“Pasti Jysa yang mulai,” sinis Keci yang langsung beranjak berdiri namun dicegah oleh Brian. Brian memberi kode dengan kepala mengangguk satu kali untuk menyuruh Keci duduk.

“Tapi gimana dengan ini?” Kali ini suara Dodit yang mengajukan pertanyaan kepada teman-temannya.

Brian menarik napas pendek dan kemudian berkata. “Kita tunda. Setidaknya kita sudah menemukan berkas yang kita cari.”

“Kak Yuga bener, kita tunda dulu,” tanggap Mutiara mengangguk karena memang kondisi yang dari awal sudah tidak kondusif untuk menyelesaikan masalah utamanya.

Kembali pada sosok dua saudari yang kini saling tatap.

“Jaga bahasa lo dan berhenti nuduh mamah suka banding-bandingin kita,” tegur Jysa dengan tiap nada ketika menyela pemikiran dari tempurung sang saudari.

Asavella tersenyum tipis. “Lihat, bicara lo mirip mamah, kak. Dan dulu mamah juga selalu tegur gue buat enggak asal nuduh lo yang jelek-jelek.”

Jysa membuang muka. Mengusap kasar wajahnya karena air matanya sudah tumpah. Ia terlalu dengan suasana emosional tersebut. “Gue capek, Sa.”

Itu adalah satu pengakuan seorang anak pertama kepada anak kedua.

“Gue capek sama dunia yang seolah membuat gue harus terlihat menjadi villain di kehidupan lo.”

“Aca.” Panggil Jysa kali ini dengan air mata yang terlihat tumpah dengan netra yang memperlihatkan bagaimana ia memendam berbagai pikiran yang tidak pernah bisa ia ungkapkan.

Jysa memegang kedua lengan Asavella penuh getar. “Gue adalah anak perempuan pertama yang gagal dalam hal apapun, dan enggak pernah bisa apa-apa.”

“Gue gagal menjadi anak pertama yang diinginkan papah untuk bisa masuk di kelas unggul dan ambil jurusan IPA. Gue gagal jadi anak pertama untuk kedua kali karena gagal mewujudkan keinginan mamah untuk bisa masuk ke agensi ballerina.”

"Gue gagal untuk kesekian kali karena gue hampir bunuh saudari gue sendiri."

“Gu-gue gagal, Asa. Gu-gue gagal,” lirih dengan penuh sesak di dada bahkan Asavella melihat bagaimana sang kakak memukul dua sampai tiga kali dadanya.

"Gue iri sama lo, Aca. Gue iri sama lo yang bisa diandelin papah dan mamah."

Tatkala juga sosok Asavella Skyrainy ikut hanyut dalam emosional Jysa Primcily. Bagaimana sosok Asa menggigit bibir bawahnya begitu erat yang dimana masih ada jahitan yang belum kering.

“Capek loh, cape banget, Ca. Capek .... banget jadi anak pertama yang gagal dalam urusan apapun. Gagal jadi anak pertama yang menjadi kebanggan, gagal jadi kakak yang baik, gagal jadi pacar yang baik.”

Brian yang mendengar itu langsung membalik tubuh ke belakang. Bagus melihat itu. Bahkan mereka semua merasa hanyut dengan emosional dari dua adik kakak tersebut.

“Mau ngeluh gatau ke siapa, pengen semangat tapi pikiran lagi gak kuat. Alhasil, gue jadi jahat sama lo. Melampiaskan dengan semuanya kepada lo, Asa. Gue pengen lo mati, gue pengen lo lenyap dari dunia. Bahkan kalopun nanti gue jadi kakak terjahat di dunia …” Jysa menjeda mengalihkan kedua tangannya bergerak untuk menyentuh pipi dingin Asavella.

“… Ingatlah satu hal. Betapa gue beruntungnya punya adek sekuat lo.”

“Papah yang buat kita saling benci dan membunuh satu sama lain!” teriak Jysa menggema—ia berjongkok sejenak. Ia menangis dengan derai air mata yang terjun deras hingga mengakibatkan rasa sesak dan sakit pada tenggorokan.

"INI SEMUA SALAH PAPAH! GUE BENCI SAMA BARA!!!"

Jysa kembali berdiri netranya kali ini menatap langit-langit kosong pada atap ruang kesehatan dengan senyum penuh kecewa. “Gila, ya. Ternyata gue udah segagal ini jadi seorang anak dan kakak buat lo.”

ASAVELLA [TERBIT] ✓Where stories live. Discover now