Chapter 08 • Keputusan

547 63 12
                                    

Zean baru saja kembali kerumah pukul 9 malam. Ia melihat Kenzio duduk di kasur dengan laptop didepannya. Zean menghampirinya dan mencium pipinya, "Masih sibuk?"

Kenzio menatap Zean dengan tajam, tidak menjawab dan fokus kembali ke laptop. Zean merasa aneh tetapi ia menghela nafas.

"Ken," panggil Zean.

"Aku melihatmu bersama seseorang di mall, apa yang kamu lakukan dengannya? Kenapa kalian begitu dekat? Kenapa kamu mau bersamanya bahkan menggendongnya?" tanya Kenzio langsung keintinya.

Zean menatap Kenzio selama beberapa menit tanpa menjawab pertanyaannya sebelum ia mengalihkan pandangannya, "jangan bahas itu."

"Aku hanya bertanya," ucap Kenzio tanpa menoleh.

"Gue mau mandi dulu," ucap Zean pergi, ia langsung  ke kamar mandi tanpa melihat reaksi Kenzio.

Disana Kenzio menatap Zean dengan bingung. Perasaannya antara marah, cemburu dan bingung. Ia tidak suka Zean bersama gadis tadi apalagi terlihat begitu bahagia, dia cemburu miliknya bersama yang lain.

Kenzio memutuskan untuk keluar kamar, mendinginkan pikirannya belum lagi keluarganya terus menanyakan keputusannya, itu membuatnya semakin pening.

Kenzio sudah membulatkan keputusannya, ia memilih Zean apapun yang terjadi, Zean adalah segalanya baginya, ia tidak akan pernah membahas hal itu kepada Zean, biarkan Zean tidak tahu sampai kapanpun, biarkan ia egois untuk bisa terus bersama Zean tanpa orang lain.

Walau begitu Kenzio masih tetap marah padanya. Ia merasa tidak bahagia. Satu jam kemudian Zean keluar kamar. Ia sempat berdiri di depan pintu kamar selama beberapa detik sebelum berjalan dengan wajah datar.

"Ken."

"Ada apa?"

"Kita putus."

Kenzio yang sedang mengetik di laptopnya itu langsung terhenti dan menatap Zean yang baru saja minum setelah mengatakan kalimat yang membuat Kenzio sangat terkejut.

Zean minum dengan santai bahkan setelah itu ia balik menatap Kenzio seolah perkataannya itu hal yang biasa, hal yang biasa sampai seperti kalimat yang digunakan sehari-hari.

"Apa yang kamu katakan tadi?" tanya Kenzio dan bangkit berdiri, ia menatap Zean lurus.

"Gue bilang, kita putus."

"Aku menolak!" tolak Kenzio dengan tegas, ia benar benar sangat menolak.

"Gue gak minta pendapat atau minta persetujuan, gue cuma ngasih tau dan ngasih pernyataan, kita putus."

"Ada apa denganmu? Apa yang salah? Apa kamu mendengar sesuatu yang tidak mengenakan? Apa ini karna---"

"Gak ada alasan apapun, gue cuma mau putus. Gue kira cinta gue bakal terus memadat dan membuncah tetapi ternyata gue mulai bosen sama lo, bahkan selama gue kuliah gue udah ngerasa terbiasa tanpa lo, gue kira kita bakal kayak Zi Ge dan Xi tapi ternyata gue salah. Gue harap lo terima keputusan gue, gue bener bener ngerasa bosen dan jenuh," ucap Zean dan langsung pergi ke kamar, tanpa menoleh dan tanpa memperlambat langkahnya.

Kenzio masih berada dalam keterkejutan. Ia sadar bahwa selama Zean berada di Korea, dirinya jarang mengunjunginya, bukan karna malas tetapi baik Zean atau Kenzio disibukkan dengan banyaknya kegiatan apalagi Kenzio yang mengejar langsung S3 belum lagi urusan kantor.

Kenzio ingin langsung menyusulnya ke kamar tetapi pintunya dikunci dari dalam dan Kenzio hanya bisa mengetuk dan meminta agar Zean membuka pintunya, ini tidak benar. Apa Zean meminta putus karna sikapnya tadi?

"Zean, kita bicarakan hal ini lagi. Beritahu aku jika aku melakukan kesalahan, jangan langsung mengatakan putus, jangan kekanakan Zean, aku minta maaf soal tadi, aku tidak berniat memulai pertengkaran denganmu," ucap Kenzio dan terus berusaha mengetuk pintu, suara ketukannya berubah menjadi tidak sabaran.

KENZE: The First And Last Love [END]Where stories live. Discover now