kembali

10 1 0
                                    


Jira menginjakkan kembali kakinya di tanah air setelah 15 berada di negeri orang.

Kembalinya Jira disambut baik oleh, Jonathan tangan kanan almarhum papa nya yang masih bertahan dengan keluarga Pratama.

Jonathan tersenyum kearah Jira lalu mengambil koper Jira.

"15 tahun sudah paman, aku menunggu hari ini. Aku akan membalaskan dendam ku yang terpendam selama ini." Jira berbicara sambil melepas kacamata hitamnya.

Jonathan mengangguk, sambil tersenyum penuh arti. "Semuanya sudah saya siapkan. Informasi-informasi mereka sudah saya dapatkan."

•••

Jira sudah berada di ruangan kerja peninggalan sang papa yang masih tertata rapih, wangi, dan bersih.

Jira mengecek semua berkas tentang keluarga Dewantara, pembunuh keluarganya yang masih bersembunyi dengan aman hingga saat ini.

Vincent Dewantara
Pekerjaan: pemilik dari cent' Corp
Status: suami dari diana Milla
Riwayat ponsel: 20.04, istri. 21.34, Davi..
Riwayat bepergian: 2 hari lalu ke Malang, batu, Indonesia. 3 Minggu lalu ke Florida.

Jira mengerutkan keningnya. "Florida." Gumam Jira sendiri.

Jira pun meletakkan berkas tadi ke laci samping kiri. Lalu Jira keluar dari ruangan bergegas menghampiri Jonathan.

"Buat janji dengan Vincent hari ini paman, kita akan ke perusahaannya." Jonathan langsung mengangguk.

Setelah hampir 30 menit, mereka pun berangkat dengan menggunakan mobil yang di sopiri oleh Jonathan sendiri.

"Ini jadwal-jadwalmu selama satu Minggu kedepan." Jonathan memberikan iPad pada Jira.

Jira membacanya secara teliti. "Kosongkan pada setiap hari sabtu paman." Jonathan mengangguk patuh.

Mobil itu akhirnya terparkir di parkiran, Jira turun dan jalannya dipimpin oleh Jonathan.

Jira menjadi sorotan, dan Jira hanya acuh melihat mereka.

Kini mereka ditemani oleh salah satu resepsionis yang menuntun mereka ke ruangan Vincent.

"Terima kasih." Ucap jira pada resepsionis yang sudah mengantarnya.

Tanpa mengetuk Jira masuk kedalam ruangan Vincent.

"Halo," Jira duduk disofa lalu menaikkan kakinya ke meja, biarlah dianggap tak sopan toh dia datang ingin bertemu dengan pembunuh keluarganya.

"Long time no see, Mr. Vincent Dewantara." Jira tersenyum kearah Vincent.

Wajah yang sudah sedikit keriput itu, menampilkan raut wajah sedikit marah kearah Jira.

"Kasihan sekali, orang suruhanmu memberikan kabar bohong pada dirimu." Tambah Jira.

Benar, Vincent menyuruh orang untuk membunuh Jira.

Jira terkekeh. "Bukankah harusnya aku sudah mati 3 minggu lalu, tuan Vincent Dewantara."

"Kau akan segera mati ditangan ku, sendiri." Akhirnya Vincent mengeluarkan suaranya.

Jira bertepuk tangan bersorak. "wow wow wow," Jira berdiri lalu menghampiri Vincent.

Tangan Jira bertumpu pada meja kebesaran milik Vincent yang berisi banyak sekali tumpukan kertas.

Jira pun memajukan wajahnya menatap Vincent santai. "Aku akan lebih dulu membunuhmu, dan mengambil kembali perusahaan ini."

"Kalau bisa silahkan." Jira mengangguk mendengar ucapan Vincent.

"Let's start to the game."

•••

"Ke kantor polisi yang dulu pernah mengurus kasus pembunuhan ini."

Jonathan hanya bisa menurut.

Sampai di kantor polisi, jira turun dan langsung masuk kedalam. Jira langsung menuju keruangan pimpinan.

Tertulis nama 'Yoshua Dewantara' Jira tersenyum miring. Lalu masuk tanpa mengetok pintu.

Jira melihat hal tak senonoh saat memasuki ruangan itu. Jira langsung memotret mereka sebanyak mungkin.

Keduanya panik mengambil pakaian yang berserakan di lantai.

"Aduh aduh, kasian banget keganggu yaa." Jira bersuara sambil terus memotret mereka.

Wanita itu pergi melewati Jira sambil menunduk malu.

Mata Jira tertuju pada pimpinan polisi di daerah ini. Jira tersenyum remeh.

"Seperti ini pimpinan polisi daerah ini?," Yoshua menatap Jira bingung sekaligus sedikit takut.

"Selidiki kembali kasus kematian keluarga Pratama, kalau tidak foto ini akan tersebar." Jira langsung keluar tanpa sepatah kata pun membuat Yoshua berdiri terpaku ditempat.

Jonathan setia menunggu dan saat Jira keluar Jonathan berjalan dibelakang Jira.

"Kita cari bukti-buktinya sekarang, paman."

°°°

Vincent menonjok wajah orang suruhannya satu-satu. Marah? Tentu. Kabar bohong yang mereka berikan membuat Vincent terkejut.

Kembalinya Jira membuatnya sedikit takut, karena dia tau Jira adalah satu-satunya saksi aksi pembunuhannya pada hari itu.

Flashback..

Juana, yang kerap kali dipanggil ana itu meronta kala Vincent menggendongnya ke halaman belakang rumah Pratama.

Jira kecil yang sedang bermain pun langsung bersembunyi dibalik pohon besar setelah mendengar suara Juana.

Vincent membanting tubuh Juana yang kecil itu ketanah dengan keras. Juana sudah menangis kencang.

Kedua orang tua Jira waktu itu sedang pergi sebentar, dan para maid juga sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Juana yang terus menangis itu membuat Vincent geram sendiri. Akhirnya Vincent mencekik leher Juana dengan posisi Juana terbaring di atas tanah.

Dengkul kaki Vincent menghantam keras perut Juana berkali-kali, tidak puas dengan itu Vincent menonjok wajah Juana hingga hidungnya mengeluarkan darah segar.

Jira yang melihat itu menangis, Vincent menyadari adanya suara pun melihat kearah Jira.

Jira berlari sekencang mungkin.

Flashback end...

Vincent berteriak keras. "Akan kubunuh juga dirimu."


•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



past grudges Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang