Bab 7: Gladis dan Gemilang

73 20 0
                                    

Selamat membaca :*
*
*
*


"Jangan bertingkah macam-macam selama gue nggak ada, Gla. Dan hindari masalah apa pun sebisa lo,"Gemilang berdiri menghadap Gladis yang masih sibuk memperhatikan sekitar dengat gelisah.

"Sebab gue nggak akan bisa bantuin lo lagi buat beberapa waktu ke depan."

Gemilang terdiam sejenak, tangannya melayang untuk menepuk pucuk kepala Gladis. Jujur, sepertinya gadis pendek di depannya ini kehilangan berat badan. Cukup terlihat dari kausnya yang melonggar. Situasi ini, menyebalkan. Gemilang, memutuskan untuk pergi.

Dan Gladis benci itu. Nafasnya terasa berat, begitu sulit bagi Gladis untuk menahan diri agar tidak menangis di hadapan Gemilang. Awalnya memang terasa cukup berat, menjalani hari tanpa adanya sosok pendukung yang selalu mendorongnya untuk terus maju. Namun, perlahan-lahan ia mulai bisa membiasakan diri. Meski tidak mudah, ia harus tetap berusaha.

Hingga, hari telah berganti minggu.

Komunikasi diantara mereka masih berlangsung seperti biasa. Terkadang Gemilang sengaja menghubunginya di tengah malam lewat telepon untuk menemaninya begadang karena harus mengerjakan tugas kampus yang menumpuk.

Minggu berganti bulan, dan bulan pun berganti tahun. Komunikasi masih terjalin namun tidak sama seperti sebelumnya.

Gemilang, membatasi waktunya.

Gladis tak mempermasalah hal itu, mungkin Gemilang tengah berada di masa-masa sibuk sebagai anak kuliahan. Dan ia hanya bisa memaklumi.

Dan ini juga bisa jadi ajang bagi Gladis untuk belajar hidup jauh dari ketiak Gemilang. Jika dulu pria itu akan selalu sigap melindunginya, maka kini sudah waktunya untuk bermandiri tanpa Gemilang.

Setelah 4 tahun penantian dan perjuangan, hingga akhirnya pria itu kembali. Membawa begitu banyak kejutan dan perubahan, namun tetap tidak menghilangkan sisinya yang menyebalkan.

Pukul 02.14 WIB

Gladis terbangun dari tidurnya karena merasakan pergerakan yang menganggu waktu lelapnya, kilasan mimpi dari kejadian 4 tahun silam membuatnya sedikit rindu dengan sosok lelaki ini yang dulu.

Sejenak, ia terdiam menyesuaikan penglihatannya yang terasa seperti tertusuk karena cahaya terang dari lampu di dalam kamar. Setelah dapat menyesuaikan penglihatannya, ia menegakkan punggung dengan tangan yang terulur memegang kening Gemilang.

Panas.

Satu kata yang terlintas dipikirannya, demam. Hal ini sudah ia tebak sejak awal, pasti pada akhirnya Gemilang akan demam tinggi ketika alerginya yang kambuh. Lihatlah, bahkan kini lelaki itu bergerak gelisah dengan sesekali merintih pelan.

"Gla... "mata Gemilang terbuka, tatapannya sayu dengan wajah yang memerah. Keringat membanjiri baju yang lelaki itu pakai, membuat Gladis segera beranjak untuk mencari gantinya.

"Duduk sebentar,"ujar Gladis sembari membantu Gemilang yang tampak kesulitan untuk menduduk'kan diri.

Tanpa banyak bicara, Gladis segera membuka baju yang Gemilang kenakan. Ia sedikit merasa malu, tubuh lelaki itu benar-benar membuatnya salah fokus. Meskipun sempat hilang kesadaran sejenak, gadis itu segera menepis pikirannya untuk mencubit otot-otot menggemaskan Gemilang.

Sebenarnya, ia ingin menghampiri Kemala dan meminta bantuannya untuk mengurus Gemilang. Namun ia sadar, bahwa wanita baya itu pasti tengah tidur dengan lelap dan ia tidak mau mengganggu waktu tidur Kemala. Jika dipaksa untuk bangun di tengah malam begini, Kemala pasti akan terjaga semalaman laku setelahnya mengakibatkan wanita itu menderita migrain keesokan hari.

"Lo harus pakai baju tipis, Gemi. Panas lo tinggi, dan nggak baik pakai baju yang tebal."ujar Gladis sembari beranjak mengambil kompres untuk Gemilang.

"Mau ke mana, Gla?"

Belum sempat mencapai pintu, Gladis membalik tubuhnya dengan menguap lebar. Melihat gadis berwajah bulat itu menganga dengan buas, membuat Gemilang terkekeh kecil karena merasa lucu.

"Gue mau ambil racun buat lo!"

"Jahat banget, nggak ada halus-halusnya lo ngerawat orang sakit."dengan suara yang serak, Gemilang menatap sinis pada Gladis.

"Jika pasiennya modelan anda, saya bahkan akan dengan senang hati menyuntik mati anda dua kali saudara Gemilang!"

Bukannya merasa takut, gadis itu malah mengacunginya jari tengahnya sembari berlalu keluar dari kamar. Sekali lagi, Gemilang tertawa lirih alih-alih marah karena sikap tak sopan Gladis. Ia tidak merasa tersinggung sedikit pun, meski mereka sudah beberapa tahun tidak bertemu, hal-hal kecil seperti ini tidak akan pernah terhapus dari kebiasaan-kebiasaan mereka.

Setelah beberapa saat pergi, Gladis akhirnya kembali dengan membawa sebuah wadah berisi air hangat lengkap dengan sapu tangan yang bertengger di bahu kirinya. Kini Gemilang sudah kembali merebahkan dirinya dengan selimut yang membungkus tubuh panasnya hingga leher. Sadar bahwa lelaki itu nerasa kedinginan, Gladis segera mematikan pendingin ruangan agar Gemilang merasa lebih nyaman.

"Seharusnya lo minum obat demam, Gemi. Tapi gue takut betulan salah ambil obat karena ngantuk, jadi terpaksa tunggu besok sama Bunda, oke? Oke!"Gladis bertanya, lalu menjawab sendiri. Lagi-lagi tingkah laku gadis ini menghibur Gemilang yang tengah menahan rasa denyut di kepalanya.

"Lo harus bayar gue mahal, Gemi. Nggak sembarang orang bisa menikmati pelayanan dari gue, dan lo beruntung malam ini."

"Berisik Gla, suara lo malah bikin kepala gue tambah sakit... akh!'

Gemilang memekik ketika Gladis menarik sebagian rambutnya karena kesal, sekarang ia mengaku salah karena menjahili gadis ini tanpa tau situasi dan kondisi.

"Sekarang, kompres sendiri dan urus diri lo sendiri. Gue mau ke kamar Bunda!"

"M-maaf! Oke-oke, gue ngaku salah. Jangan tinggalin gue, Gla."Gemilang menahan lengan Gladis ketika gadis itu berdiri untuk pergi. Entah kenapa ia merasa sedih jika gadis ini meninggalkannya.

Karena egonya selalu kalah dibuat Gemilang, maka di sinilah ia sekarang. Masih duduk diam menahan kantung dengan sesekali memaksakan diri untuk mengganti kompres lelaki itu yang kering. Setelah dirasa tidak sanggup lagi menahan godaan untuk terlelap, akhirnya Gladis tertidur dengan kompres yang terjatuh di sisi telinga Gemilang.

Gemilang yang tadinya sempat tertidur, merasa terganggu karena air yang masuk ke telinganya. Mau tak mau ia harus bangun dan melihat apa yang telah terjadi.

"Gla... "

Niat hati ingin membangunkan Gladis, namun suaranya tertahan ketika melihat raut lucu gadis tembab itu. Mata yang setengah terbuka, mulut yang menganga, bahkan pipi bulatnya yang himpit diantara kasur terlihat sangat menggemaskan. Karena tidak ingin melewatkan momen ini, Gemilang mengambil beberapa potret imut Gladis di ponselnya. Entah karena rasa senang atau apa, rasa sakit di kepalanya menjadi sedikit berkurang.

"Lo cantik apa adanya, Gla. Apalagi kalau kurus, pasti banyak yang naksir."bisik Gemilang dengan merebahkan kepala bersisian dengan Gladis. "tapi gue nggak izinin lo berubah, Gla. Enggak akan, sampai gue bener-bener nemuin seseorang yang tepat untuk gantiin gue jangain lo."

Kini, keduanya terlelap dengan damai. Berteman damainya sendu malam, yang menjadi saksi suasana sebelum badai menerjang.

Gladis dan Gemilang, sayangnya takdir berkata lain akan ujung benang masing-masing dari kalian. Entah itu sebuah ikatan kuat penghubung kehidupan, atau perpisahan menyakitkan dipenghujung waktu yang tak terelakan.

-o0o-

See you di next chap, pay pay :*




































My 99kg Girl! Where stories live. Discover now