Danar terlihat frustrasi saat mendengar Dhisa menanyakan terlalu detail.

"Kalau ciumannya intim, ya berarti ciumannya di bibir, Dhisa. Untuk apa kamu tanya lagi?" Hari balas bertanya, karena agak bingung dengan reaksi yang didapatnya dari Dhisa saat itu.

Dhisa pun bangkit dari kursinya dan mendekat ke arah Abi untuk menariknya agar ikut berdiri.

"Untuk memastikan bahwa aku enggak akan salah tempat ketika membersihkan jejak-jejak bekas Ilmi dari Kak Abi," jawab Dhisa, yang kemudian langsung mencium bibir Abi di hadapan semua orang yang ada di warung itu.

Kedua mata Abi terbelalak saat hal itu terjadi, namun dirinya tidak melakukan apa pun saat merasakan bibirnya dilumat dengan lembut oleh Dhisa. Nisa ingin sekali menjerit dan tertawa dengan keras untuk mengejek Ilmi, namun ia sadar kalau hal itu akan memancing Bapak dan Ibunya keluar dari dalam rumah. Ilmi dan Hari terpaku di tempat masing-masing saat menyaksikan apa yang Dhisa lakukan terhadap Abi, sementara Danar hanya bisa ternganga di tempatnya karena tidak menyangka bahwa Dhisa akan segila itu ketika sudah menghadapi urusan yang menyangkut dengan Abi.

Dhisa pun melepaskan ciumannya dari bibir Abi, lalu tersenyum tenang saat menatap kedua mata Abi. Wanita itu kembali memasang wajah datarnya ketika menatap ke arah Hari.

"Jejak-jejak bekas Ilmi sudah aku hapus. Sekarang yang ada dan akan melekat selamanya pada diri Kak Abi adalah jejak-jejak diriku. Sudah puas? Pergi sana, jangan ganggu hidupku atau hidup Kak Abi lagi. Hidup kami bukan urusan kamu," usir Dhisa, tanpa ragu.

Hari pun segera pergi dari tempat itu dengan perasaan penuh amarah. Ilmi juga mengambil mie ayam pesanannya dengan kasar, lalu segera pergi setelah membayar. Abi masih mematung di tempatnya ketika Dhisa meminta pada Danar untuk membawanya pulang. Dhisa segera membayar mie ayam yang tadi disantapnya bersama Abi, setelah Abi dibawa pulang oleh Danar. Saat Dhisa akan pulang, Nisa pun dengan cepat menarik tangannya hingga Dhisa kini menatap tepat ke arah Nisa.

"Aku cuma mau bilang ... kamu hebat, karena tetap bisa mengendalikan diri meskipun sedang menghadapi dua orang musuh secara bersamaan," ujar Nisa.

Dhisa tetap memasang wajah datarnya.

"Terima kasih karena kamu tetap bisa menerima Abi, meskipun Abi tidak sesempurna pria lain di luar sana. Abi banyak berbuat kesalahan di masa lalu meskipun tidak terlalu fatal, salah satunya adalah sering berciuman dengan Ilmi saat mereka masih berpacaran. Tapi aku bisa menjamin ... bahkan Sari, Fani, Intan, dan Fini bisa ikut menjamin bahwa Abi tidak pernah melakukan kesalahan yang fatal. Kami tidak pernah berhenti mengingatkan Abi untuk tetap tidak melanggar batasan apa pun. Kamu pasti paham 'kan, maksudku apa?"

"Ya, aku paham," jawab Dhisa. "Terima kasih karena Teteh dan yang lainnya telah menjadi teman baik untuk Kak Abi selama ini."

Nisa pun menganggukkan kepalanya untuk membalas ucapan dari Dhisa.

"Aku pulang dulu, Teh Nisa. Insya Allah kapan-kapan kita ngobrol lagi kalau ada waktu luang," janji Dhisa.

"Iya. Nanti sebaiknya kita luangkan waktu untuk mengobrol bersama yang lainnya juga."

Dhisa pun segera melangkah dari warung itu menuju ke rumahnya. Ia menutup pagar rumah dan menguncinya sambil membuka ponsel yang sejak tadi terus saja berbunyi.

KAK DANAR
BISA-BISANYA KAMU CIUM ABI DI DEPAN AKU, DHISA!!! SUDAH GILA KAMU RUPANYA!!!

Dhisa langsung meringis saat membaca pesan pertama. Pesan itu jelas adalah salah satu pesan yang bisa didengar, meski saat itu Danar tidak sedang benar-benar ada di hadapannya dan meneriakkan kata-kata di dalam pesan tersebut. Ia kemudian beralih pada pesan lainnya yang ternyata adalah pesan dari Abi.

KAK ABI
Aku ingin sekali bicara sama kamu setelah kejadian tadi. Tapi ... entah kenapa aku justru hanya diam dan tidak bisa berpikir dengan jernih. Aku tidak bisa berhenti memikirkan apa yang kamu lakukan dengan berani demi membungkam Ilmi ataupun Hari. Aku enggak bisa berhenti memikirkan hal itu, Dhi.

KAK ABI
Aku minta maaf karena tidak jujur sejak awal sama kamu, Dhi. Aku minta maaf karena berusaha menyembunyikan sesuatu dari kamu tentang hubunganku yang dulu saat masih bersama Ilmi. Aku harap kamu mau memaafkan aku, Dhi. Aku enggak pernah melakukan hal yang di luar batas, aku mau kamu percaya padaku soal yang satu itu. Aku masih perjaka, itu maksudku. Aku benar-benar mau kamu tahu soal itu agar kamu tidak ragu terhadapku.

Dhisa kini mulai tertawa geli saat membaca pesan dari Abi. Salma berjalan mendekat ke arahnya, lalu berhenti tepat di hadapan putrinya yang masih saja tersenyum-senyum sendiri sambil menatap ponsel.

"Mencium Abi ternyata bisa membuat kewarasan kamu jadi agak berkurang, ya?" Salma sengaja menggoda Dhisa secara terang-terangan.

Wajah Dhisa pun mendadak memucat saat mendengar apa yang Ibunya katakan.

"Uhm ... itu, Bu ... anu ... aku ... aku tadi ..."

"Enggak usah mengelak. Ibu lihat sendiri tadi, saat mendengar ada yang ribut-ribut di luar sambil menyebut-nyebut nama kamu," ujar Salma, dengan santai.

* * *

AKHIRNYAWhere stories live. Discover now