02 - The Covers

62 25 15
                                    

Kantin yang semula sepi mendadak riuh karena kedatangan para pentolan sekolah, siapa lagi kalau bukan The Covers. Dari pintu kantin, ke-tujuh laki-laki itu masuk dengan aura yang begitu dominan. Tak ada yang berani menghalangi The Covers, semua menyingkir dengan sendirinya.

"Ini peringatan penting buat lo, Del. Kalau lo mau hidup tentram di SMARTA, jangan pernah berurusan sama The Covers. Kalau bisa, lo jangan pernah muncul dalam jangkauan pandang mereka." peringat Yeslin.

"Hah? The Covers?" tanya Edel bingung.

Yasmin menunjuk kearah meja The Covers. Dengan patuh Edel mengikuti arah tunjuk Yasmin.

"Emang mereka siapa?"

"Mereka itu anak dari donatur terbesar di sekolah kita. Karena besarnya power yang mereka miliki, mereka jadi suka seenaknya. Bullying lah. Jahilin anak-anak. Banyak pokoknya. Makanya lo harus hati-hati sama mereka, Del. Jangan pernah berurusan sama salah satu dari mereka." kata Yasmin.

Edel mengangguk paham. Lagian siapa juga yang mau berurusan dengan mereka, dia hanya ingin bersekolah dengan tenang.

Edel kembali meminum es jeruknya sambil memperhatikan sekitar. Keadaan kantin sudah kembali sepi, namun masih ada beberapa siswi yang mencuri pandang kearah meja The Covers lalu berbisik pada teman disampingnya. Edel hanya menggeleng pelan melihatnya. Tak sengaja netra Edel bersitatap dengan netra tajam milik salah satu anggota The Covers. Langsung saja Edel kembali menunduk dan fokus menatap es jeruknya.

"Kenapa, Del?" tanya Yasmin yang menangkap gelagat aneh Edel.

Edel tersenyum tipis. "Gapapa kok. Kalian udah selesai? Aku mau ke koperasi sebelum bel masuk bunyi."

"Gue udah. Ayo gue anterin." Yeslin bangun dari duduknya.

"Gue juga udah. Ayo." Yasmin ikut bangun dan langsung menarik tangan Edel.

Edel hanya tertawa saja melihat keduanya. Lucu, batinnya.

☆☆☆

"Woi, Alden!" Jendral menepuk keras pundak Alden membuat sang pemilik nama menoleh ke arahnya dengan tatapan sedikit kesal, mungkin?

"Apa?"

"Liatin siapa sih lo? Segitunya lo natapin itu pintu kantin," tanya Jendral penasaran, tidak biasanya lelaki itu hilang fokus seperti ini.

Alden menatap ketiga temannya yang kini menatapnya dengan tatapan ingin tahu.

"Kagak," elak Alden.

"Liatin apaan sih?" tanya Braga yang baru datang, ikut menimbrung dengan topik yang sama.

"Lo nungguin siapa?" tanya Darka.

"Maksud lo?" tanya balik Alden.

"Ada yang lo tunggu? Sampe segitunya lihatin itu pintu kantin," ucap Darka.

"Kagak ada, gue salah lihat orang," ucap Alden.

Jendral masih setia memperhatikan Alden, mencoba menerka isi fikiran lelaki itu.

"Ngapain? Gue masih normal, gak minat sama predator modelan lo," ucap Alden melirik Jendral.

"Lambe mu," Jendral menatap sinis Alden.

"Abis istirahat mapelnya Pak Dandang, bukan?" tanya Braga.

"Nandan, Ga. Nama udah bagus-bagus segala lo ganti jadi dandang." Lion mengomentari.

"Bagusan juga dandang." Braga kekeh.

"Dandang mah buat kukus nasi bego!" sembur Jendral.

"Santai dong, anjing!" sahut Braga.

"Sesama anjing gak bagus berantem." komentar Darka.

Cello sudah ngakak duluan bersama Lion. Memang ini dua orang humornya dollar banget. Mana si Lion sampe mukul-mukul meja kantin. Bikin malu emang.

"Cabut." Alden berdiri dari duduknya.

"Bolos?" Lion dan Jendral kompak bertanya.

"Kelas."

Tanpa menunggu jawaban yang lain, Alden langsung pergi begitu saja.

"Buset itu anak." keluh Braga lalu merangkul pundak Kala, mengajak bocah polos itu ke kelas.

☆☆☆

Bel pulang sekolah berbunyi. Kelas yang tadinya sepi kini penuh akan sorakan kegembiraan. Dengan hati riang gembira mereka mulai mengemasi barang-barang mereka, termasuk Edel.

Jujur, Edel sangat senang berada di kelas ini. Murid-murid nya sangat asik dan easy going. Sangat berbeda dengan perkiraan Edel sebelumnya. Bahkan sekarang dia sudah mempunyai dua teman yang bisa dibilang super rusuh.

Meskipun begitu, entah mengapa Edel tetap merasa cemas. Ada banyak ketakutan yang menghantui Edel. Semoga saja apa yang ia takutkan tidak terjadi. Ya, semoga saja.

"Udah belum, Del?" tanya Yasmin menghampiri bangku Edel.

Edel tersadar dari lamunannya.

"Kok udah sepi?"

"Lo sih kebanyakan ngelamun. Ntar kesambet loh," goda Yeslin.

"Ngaco." Yasmin menoyor kepala kembarannya.

"Wah, adek kurang ajar lo. Sini lo," ujar Yeslin mengejar Yasmin yang sudah kabur duluan.

Edel tertawa lalu menyusul keduanya. Selalu ada saja tingkah usil dari duo kembar itu.

Begitu keluar kelas, Edel dibuat bingung karena beberapa murid tampak berlarian menuju lapangan sekolah.

"Ada apa?" pikir Edel.

Dengan rasa penasaran, Edel berjalan menuju kerumunan itu. Baru saja Edel ingin maju kedepan, tangannya sudah ditarik terlebih dahulu.

"Jangan dekat-dekat." Yasmin si pelaku itu memperingati. Di samping Yasmin, Yeslin ikut mengangguk.

"Ada apa sih?" tanya Edel.

Belum sempat duo kembar menjawab, terdengar suara bentakan dari tengah lapangan membuat atensi Edel beralih.

"Budek lo?" bentak Jendral menatap tajam lelaki yang terduduk di hadapannya. Di belakang Jendral, ke-enam anggota The Covers berdiri menyilangkan tangan.

Darka tertawa sinis. "Lagaknya sok jagoan. Baru juga digertak udah ciut duluan."

"Dia mah jagoan mama." sahut Braga dengan tawanya.

Cello ikut tertawa sebelum berjalan maju.

Cello berjongkok dihadapan laki-laki itu. Tangannya menepuk pipi laki-laki itu berulang kali. "Gue lagi mikirin, apa yang harus gue lakuin ke lo. Ada saran?"

Laki-laki itu tertawa sinis. Tangannya terangkat untuk melayangkan bogeman pada Cello namun sebelum mengenai wajah Cello, Alden sudah lebih dulu maju dan menendang dada laki-laki itu hingga terkapar tak berdaya.

"Berani lo sentuh salah satu dari kita. Abis lo." Ancaman yang tajam dan mematikan.

Edel yang melihat kejadian itu dibuat syok. Jantung nya berdegup kencang bahkan tangannya sudah mulai berkeringat dingin. Matanya menatap takut pada Alden yang sedari tadi menatap tajam lawannya. Bahkan kaki Alden sedari tadi masih berada di dada laki-laki itu dan terus menambah tekanannya hingga membuat sang korban kesulitan bernapas.

Pikiran Edel sedari tadi terus berkecamuk. Kenapa tidak ada yang melerai? Kenapa tidak ada yang mau menolong laki-laki malang itu? Kemana guru-guru disini? Apa tidak ada yang melaporkan kejadian ini ke guru BK?

Banyak sekali pertanyaan di benak Edel saat ini. Tak sengaja tatapan Edel kembali bertubrukan dengan netra tajam itu. Dengan cepat Edel mengakhiri kontak mata itu dan segera menarik Yeslin dan Yasmin.

Tanpa Edel sadari, sang pemilik netra hitam tajam itu terus mengawasi pergerakan Edel dengan tatapan misterius.


TBC!!
☆☆☆☆☆

20-03-2023

FIREFLIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang