Bab 10: Gladis - Perasaan di sudut hati

120 26 8
                                    

Selamat membaca^^
*
*
*

"Sudah, jangan menangis Gladis,"tangannya terulur mengusap air mata yang masih setia luruh dari mata Gladis yang sudah bengkak dan memerah.

"Nanti cantik mu bisa hilang."

"A-apa sih, Kak."Gladis terbata-bata, keberadaan Ardana di sini membuatnya sedikit malu. Apakah pria itu akan menertawakan wajahnya yang tampak kacau ini? Huh! Terserahlah! Ia tidak peduli!

"Saya disuruh Ibu Gemilang untuk membawa kamu ke rumahnya, katanya ada yang ingin ditanyakan."

"Nggak mau."tolak Gladis dengan kembali menenggelamkan wajahnya pada lipatan kaki.

"Kamu tega, membuat Tante Kemala menunggu? Beliau pasti lelah setelah pulang dari pasar, kamu... "

"Iya, iya, iya! Bawel deh!"Gladis memotong perkataan Ardana, akhirnya gadis itu memutuskan untuk menurut. Ketimbang ia harus mendengar ocehan pria itu yang mendadak menjadi sosok yang cerewet.

Ardana hanya bisa tersenyum geli, melihat sikap Gladis yang menurutnya menggemaskan. Entah kenapa, sepertinya ia mulai menyukai gadis ini.

Mungkin.

***

Isabella, kekasih Gemilang yang kini duduk manis di hadapan kemala, tengah menebar senyum lebar di depan Wanita paruh baya itu. Gadis itu seakan melupakan kejadian yang mengundang keributan beberapa saat yang lalu.

"Saya Isabella, Tante. Adiknya Mas Ardana."tuturnya lembut dengan tersenyum lebar.

Kemala memandang tajam pada Gemilang, ia tidak memperdulikan ujaran Isabella. Yang ada di pikirannya saat ini adalah, penjelasan akan kejadian beberapa waktu yang lalu saat ia pergi berbelanja ke  pasar. Ia tidak jadi diantar oleh Ardana karena lebih memilih menumpang tetangga sebelah yang juga ingin pergi berbelanja.

Bagaimana ia bisa tahu? Ketika ia baru saja sampai di depan gerbang rumah, seorang wanita yang tinggal di samping rumah mereka menghampirinya. Wanita itu menghampiri Kemala dan memintanya untuk menegur anak-anaknya agar tidak mengeraskan suara saat bertengkar. Karena itu akan memberi pengaruh buruk kepada anak-anak kecil yang mendengar. Di komplek perumahan ini memang terdapat begitu banyak anak-anak, jadi wajar saja jika keributan yang terjadi beberapa saat yang lalu mendapatkan teguran dari penghuni lainnya.

Kemala memutuskan untuk mengiyakan dan meminta maaf, meskipun cukup bingung namun ia tidak ingin bertanya lebih lanjut yang mana hanya akan memancing keributan. Mengingat bagaimana sikap sinis dan tidak bersahabat tetangganya itu, bisa saja nanti Kemala kelepasan menjambak sanggulnya yang menggembung seperti balon udara tersebut. Bisa gawat jika itu terjadi, jadi lebih baik menghindari lebih dulu perselisihan yang bisa kapan saja terjadi, kan?

"Gemi, kamu berantem lagi dengan Jani?"tanya Kemala pada putra tunggalnya itu.

"Maaf, Tante... "Isabella menyela Gemilang yang ingin berbicara, mengundang tatapan tidak senang dari wanita paruh baya di depannya. Meskipun begitu, Isabella sepertinya tidak menghiraukan reaksi Kemala yang cukup tidak menyenangkan.

"Jani itu, siapa ya?"

"Dia anak gadis ku, Gladis Anjani."

"Oh! Adiknya Gemilang?"perempuan itu bertanya dengan riang, ia tahu jika Gemilang memiliki seorang Adik perempuan. Tapi yang tidak Isabella ketahui adalah, Adik perempuan Gemilang sudah meninggal dunia saat berusia 7 Tahun.

"Calon Istri!"

"Bunda!"

Gemilang meninggikan suara karena tidak percaya, namun Kemala tidak menghiraukan. Ia kini hanya menikmati raut pias perempuan di depannya. Entah mengapa, ia merasa bahwa pertengkaran yang terjadi di antara kedua Anaknya, ada sangkut pautnya dengan perempuan ini. Dan itu tidaklah membuat Kemala senang.

My 99kg Girl! Where stories live. Discover now