05

74 11 0
                                    

"Gue itu mau pulang, kenapa malah lo bawa ke apartemen lo?!" sungut Aurora ketus.

Aurora mencebikkan bibir. Dia berjalan malas-malasan di belakang Nathan. Jika Nathan membawanya ke apartemen, firasat Aurora jadi buruk.

Ini bukan kali pertama Aurora ke apartemen Nathan, tapi tetap saja Aurora kesal. Aurora kan mau pulang ke rumah.

"Bahasa lo seakan-akan gue mau ngapa-ngapain lo aja."

Nathan memang tinggal sendiri di apartemen sejak masuk SMA dengan alasan ingin mandiri. Padahal itu hanya alasan Nathan untuk menghindari keluarga barunya. Bonusnya, Nathan bisa lebih bebas apelin Aurora. Walau begitu, Nathan masih tahu batas, enggak pernah aneh-aneh.

"Guna dikit dong jadi pacar," jawab Nathan.

Nathan membuka pintu unit apartemennya.

"ASTAGHFIRULLAH!" teriak Aurora.

Bola mata Aurora melotot lebar saat pintu apartemen Nathan terbuka. Di dalamnya terlihat isi apartemen Nathan yang hancur lebur seperti habis dilindas topan.

Nathan menoleh pada Aurora. "Lakukan tugas lo," ucapnya bossy.

"Ngebabu lagi gue! Kurang sabar apa sih gue jadi pacar lo! Bukannya disayang-sayang malah dijadiin babu. Dan begonya gue mau gitu sama makhluk titisan setan kayak lo!" sungut Aurora sambil memunguti plastik bekas camilan di lantai.

Nathan tersenyum kecil. Aurora memunguti satu per satu plastik bekas camilan di lantai, lalu memasukkannya ke dalam tempat sampah. Bibirnya tidak berhenti mengomeli Nathan yang tidak pernah mau berubah.

Nathan hanya mengorek telingannya. Tidak apa-apa Aurora mengomel, yang penting apartemennya bersih.

"Ini baju kotor apa bersih?! Kenapa di meja?!" tanya Aurora.

Nathan sendiri sudah duduk nyaman di sofa. Punggungnya menyender dengan kaki naik ke atas meja.

"Oh itu... kotor kena jigong Baby kemaren."

"Najis, Pinter! Harusnya langsung dicuci biar enggak najis semua!"

"Ih kalo abis pake barang itu langsung kembaliin ke tempatnya biar lo enggak susah juga nyarinya. Kalau ilang, malah protes ke gue. Ini juga kenapa ada garpu di kolong meja, boxer di atas televisi?!"

"Dikeringin, Bi." Nathan tertawa.

"Gila lo!"

Guk!

Nathan menoleh ke samping. Ada sebuah kandang yang tidak terlalu besar di sudut ruangan. Di dalamnya ada seekor anjing kecil berwarna putih. Nathan berdiri, lalu mendekati anjing kecil itu.

"Hey! Hello Baby!" sapa Nathan.

Dia mengambil anjing putih itu, menggendong, lalu membawanya duduk di sofa. Nathan duduk selonjoran di sofa sambil memangku anjing putih itu. Nggak tahu diri memang!

Aurora mendengkus kesal.

Anjing itu, Baby namanya. Salah satu alasan yang membuat Nathan dan Aurora seringkali putus. Lihat saja Nathan mengusap anjing itu penuh sayang, sedangkan Aurora yang pacarnya Nathan malah memegang sapu untuk membersihkan apartemen Nathan alias jadi babu.

Satu lagi, nama panggilan. Nathan memanggil anjing itu dengan sebutan Baby, sedangkan Aurora malah dipanggil Babi. Pacar laknat memang!

Kalau harus milih, Aurora mending bersaing dengan belasan pacar Nathan daripada harus bersaing dengan satu anjing kecil itu.

Sebelnya kalau ke apartemen Nathan itu, Aurora harus ekstra sabar. Pertama, Aurora harus membersihkan apartemen Nathan yang joroknya bawaan orok. Kedua, menyadari dirinya dimadu dengan seekor anjing kecil.

Mantan! Balikan Yuk!Where stories live. Discover now