Karenina tersenyum dengan nasihat Zidan yang menurutnya sangat bijak, jarang sekali pria itu menunjukkan sisi bijak nya itu pada orang lain, biasanya Zidan akan lebih sering bercanda atau meledek teman-teman nya.

"Iya bang, makasih. Setelah Mas Ravi sembuh, nanti kita kompromiin kok. Aku juga gak mau kalau Rafa jadi korban masalah aku sama Mas Ravi terus menerus"

Zidan mengangguk sambil tangan mengelus kepala Rafa yang masih sibuk memakan donat nya. "Kamu tau gak dek, Teh Zizi udah lama minggat ninggalin Gavriel sendiri dirumah? Sekarang Gavriel diasuh sama Naren sama Yasmine. Hampir tiap malam dia tantrum nyariin mama papa nya. Abang harap Rafa gak ngalamin apa yang dirasain Gavriel."

Karenina terkejut sambil menatap Zidan yang masih fokus menyetir. "Teh Zizi? Pergi dari rumah?"

Zidan mengangguk "Iya, ribut gede waktu itu. Sampe akhirnya Teh Zizi pergi saking gak kuatnya sama kelakuan Bang Gavin. Teh Zizi pengen bawa Gavriel, tapi Naren larang soalnya kasian kalau tinggal ditempat Teh Zizi sekarang."

"Teh Zizi sekarang tinggal dimana, bang?"

"Di Mess perusahaan nya ayah Naren. Dia kerja disana, kata Naren sih kurang layak buat anak seumuran Gavriel tinggal disana." Sadar dengan air muka Karenina yang semakin mendung Zidan pun berusaha mengalihkan pembicaraan mereka terkait dengan Zizi. "Udah ga usah di pikirin masalah Teh Zizi mah. Kamu fokus aja sama masalah rumah tangga kalian."

Karenina mengangguk pelan "Iya bang" balas Karena dengan suara yang serak.

.
.
.
.
.

Ravi terbangun dari tidurnya saat merasakan wajahnya basah karena di Seka dengan lembut oleh tangan seseorang. Usapan nya begitu familiar, usapan selama ini ia rindukan. Sesaat mata nya bertatapan dengan mata yang selama ini selalu ia rindukan. Perlahan mata nya mengerjap ingin memastikan bahwa penglihatan nya tidak salah.

Tapi berkali-kali ia make sure bahwa penglihatan nya tidak salah. Dan dibuat semakin yakin saat seseorang yang ia rindukan tersenyum saat melihat dirinya terbangun. "Mas Ravi kenapa? Ini aku Nina, kamu kok ngeliatin nya gitu banget? Kaya ngeliat setan aja deh" ucap Karenina dengan lembut.

"Nin....i-ini be-bener kamu? Aku gak salah liat kan?"

Melihat wajah suaminya yang sangat pucat, dengan lengan yang diinfus membuat Karenina sangat tidak tega. "Engga Mas, ini aku Nina. Istri Mas Ravi."

Perlahan air mata Ravi pun meluruh, inilah obat yang selama ini ia butuhkan. Ia butuh istrinya yang selalu mendampingi nya. Ia mengakui kalau hidup nya kacau jika Karenina tidak berada bersama nya.

Ia baru menyadari kalau Karenina memang separuh hidupnya. Karenina adalah belahan jiwa nya. Pria itu benar-benar menangis, menangis kebodohan nya yang seolah menutup mata atas pengorbanan dan kebaikan hati istrinya. Bahkan sampai menjual rumah yang diberikan orangtuanya hanya untuk mencarikan donor jantung papi nya. "Nin.... maafin aku nin.... plis jangan.....jangan pergi lagi....."

Melihat Ravi yang kesulitan dengan napasnya membuat Karenina panik. "Mas Ravi udah udah jangan nangis lagi ya.. aku disini, diluar juga ada Rafa yang lagi main sama Jendra. Udah ya... kalau Mas nangis, nanti susah napas nya.. aku ada disini.." Karenina mengusap dada suaminya pelan-pelan. Hingga Ravi bisa ditenangkan lagi dan kembali memejamkan mata nya, perlahan-lahan dengkuran halus pun terdengar dari mulut suaminya.

Tak lama kemudian Narendra dan Fabian pun memasuki kamar dimana Ravi berada. "Gimana Nin? Tadi sempet bangun gak?" Tanya Narendra sambil memakai stetoskop nya di telinga untuk ia gunakan untuk memeriksa kondisi Ravi yang kian parah sejak kemarin.

"Nin apa mau dibawa kerumah sakit aja? Sebenernya kondisi nya lumayan membaik sih dibanding tadi pagi. Tapi kita sih terserah aja. Keputusan ada dikamu. Cuma Ravi dari kemarin gak pernah mau dibawa kerumah sakit." Ucap Narendra setelah selesai memeriksa kondisi sahabatnya yang tertidur.

Pengabdi Istri (The Series)Kde žijí příběhy. Začni objevovat