Chapter 19: Hard to say

Start from the beginning
                                    


"Oke, besok malam hancurkan DoubleE bajingan..!!!!"


"Wohooo...!!! Siap..!!!" Sambut seluruh anggota dengan penuh semangat.


Kata-kata Nino berhasil membakar semangat Edward, dan seketika itu juga TCS memasuki mode siaga dan siap bertempur. Rizal yang terdiam kini mulai mengerti kenapa Nino layak menduduki kursi wakil ketua, karena ia percaya setiap orang yang dipilih Edward pasti bukan orang yang sembarang.


Namun ditengah kemeriahan itu, telfon Billy tengah berdering disakunya. Menyadari hal itu seketika dia berlari menjauhi keramaian, agar dapat mengangkat dan mendengarkan suara telfon itu dengan jelas. Dan hal aneh mulai terjadi setelah ia mematikan telfon itu, setelah menutup telfon itu, ia memasukkannya kembali ke saku celananya. Lalu berlari menuju sepedanya, dan bersiap pergi dari markas.


"Oii Bill, ngapa lu keliatannya buru-buru gitu?" Celetuk Rizal keheranan.


"Sorry gue buru-buru, salamin ke anak-anak kalo besok gue pasti hadir." Pungkas Billy sembari menarik gass sepedanya meninggalkan tempat itu.


"Lah? Dia kenapa Zal? Ada masalah?" Tanya Edward.


"Gatau gue, lu tanyain ae nanti lewat telfon kalo penasaran."

***

Kemudian ditempat lain, rival abadi mereka merayakan pestanya penuh kegembiraan, semua anggota dari DoubleE mengira mereka sudah memenangkan pertarungan, dan beranggapan bahwa pihak TCS tidak akan mengambil langkah balas dendam dikarenakan petinggi dari mereka sudah dibuat babak belur kemarin. Dan untuk merayakan kemenangan itu, beberapa dari mereka pergi meninggalkan markas dengan membawa cat semprot, dan melakukan valdalisme disekitar kota dengan tujuan, agar semua orang tau bahwa DoubleE adalah penguasa di kota itu.


(Namun ditengah euphoria itu, Kane masih tertunduk lemas dengan mengelus-elus kepalan tangan kanannya. Sementara Javier tengah sibuk menatap bulan yang cerah sembari merokok dengan leluasa).


"Gus, bagi rokok dong." Celetuk Damian yang berdiri disamping Bagus.


"Gaada udah tinggal dikit." Tatap Bagus dengan datar.


"Yaelah, pelit banget lu sama temen sendiri." Tukas Damian.


"(Membuka bungkus rokok) Noh lu liat, tinggal 2 batang. Terus masih lu minta?"


"Fix sih, lu pelit sama gue." Kekeh Damian yang keras kepala.


"Dih, bodoamat!" Pungkas Bagus setengah kesal.


(Kemudian didetik itu juga, Damian merogoh sakunya mengeluarkan rokok lalu membakarnya didepan Bagus. Melihat kelakuan Damian, sontak emosi Bagus langsung memuncak didetik itu juga).


"(Menepuk kepala Damian) Eh kadal, kalo lu punya rokok sendiri, ngapain minta ke gue?!"


"(Memegangi kepala) Aduh... lu apaan sih? Sembarangan mukul kepala gue."


"Kalo lu punya rokok sendiri, ngapain minta ke gue? Hah?!.." Bentak Bagus dengan kesal.


"Punya gue tinggal 5 batang nih? Wajar dong, kalo gue minta lu." Timpal Damian dengan polos.


"Wajar bapak lu! Lu punya 5 batang terus minta ke gue, sedangkan gue cuma punya 2 batang. Kelahi yuk sama gue?"


"Dih apaan sih lu? Gitu aja emosi."


"Bacot lu."


(Ditengah kerumunan, Christopher beranjak dari duduknya. Sambil membawa rokok ia berjalan dengan tenang menghampiri Javier, yang berdiri sendirian).


"Mau rokok ngga, lu?" Sapa Christopher membuyarkan lamunan Javier.


"Eh Chris, engga gausah barusan ngerokok kok gue." Sahut Javier setengah kaget.


"Lu ngapain berdiri sendirian, disini? Anak-anak pada seneng tuh, eh lu malah bengong."


"Bukannya ini ya, yang lu mau dari awal? Tapi gue ngrasa, kok lu ga dapet euphoria-nya sama sekali." Imbuh Christopher dengan heran.


"Gue gapapa kok Christ, gue cuma ngrasa ada yang aneh aja didiri gue sendiri. Lagian lu semua terlalu cepet ngrayain kemenangan ini, sedangkan gue punya feeling buruk tentang ini." Terang Javier yang menatap Christopher dengan tenang.


"Halah, lagian itu cuma insting."


"Oiya Jav? Gue sekarang kok gapernah, ngeliat lu jalan sama sahabat lu yang brengsek itu?" Tanya Christopher yang coba mengalihkan pembicaraan.


"(Mengangkat dagu) Sahabat yang brengsek, ya? Sebenernya yang brengsek itu gue Christ, gue udah nusuk sahabat gue sendiri dari belakang, dan selalu bermuka dua didepannya. Gue malah berharap, semoga kedok gue segera kebongkar didepan dia. Karena ngrasa kasihan aja, orang sebaik dia dapet sahabat kayak gue. Lagian gue juga selalu ngrasa terbebani, saat dia manggil gue dengan sebutan sahabat."


"Gue terharu, denger jawaban itu keluar langsung dari mulut lu." Sambut Christopher dengan tersenyum lega lalu diikuti dengan Javier.


(Setelah mereka berdua tersenyum lebar, Kane berjalan menghampiri kearah mereka dengan terburu-buru).


"Jav, barusan gue dapet telfon dari Rizal. Katanya besok malem, mereka mau nyerang kita disini." Celetuk Kane yang tiba-tiba masuk dalam obrolan.


"(Menyilangkan tangan) Udah gue duga, sesuai feeling gue."


"Terus, apa jawaban lu?"


"Gaada jawaban lain selain meladeni mereka, kalo itu yang mereka mau."

***

Sesampainya dirumah seusai rapat digelar, Edward masih penasaran kenapa Billy pergi dengan terburu-buru, karena tak mau dihantui dengan penasaran, sontak ia menelfon Billy dan menanyakan apa maksudnya. Namun ditelfon itu, Billy seakan berat untuk berbicara dan memberitahu, akhirnya dengan kesal, Edward pun mendesak Billy untuk berterus terang. Dan Billy mengatakan dengan berat hati bahwa tepat dimalam ini, adik satu-satunya yang bernama Tania telah meninggal dunia. Edward mematung untuk beberapa saat, setelah mendengar jawaban itu keluar dari mulut Billy, ia seakan kehabisan kata-kata setelah tau bahwa sahabatnya sedang berduka.

***


EZ4 Girls: The Bulletproof Heart [✔️END (Belum Revisi)]Where stories live. Discover now