Fifthteen

1 1 0
                                    

Malam itu, Lizzy sudah bersiap tidur. Posisi Lizzy bagai kereta kuda yang menjadi perantara untuk mengantarnya ke alam mimpi, tinggal meniup lilin di nakas, dan ....

Srek ... srek ....

Samar-samar, Lizzy menangkap bunyi daun kering yang diinjak. Pelan, terkesan seperti ada seseorang yang mengendap-endap. Suara aneh itu berada persis di bawah jendelanya. Malam semakin larut, suara-suara yang tak begitu jelas pun dapat sampai ke telinga Lizzy. Mana mungkin dia salah dengar.

Mungkin binatang malam, pikir Lizzy. Ia malas meladeni pikiran-pikiran aneh.

"Hoam ...." Lizzy merentangkan tangan lebar-lebar, meregangkan tulang-tulang kaki, terdengar gemeletuk sendi yang beradu.

Srek ... srek ....

Suara tadi kembali terdengar, kali ini mengusik benak Lizzy. Ada sesuatu di sana. Lilin masih menyala, Lizzy meraih pinggul holder sebagai satu-satunya penerangan. Antara rasa ingin tahu dan cemas, Lizzy berjinjit mendekati jendela. Sisi kanan dan kiri, ia tak menemukan hal yang mencurigakan.

Meski ragu, Lizzy nekat mendorong kenop jendela. Angin malam menerobos masuk beserta beberapa helai daun kering. Lilin kecil di tangan kanannya mati. Sekarang, Lizzy menyesali ulahnya. Keadaan gelap, sekadar penerangan bulan di atas sana tak banyak membantu. Lizzy berniat mengantup kembali jendela, tetapi sebuah tarikan pada kedua tangannya—yang terentang karena meraih dua kenop—begitu cepat.

"Akh!" Lizzy meringis, ia tersungkur di atas hamparan daun kering. Belum juga menyadari keadaan, mulutnya dibekap dengan kain basah. Obat bius!

Lizzy berusaha menahan mata agar tetap terbuka, tetapi reaksi obat itu jauh lebih ampuh, sehingga perlahan kesadaran Lizzy perlahan lenyap. Ia merasakan tubuhnya dibopong pada punggung yang besar, kepalanya—dan sebagian tubuhnya menghadap tanah—terantuk-antuk saat seseorang serba hitam tersebut melangkah.

Di ambang kesadarannya, Lizzy menjatuhkan sebelah sandalnya. Ia tak dapat mengira seberapa jauh sudah jarak mereka dengan rumah, Lizzy berharap, semoga seseorang menemukan petunjuk yang ia tinggalkan.

***

"Apa yang akan kita lakukan dengan bocah kecil itu?"

"Tentu saja menjadikannya sebagai sandera!"

"Hei, malam ini, kau yang berjaga!"

"...."

Suara perbincangan dua atau tiga orang itu menggema di kepala Lizzy. Kelopak mata Lizzy berkedip perlahan, semut-semut masih berkeliaran di matanya, membuat pandangannya kabur. Namun, Lizzy sudah mendapatkan kembali kesadarannya, hanya berpura-pura lembah sekadar mengelabui mereka.

"Tampaknya dia sudah sadar!"

"Apa yang kalian tunggu? Bekap kembali mulut dan hidungnya! Mana obat yang kau gunakan saat kita menangkapnya?"

"Ah, buruk sekali! Sepertinya obat tadi terjatuh dalam perjalanan kemari."

"Bodoh!"

Lizzy menduga, pasti si Tukang Perintah itu atasan mereka, minimal orang kepercayaan dari otak yang merencanakan teror pada keluarganya. Akan tetapi, mengapa? Apakah kedua orang tuanya pernah berbuat salah ataukah mereka pesaing bisnis orang tuanya? Apa mereka menjadikan Lizzy sebagai tebusan untuk menguras dana perusahaan?

Berbagai pertanyaan melayang-layang dalam kepala Lizzy, sayangnya tak ada jawaban pasti untuk saat ini. Mom dan Dad malah tutup mulut, tak ingin anak-anak mereka terlibat dalam masalah mereka. Namun, lihatlah sekarang, seandainya mereka memberitahu Lizzy, paling tidak, Lizzy bisa lebih berhati-hati malam ini.

In My Past Memory ✓Where stories live. Discover now