Bertemu

1 0 0
                                    


Kurang 1 Minggu lagi acara perayaan 20 tahun perusahaan. Jira sudah mendapatkan bukti kalau butik milik diana adalah tempat transaksi ilegal yang dilakukan diana juga suaminya itu.

Tapi Jira tidak berniat membongkarnya sekarang, Jira tidak menginginkan mereka masuk penjara tapi balasan nyawa yang dia inginkan.

Nyawa harus dibalas dengan nyawa kan?

Jira sangat menginginkan keduanya mati dengan tragis ditangannya sendiri.

Dan juga Jira sudah mengantongi informasi kalau anak terakhir Vincent dan diana akan pulang 1 Minggu lagi, tepat 1 satu hari sebelum acara perayaan.

Mungkin suatu hari nanti, diva akan menjadi ancaman terberat mereka atau sama sekali tidak?

Jira tidak berpikir sedangkal itu, tentu yang akan menjadi ancaman terbesar mereka adalah bukti kalau butik milik diana adalah tempat ilegal dengan sampul indah tanpa cacat sedikitpun.

Bertemu dengan orang seperti Vincent membuat Jira sadar kalau uang bisa memperbudak siapa saja. Uang memang segalanya, tapi tidak semua bisa dibeli dengan uang. Seperti nyawa contohnya.

Senyuman tipis tersungging, saat membaca berkas yang terus berdatangan tentang hal-hal yang dilakukan Vincent.

Ada situs prostitusi yang dijalaninya, ada komplotan pembunuh bayaran yang sengaja dibuat, dan masih banyak lagi.

Jira kira pembalasan dendam kali ini akan susah, tapi tidak sama sekali. Memiliki orang-orang seperti Jonathan dan John membuatnya untung.

John sudah berkali-kali diincar tapi dia bisa lolos dengan gampang. Pasukan bayangan yang dimiliki John bisa dibilang tidak sedikit.

Tersebar segala tempat, untuk mengintai kegiatan orang-orang yang terhubung dengan Vincent.

Kasus orang tua Jira pun kini ramai dibicarakan dimedia. Yoshua terpojok.

Jira tersenyum mengingat beberapa hari lalu Yoshua datang lalu memohon-mohon untuk memaafkannya.

Lebih cepat dari perkiraan Jira. Ternyata mereka takut hidup sengsara, bukan takut pada neraka.

"Kita diserang." Earphones yang selalu tertempel di telinganya membuat Jira langsung merapikan berkas-berkasnya.

Jira membawanya ke dalam lemari. Tenang saja, jika dibuka hanya berisi pakaian biasa dan tidak terlihat mencurigakan.

Tapi dibagian bawah ada sebuah tombol, Jira menekannya lalu meletakkan semua berkas-berkasnya.

Setelah itupun Jira mengambil dua buah pistol yang sudah terisi penuh peluru.

Jira keluar dan langsung menembak dengan kedua pistol ditangan kanan dan kirinya.

Dan kini hanya tersisa satu peluru dipistolnya. Jira menodongkannya ke kepala pimpinan komplotan yang datang menyerangnya.

"Katakan siapa yang menyuruhmu kesini, atau peluru ini akan tertanam di otakmu."

John datang lalu memukul tengkuk ketua komplotan itu dan dia pingsan.

"Pindah. Bawa semua berkas-berkasnya. Tempat ini sudah dicurigai." Ucap John.

Jira mengangguk, Jira langsung pergi mengemas semuanya tanpa ada yang tersisa.

"Ambil semuanya, tanpa ada yang tersisa. Biarkan orang-orang ini lalu bakar tempat ini, sisanya akan kuurus sendiri."

John menunduk patuh, Jira pergi dengan koper ditangannya.

Tak lupa dengan masker hitam andalannya yang menjadi saksi atas aksinya.

Mereka pindah ke salah satu restoran makanan yang tampak ramai pengunjung.

Tempat ini jika dilihat hanya tempat makan biasa, tapi jika masuk dan melewati pintu kecil dibawah meja ada sebuah ruangan yang penuh dengan komputer dan persenjataan yang lengkap.

Jira menyimpan sendiri berkas-berkasnya disebuah brankas yang hanya menggunakan password tanpa sidik jari ataupun kunci.

"Jadwalmu sekarang adalah mengambil gaun di butik itu." Ujar Jonathan dibelakang Jira.

Jira mengangguk. "Kemarikan kunci mobilnya, kau gunakan yang lain dulu." Setelah memberikan kunci mobilnya Jira langsung menuju ke butik sendiri.

30 menit perjalanan, akhirnya Jira sampai setelah sedikit merapikan rambutnya Jira pun masuk kedalam butik itu.

"Nona Ji, silahkan anda sudah ditunggu." Jira disambut oleh indah yang sudah sedikit akrab dengan Jira karena sering berkunjung untuk melihat gaunnya.

Jira melihat diana dan seorang pria yang tampak seumuran dengannya, yang sedang beradu mulut.

Jira mengenal wanita yang bersama pria itu, dia diva Anggriani Dewantara, anak bungsu dari diana dan Vincent.

"Ibu diana, bisa segera disiapkan gaun milik saya?," Ujar Jira tiba-tiba, dia sengaja untuk menarik atensi mereka ke arahnya.

Jira tersenyum singkat saat diva tersenyum manis kepadanya.

"Ah, maaf nona. Ini kedua anakku, maaf kalau aktivitas kami tadi menganggu mu." Jira tersenyum.

"Tidak sama sekali. Mohon dipercepat saya buru-buru."

Diana langsung menyuruh karyawannya untuk mengambil gaun milik Jira.

Gaunnya datang yang sudah dilapisi oleh kain lagi agar tak tersentuh, dan beltnya diberikan ditempat lain dengan kotak beludru berwarna merah maroon juga.

Jira langsung membayarnya, dan langsung pergi dari butik itu.

Jira menuju mall untuk mencari sepatu yang akan dipakainya ke acara perayaan itu.

Setelah mendapatkan' nya, Jira pun pulang ke apartemennya.

Merokok adalah aktifitas yang sudah lama Jira hindarkan, Jira menggantinya dengan memakan coklat.

Hidup sendiri, yang keluarganya sudah terbunuh membuat Jira ketakutan setiap hari.

Bukan takut akan mati, tapi takut orang-orang terdekatnya kembali terbunuh oleh orang yang sama.

Jira sudah membulatkan tekadnya untuk membunuh Vincent secepat mungkin, untuk meminimalisir korban kembali berjatuhan hanya gara-gara Vincent.


•••

•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
past grudges Where stories live. Discover now