06 - Pertolongan dan Permintaan Maaf

40 9 3
                                    

Hujan turun begitu lebat sore ini. Edel memutuskan untuk menunggu hujan reda di halte kampus. Edel bisa saja memesan grab car atau mengcegat salah satu taxi yang sejak tadi berseliweran. Namun mengingat jalanan yang licin dan selalu macet saat hujan seperti ini membuat Edel mengurungkan niatnya. Lebih baik seperti ini dari pada harus terjebak macet dijalan dan membuat perasaan gelisah menyerangnya.

Edel memperhatikan hujan yang dengan seenaknya jatuh membasahi bumi dan menimbulkan hawa dingin serta perasaan tak nyaman dalam diri Edel.

Sejujurnya, Edel tidak membenci hujan. Hanya saja dia tidak mempunyai kenangan yang mengasyikkan dengan hujan. Setiap hujan turun, selalu saja ada yang terenggut darinya dan itu yang membuat Edel tidak begitu menyukai hujan. Edel benci dengan perasaan tidak nyaman yang selalu menghampirinya setiap kali hujan turun. Edel benci setiap kali potongan-potongan masa lalu kembali berputar di otaknya bagai kaset rusak yang tidak bisa dia hentikan.

Menarik nafas dalam-dalam. Edel memilih mengeluarkan hp dan memasang airpods di kedua telinganya. Tangannya bergulir membuka aplikasi Spotify dan menekan play pada lagu yang akhir-akhir ini sering ia dengarkan.

"Don't listen to the voice inside your head
You're doing just fine
You're trying your best
If no one ever told you it's all gonna be okay
We're just people never sleeping over stupid shit
We won't remember in the morning
Yeah, we're gonna forget
And no one ever told you it's all gonna be okay.."

Untuk sesaat, Edel terhanyut oleh lagu yang sedang ia dengarkan. Bibirnya bergerak ikut menyanyikan lirik demi lirik lagu favoritnya sambil memejamkan mata, meresapi makna dari lagu itu dalam-dalam.

Begitu Edel membuka mata, dirinya justru dibuat terkejut saat sebuah tangan mengulurkan selembar uang kepadanya. Edel melepaskan airpods nya lalu mendongak, mencari tahu siapa pemilik tangan tersebut. Dan di detik berikutnya Edel merutuki dirinya dalam hati begitu mengetahui siapa pemilik tangan tersebut.

'Kenapa harus dia sih?'

"Nih." Lion kembali menyodorkan uang berwarna merah dengan gambar presiden RI yang pertama dan wakilnya.

Edel tak mengambil uang itu dan hanya menatap bingung Lion. Udah datang tiba-tiba, pakai acara ngasih duit lagi.

"Ini maksudnya apa tiba-tiba datang terus ngasih duit?" tanya Edel. Sebisa mungkin Edel mencoba menampilkan raut wajah senormal mungkin agar tidak terlihat jika dirinya sangat tidak senang dengan kehadiran laki-laki itu.

"Lo tadi lagi nyanyi, kan? Yaudah ini gue kasih duit," kata Lion dengan entengnya.

Berbeda dengan Lion. Raut wajah Edel kini nampak memerah menahan kesal. Bahkan matanya sudah melotot tajam menatap Lion.

"Aku gak lagi ngamen!" seru Edel yang sudah benar-benar kesal.

Melihat wajah kesal Edel membuat Lion sekuat tenaga menahan diri untuk tidak mencubit pipi Edel. SUMPAH! LION BENARAN GEMES!

Lion serius. Mata melotot Edel dengan pipi yang mengembung dan bibir mengerucut justru terlihat begitu menggemaskan di mata Lion.

"Oh, bukan ya? Gue kira tadi lagi ngamen." Sekuat tenaga Lion berusaha menahan tawanya agar tidak pecah disaat seperti ini. Ingat wibawa!.

"Tau lah. Sana ngobrol aja sama pohon." Sinis Edel yang sudah terlewat kesal.

"Hahaha..!" Pecah sudah tawa yang sedari tadi Lion coba tahan.

Edel yang melihat Lion tertawa hingga memegangi perut menatap aneh laki-laki itu.

'Ini orang kenapa sih? Gila ya tiba-tiba ketawa sendiri? Atau jangan-jangan dia kesambet setan penunggu pohon itu lagi?'

FIREFLIESWhere stories live. Discover now