Part 2. Teman lama

Start from the beginning
                                    

Alex diam tak berniat menjawab, namun Ariana tak ingin tinggal diam. "Mungkin lebih dari 30%. Bukankah kakak taruh sebagian besar hasil penjualan perusahaan kakak sebelumnya ke perusahaan Kak Beny? Kalau dilihat dari valuasi perusahaan itu sekarang, mungkin benar sekitar 30% sih."

Sepupu tersebut terpojok. Dia kalah telak, rasa malu membuatnya pamit keluar ruangan. Sedangkan paman dan Ariana saling pandang, tersenyum bangga merasa menang.

"Saya tidak memiliki putra. Ketiga anakku perempuan semua. Alexander sudah seperti putraku sendiri. Saya tidak mungkin membanggakannya jika dia tidak benar-benar seorang anak yang luar biasa." kata Paman membanggakan Alex.

Alex bisa sedikit tersenyum. Ketika tanpa sengaja bertemu pandang dengan Sebastian, dia bisa melihat bahwa ayahnya sedang dilingkupi rasa cemburu. Seharusnya ayah yang membelanya, namun kenyataannya Sebastian terlalu pengecut. Kakak laki-lakinya sendiri yang telah merebut posisi Sebastian sebagai ayah dari Alexander Murphy.

Situasi tersebut membuat Alex semakin tak nyaman. Dia pamit keluar, meraih ponsel untuk menghubungi para sahabatnya. "Siapkan semuanya. Aku akan segera ke sana."

Tidak lain tujuan Alex adalah sebuah kelab malam milik Maliq. Ketiga sahabatnya yaitu Beny, Iqbal, dan Maliq sudah berada di sana menunggunya. Sebelumnya Alex telah memberi kabar untuk berpamitan. Dia tidak bisa lebih lama tinggal di Indonesia. Dia harus kembali ke Amerika untuk menemukan kembali sebuah kedamaian versi Alex.

"Kusut amat itu muka?" tanya Beny.

"Aku ngerasa asing sama keluargaku sendiri." Alex sembari meneguk segelas minumannya.

"Jangan banyak minum! Besok kamu bisa gagal terbang kalo sampai mabuk berat. Lagian udah puluhan tahun nggak kumpul keluarga, pasti ada rasa canggung. Hal yang sangat wajar." Iqbal menasehatinya.

Alex mengambil ponselnya, mengetik pesan lalu mengirimnya. "Aku udah chat ke istri kalian ya, supaya nanti pulang nggak pada kena marah."

Maliq tertawa menimpali, "Tetep aja nanti tidur di luar. Enak juga seperti kita. Single, bebas pilih, bebas pakai."

"Kalian yakin nggak akan nikah sampai kapanpun?"

Maliq mengangguk yakin, Alex tidak menjawab.

"Kamu yakin, Lex?" Iqbal mengulangi pertanyaannya.

"Aku belum nemu alasan untuk nikah dalam waktu dekat ini."

Maliq dari arah belakang memegang kepala Alex, lalu mengarahkan pandangannya ke seorang wanita dengan tubuh tinggi semampai, cantik, dan tentunya seksi. "Ngapain nikah kalo bisa bebas nyobain yang begituan?"

"Maliq, tobat! Jangan ikuti saran-saran buruk dia, Lex!" kata Iqbal memperingatkan.

"Apa salahnya? Udah lama belum nyobain produk lokal, kan? Lagian besok juga udah balik ke Amerika. Kapan lagi kalo bukan sekarang?" ucap Maliq semakin mengompori.

"Bukankah dia itu Michelle? Itu, teman SMA kita dulu. Sekarang jadi model, kan? Pernah main beberapa film juga." tanya Beny memastikan dugaannya.

"Yep! Akhir-akhir ini dia sering main ke sini. Katanya sih sekarang pindah tinggal di sekitar sini. Kalian masih ingat kan, gimana dulu dia ngejar-ngejar Alex?" Maliq menjelaskan. Bagaimanapun dia pemilik dari kelab tersebut, sehingga sudah beberapa kali bertegur sapa dengan wanita yang mereka sebut sebagai Michelle.

"Interesting," kata Alex seraya memperhatikan setiap gerak Michelle yang juga sedang memperhatikannya.

"Al, aku bilang sebaiknya jangan! Susah kalo udah berhubungan sama public fugure." Beny kembali memperingatkan sahabatnya.

"Besok aku udah balik ke Amerika, Ben. Nggak ada salahnya coba. Siapa sih yang nggak mau santapan hot begitu?"

Alex berjalan mendekati Michelle. Maliq menyemangati, sementara Beny dan Iqbal memasang raut khawatir karena tak berhasil menghentikan Alex. Keduanya sudah menikah dan memiliki anak, berbeda dengan Maliq yang hidupnya lebih bebas.

"Hai!"

"Hai juga!"

"Michelle, kan?" tanya Alex memastikan dan Michelle hanya menjawabnya dengan anggukan.

Alex mengulurkan tangannya dan memperkenalkan diri, "Aku Alex. Lama kita tidak jumpa."

"Wow, kirain siapa karena aku juga lihatnya nggak asing. Seingatku terakhir kita ketemu waktu SMA. By the way, kapan kamu balik dari Amerika?"

"Baru kemarin. Emm mau gabung dengan kami? Aku yang traktir."

Michelle memperhatikan meja para sahabat Alex berada. "Mungkin lain waktu. Aku nggak bisa minum banyak. Ada pemotretan besok pagi-pagi sekali."

"Tapi... ini juga sudah larut malam."

Michelle langsung mengecek arlogi ditangannya. "Sial! Aku baru nyadar. Aku harus pulang sekarang."

"Berkenan kalo aku yang nganterin?" Alex menawarkan diri.

"Kamu yakin? Ada teman-temanmu pada nunggu di sana."

"Mereka bisa pulang sendiri. Tapi aku nggak bisa biarin gadis secantik kamu pulang sendirian selarut ini."

Michelle tertawa kecil. "Dasar gombal!"

Alex mengekori Michelle yang berjalan keluar meninggalkan kelab malam. Maliq dari kejauhan terlihat menyemangati, sedangkan dua teman lainnya juga memutuskan pulang setelah kepergian Alex dari tempat tersebut. Kurang lebih 20 menit perjalanan, mereka akhirnya tiba di lobi apartement tempat tinggal Michelle.

"Mau... mampir?"

Alex terdiam cukup lama. Dia memperhatian Michelle dengan seksama sebelum akhirnya menjawab, "Tentu saja."

Mereka berjalan beriringan dan ketika hanya ada keduanya di dalam lift, Alex meraih pinggang Michelle lalu menariknya perlahan untuk saling mendekat. Tanpa sedikitpun penolakan, bahkan ketika tangan nakal Alex mulai meraba di daerah sensitif lainnya, Michelle justru terlihat sangat menikmatinya.

Keduanya telah sampaidi unit apartement Michelle tinggal. Alex langsung mendorong pelan tubuhMichelle dan memojokannya ke balik pintu sesaat setelah mereka masuk ke ruangantersebut. Mata mereka saling pandang untuk beberapa saat, sebelum akhirnyabibir mereka berpangutan. Alex tak peduli bahwa lipstik merah Michelle telahmewarnai bibir dan sebagian wajahnya. 

Sebagai pria normal, Alex tidak mungkin melewatkan seorang wanita cantik dan seksi yang secara suka rela menyerahkan tubuhnya. Selanjutnya yang terjadi mereka melewati momen itu dengan malam yang panas. Kesempatan bagi Alex untuk melampiaskan hasrat terpendamnya, sekaligus melupakan sejenak tekanan yang dia rasakan dari keluarganya.

oOo

Catatan Penulis:

23 Januari 2023

Tidak semua pembaca menyukai bagian dewasa disebuah cerita. Selain itu juga bisa melanggar ketentuan yang berlaku di wattpad karena batas usia, sehingga part tersebut tidak akan kami tuliskan di sini.

Jangan lupa untuk vote, comment, dan bagikan cerita ini ke teman kalian. Semakin besar antusias pembaca, semakin semangat kami untuk secepat mungkin publish lanjutannya. Tarik perhatian penulis untuk mengingat kamu sampai akhirnya bisa menghubungi kamu terlebih dulu. Akan ada giveaway di akhir dari cerita ini. Thanks.

DendamWhere stories live. Discover now