56. Penjelasan

428 30 7
                                    


Asrul mendekam di salah satu kamar di mess PLTA. Orang-orang sudah berkumpul di sana, termasuk supervisor dan kepala unit mereka. Sejak dari semalam ia diinterogasi oleh keamanan dan pak Gani selaku ketua RT. Ia hanya bisa menceritakan apa yang diketahui dan dialami. Bahwa ia seperti dikuasai oleh makhluk gaib.

Sungguh menyedihkan nasibnya. Ibunya juga dipanggil. Janda berusia 54 tahun itu tak henti-hentinya menangis. Asrul benar-benar sedih. Ia bisa saja kehilangan pekerjaan setelah ini. Akan tetapi, bagaimana dengan nasib nama baiknya? Masa iya, harus dicap sebagai lelaki cabul pemerkosa istri orang? Bagaimana pula nasib ibunya?

"Mama, aku nggak memerkosa dia. Perempuan itu yang akan memerkosa aku."

Mamanya hanya bisa menangis. "Asrul, akui saja perbuatanmu dan minta maaflah. Dengan begitu hukumanmu akan lebih ringan."

"Aku tidak melukai dan tidak memerkosa dia! Aku berani bersumpah demi apa pun! Yang melukai Puput itu makhluk berbentuk buaya besar."

"Iya, iya. Jangan lagi kau sebut-sebut makhluk itu. Lolos dari hukuman penjara kamu bisa dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Kamu nggak dengar apa kata orang bagian hukum tadi?"

Asrul terdiam. Orang-orang tidak mungkin memercayai omongannya. Sebentar lagi Jata datang. Entah harus beralasan apa ia di depan sahabatnya itu.

Terdengar suara orang datang di luar. Rupanya Jata telah sampai. Asrul berkeringat dingin. Saat dikeluarkan dari ruangan dan didudukkan di depan lelaki itu, ia tak sanggup memandang matanya. Bagaimanapun, pada awalnya ia menikmati keindahan tubuh istri lelaki itu.

Ia ditinggal di ruangan hanya bertiga dengan Jata dan ayahnya. Pertanyaan-pertanyaan seperti semalam kembali dilontarkan. Jata banyak diam. Justru ayahnya yang aktif bertanya. Menyiksa sekali harus menjawab pertanyaan yang sama berulang-ulang. Siapa yang tidak tersiksa, harus menceritakan aib diri berkali-kali?

"Saya tegaskan lagi, saya tidak memerkosa! Makhluk itulah yang akan memerkosa saya!"

"Apa saja yang kamu lihat?"

Asrul tidak menjawab. Hanya bergumam, "Biar saya ceritakan sampai seribu kali pun, kalian tidak akan percaya."

"Kalau kamu tidak mau menjawab, kamu hanya akan merugikan dirimu sendiri. Kami bisa menuntutmu dengan tuduhan pemerkosaan."

"Saya tidak memerkosa dia!"

"Kalau begitu, jawab pertanyaan saya tadi dengan jelas!" tuntut Matias tegas namun dengan emosi yang terkendali.

Asrul mendengkus. Segan juga ia menghadapi ayah Jata. Lelaki yang dikenal sebagai tokoh masyarakat Dayak itu ternyata berwibawa dalam tubuh yang kecil. Akhirnya suaranya melunak.

"Yang satu, yang masuk ke badan Puput, bentuknya seperti perempuan. Dia tinggi, punya dua tanduk, dan matanya merah. Mulutnya bisa terbuka besar dan lidahnya panjang sekali. Dia hampir memerkosa saya dengan lidahnya. Untung muncul buaya besar. Buaya itu yang menerjang Puput sampai pingsan."

"Seperti apa bentuk buaya itu?"

"Warnanya abu-abu kehitaman. Dia besar sekali. Dari mulut sampai ke ujung ekor kira-kira 7 m."

"Dari mana dia muncul?"

"Saya tidak tahu. Waktu itu saya terbaring karena sudah lemas banget. Tahu-tahu dia melayang di atas badan saya, langsung menerjang Puput. Setelah diterjang, makhluk itu keluar dari badan Puput, lalu langsung kabur ke hutan di belakang rumah. Buayanya mengejar sampai ke pagar, tapi tidak berani masuk ke hutan. Habis itu dia menghilang."

Matias merasa puas dengan keterangan itu. Semua sesuai dengan informasi yang didapat selama ini. Ditolehnya sang anak. "Kamu mau ngomong sesuatu?"

Asrul menetap Jata dengan berdebar. Lelaki itu memandang padanya dengan sorot terluka.

"Jat, Aku minta maaf. Aku benar-benar tidak bermaksud menyakiti Puput."

Jata tidak langsung menjawab. Ruang itu sunyi untuk sementara. Kemudian, suaranya berkumandang memecah kesunyian. "Tolong jujur, apa yang terjadi sebelum peristiwa gaib itu?"

Asrul menelan ludah. Haruskah ia jujur pada lelaki ini dan ayahnya bahwa sebelum kejadian itu ia sempat tertarik pada Puput?

"Aku cuma membantu dia menyiang ikan. Sesudah itu dia menjadi agresif. Lalu, terjadi yang sudah aku ceritakan tadi."

"Puput bilang, dia ingat kalau suka sama kamu. Dia juga bilang, yang mulai suka duluan itu kamu."

Asrul tidak menjawab. Namun, Jata tahu dari goyangan mata lelaki itu, ada hal lain yang disembunyikan.

"Kamu jatuh cinta pada istriku?"

Gerak tubuh Asrul semakin terlihat gelisah. Tanpa kata-kata pun, itu sebuah jawaban. Jata berdiri sambil menggebrak meja. Matias segera meredam kemarahan itu dengan membawa putranya keluar.

"Jat! Aku minta maaf!" Asrul berseru sebelum Jata benar-benar menghilang dari pandangan.

♡♡♡

Di ruang depan mess, sudah berkumpul beberapa orang. Atasan langsung Asrul ada di situ. Begitu pula, manajer PLTA mereka, turut datang bersama Wina dan Billy. Setelah berbasa-basi sejenak, akhirnya Pak Manajer bertanya pada Jata.

"Setelah menanyai yang bersangkutan, apa kesanmu, Jat? Saya benar-benar berharap masalah ini bisa selesai dengan tuntas tanpa membawa keributan. Bila memang bersalah, Asrul akan kita proses sesuai hukum yang berlaku."

Jata tidak langsung menjawab. Justru ibunda Asrul yang meratap dan memohon.

"Nak Jata, Pak Matias, saya mohon, barangkali Asrul memang bersalah. Tapi, apa tidak ada kelonggaran? Asrul satu-satunya keluarga saya setelah ayahnya pergi. Bagaimana nasib saya bila Asrul dipenjara?" isak perempuan sederhana itu. "Nak Jata, kalian kan sahabatan sudah bertahun-tahun. Nak Jata juga sering menginap di rumah saya, sudah tahu Asrul luar dalam. Mohon belas kasihannya untuk Asrul ya, Nak."

Jata menunduk tanpa menjawab. Melanjutkan atau tidak, keduanya berat baginya. Ia juga tidak tega pada perempuan malang yang setahunya terpaksa membesarkan anak seorang diri karena ayah Asrul tidak bertanggung jawab.

"Kalau menurut pendapat Bapak-Bapak sekalian, apa ada hal-hal yang tidak wajar dalam kasus ini?" Matias balik bertanya pada yang hadir di situ.

Pak Manajer menghela nafas panjang. "Sebenarnya saya juga tidak percaya pada hal-hal gaib. Akan tetapi, kita tidak menampik bahwa hal-hal seperti itu memang ada. Saya sudah berkonsultasi pada rekan saya ini, Pak Billy, yang memang ahli dalam hal itu." Pak Manajer kemudian menoleh pada Billy. "Silahkan Pak Billy bila ingin menyampaikan pendapat."

Jata menatap dukun berpenampilan trendi itu dengan pandangan tajam. Sekilas, Billy pun mengerling dengan penuh arti. Jata langsung merasa tidak enak. Ia merasa ada peran Billy dalam hal ini. Namun, tentu saja, ia tidak bisa membuktikan. Hanya firasatnya saja yang mengatakan seperti itu.

Billy berbicara dengan tersenyum penuh kepercayaan diri. "Mohon maaf Bapak-Bapak, saya bukan ingin menyombongkan diri atau bermaksud tersembunyi. Saya datang ke sini atas undangan Pak Manajer. Saya akan membantu sebisa saya sesuai dengan kemampuan yang saya miliki.

"Berdasarkan pengalaman saya selama ini, dandicocokkan dengan hasil wawancara dengan Asrul, saya hampir yakin bahwatindakan Asrul dipengaruhi oleh kekuatan gaib. Saya sudah bertanya ke beberapaorang tentang latar belakang Asrul. Selama ini yang bersangkutan dikenalsebagai seorang yang santun dan sangat dekat dengan Jata. Jadi semuanya itusaling mendukung. Pendapat saya, Asrul memang dipengaruhi oleh kekuatan gaib,bukan nafsunya sendiri."

=Bersambung=


Meluncur ke Dreame, yuk! Di sana udah tamat, loh.

Percobaan 44Where stories live. Discover now