26. Sandal kiyowo

Start from the beginning
                                    

Arkham lagi-lagi tidak paham dengan maksud dari perkataan Melati, untuk apa gadis tersebut memberikannya sebuah parfum?

"Untuk?"

"Untuk Gus, sebagai seorang ungkapkan terima kasih karena sudah menjadi seseorang yang sangat di kagumi." Papar Melati, tangan nya masih mengambang di udara karena Arkham tak kunjung meraihnya.

"Kagumi?" Beo Arkham tidak paham dengan maksud perkataan dari Melati barusan.

Tercetak jelas raut wajah Melati yang panik, tanpa menunggu Arkham menerima pemberian nya Melati meletakkan paper bag tersebut di telapak tangan Arkham yang membuat Arkham terkejut karena ulah Melati yang tiba-tiba memberikan paper bag tersebut.

"Ini untuk Gus, saya pamit assalamualaikum." Ujar Melati segera melenggang pergi tanpa menunggu jawaban salam dari Arkham.

"Waalaikumsalam."

Arkham dibuat cengo, ia melihat ke arah paper bag berukuran kecil itu. Dan melihat kepergian Melati yang berlari menjauh darinya menuju ke asrama. Tidak ingin melihat pemberian dari Melati di dalam paper bag tersebut, Arkham memilih menuju ke masjid karena saat ini kebersihan pikiran dan rohani nya jauh lebih penting. Itu semua karena Aurora tentunya, virus gombalan maut dari Aurora membuat Arkham harus perbanyak muhasabah diri.

Aurora melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya, dirinya menghirup udara di siang hari ini. Setelah menunaikan ibadah sholat Dzuhur di kamar nya, ia harus bersiap-siap untuk menjalankan hukuman. Apa lagi kalau bukan berdiri di tengah lapangan di siang bolong seperti ini, terlebih lagi sinar matahari sangat menyengat kulit. Tidak ingin terlihat lemah, Aurora segera menuju ke area lapangan belakang pondok pesantren.

Hentakan kaki Aurora berhenti di padang rumput, lapangan hijau dimana terdapat rerumputan yang terpapar sinar matahari. Belum apa-apa Aurora sudah merasa ingin pulang ke asrama saat ini juga, bagaimana tidak? Di siang bolong seperti ini dirinya justru berdiri di bawah sinar matahari sedangkan kondisi lapangan saat ini sangat sepi.

"Gila, ini gue bisa jadi ikan asin lama-lama." Gerutu Aurora menyipitkan matanya melihat ke segala sudut lapangan. Sepi, hanya itu yang dirasakan oleh Aurora. Wajar saja semua orang sedang menjalankan kegiatannya masing-masing, dan tentunya juga Aurora yang menjalankan kegiatannya yaitu hukuman.

Tidak ingin membuang-buang waktu yang sama sekali tidak penting, Aurora memutuskan untuk berdiri tegak ditemani dengan sebuah buku yang dibawa nya tadi.

Satu jam kemudian...

Aurora merasakan keringat terus mengucur membasahi hijab pashmina miliknya, satu jam lamanya dirinya berdiri di bawah terik matahari membuat tubuh Aurora ingin ambruk seketika.

"Rora, lo harus kuat! Bisa-bisa drakula hukum gue lagi, satu jam lagi hukuman lo selesai." Lirih Aurora mencoba tetap kuat, walaupun Aurora juga tidak yakin akan yang dikatakan nya.

Dari kejauhan Arkham bisa melihat kegigihan Aurora yang masih bertahan di bawah sinar matahari, perempuan yang membuat nya sholat taubat itu tengah berdiri kokoh di tengah lapangan.

Setelah menunaikan ibadah sholat Dzuhur, Arkham memutuskan menuju ke lapangan. Dan di sinilah dia saat ini, dimana dirinya bisa melihat Aurora tengah berdiri tanpa lunglai sedikitpun.

"Perempuan aneh," lirih Arkham tersenyum tipis. "Astaghfirullah, kok senyum? Ini sampean kenapa to Kham?" Sambung Arkham mengusap wajahnya kasar.

"G-gue mau pingsan," lirih Aurora dengan suara hambar, penglihatannya mulai buram. "Apa...gue pura-pura pingsan aja ya? Biar ada yang nolongin terus selesai deh hukuman nya."

Sebuah ide yang sangat aneh terlintas di pikiran Aurora, gadis itu mengukir senyum tipisnya. Aurora mendongakkan kepalanya melihat ke arah sinar matahari yang menyengat kulitnya.

Aurakham (Aurora & Arkham) [End]Where stories live. Discover now